Sakit gigi tidak pandang bulu.
Anak pernah.
Istri pun. Sehari yang lalu.
Saya juga.
Pukul 01.11 dini hari. Cherish putri kami suatu hari sakit gigi dan tidak bisa tidur. Sambil menangis. Dia mengganjal pipinya dengan
tangan, menahan rasa sakitnya.
Sebelumnya, dia makan banyak sekali
permen & tidak sikat gigi. Hal seperti itu pun pernah terjadi beberapa
kali, sehingga sakit gigi & tak bisa tidur. Walau begitu, sepertinya dia belum jera, dan
hari-hari berikutnya ketika sakitnya reda, seenaknya makan permen.
Meremehkan kekuatan gigi yang ngilu.
Pagi jelang subuh itu, saya terbangun sejenak, serta agak memarahi Cherish. Mamanya pun bangun, kesal juga, walau masih mencarikan obat baginya.
Pernah mengalami sakit gigi seperti itu? Yang ngilunya bikin tidak bisa tidur? Pernah ya.
Bicara efek sakit gigi, kita pun bisa belajar dari anak-anak kita.
Sering kali saya rasa Dia pun mengajarkan
sesuatu lewat yang Cherish alami maupun lakukan. Lagipula, bisa juga kan like father, like daughter.
Seperti halnya putri kami meremehkan kekuatan
sakit gigi, kita kerap cenderung meremehkan kekuatan akibat melakukan sesuatu yang salah atau dosa. Padahal, dampaknya lebih besar daripada ngilu sakit gigi. Dosa menyebabkan depresi. Hati bimbang. Pikiran tanpa kedamaian.
Ulangan 2:4 menyebutkan tentang berhati-hati supaya tidak meremehkan sesuatu, "Perintahkanlah kepada bangsa itu, demikian:
Sebentar lagi kamu akan berjalan melalui daerah saudara-saudaramu, bani Esau,
yang diam di Seir; mereka akan takut kepadamu. Tetapi hati-hatilah
sekali."
Manusia cenderung menganggap remeh. Sering kali
kita lebih bisa mengerjakan sesuatu yang kelihatan sulit dikerjakan,
daripada menghargai sesuatu atau seseorang yang sebenarnya tidak boleh
kita remehkan.
Mungkin kita pun meremehkan pekerjaan kita
sekarang—entah sekecil apa pun, gaji seberapa pun. Tidak menghargai yang Dia beri dan percayakan. Lalu, komplain terhadap banyak hal yang tak perlu dikomplainkan. 1.001 alasan.
Bersungut-sungut. Membanding-bandingkan. Apalagi, meremehkan dampak karakter yang kita hasilkan.
Kalau Esau yang
memandang rendah hak kesulungannya, mungkin contoh yang klise dan sudah sering mendengarnya. Tetapi, contoh lain dan agak modern adalah...
Charlie Zelenoff.
Tidak tahu apakah saat ini ia sudah berubah atau
belum, tetapi ia seorang yang menganggap remeh banyak orang, terutama yang
ia rasa lebih lemah ketimbang dirinya. Apakah ia seperti itu karena sebenarnya
belum mampu menghargai diri sendiri—kita tidak tahu.
Ia suka membual, mem-bully. "Mereka tidak menunjukkan belas kasihan, mereka membual" (Mzm. 17:10). Dan pengecut. Pun pernah ia meninju seorang petinju senior dari
belakang!
Sampai akhirnya, Charlie Zelenoff harus
berhadapan dengan orang-orang yang sanggup mengalahkannya, memberi dia pelajaran. Darinya, kita bisa belajar untuk tidak
menganggap remeh orang lain, siapa pun atau seperti apa pun mereka. Ataupun
meremehkan sesuatu. Termasuk kekuatan efek ngilu karena sakit gigi akibat tidak sikat gigi.
Sebenarnya, orang yang menganggap remeh adalah seseorang yang tidak memiliki esensi atau hal
pokok, yang benar-benar penting dalam hidupnya, dan hatinya.
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama" (2 Tim. 3:2).
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama" (2 Tim. 3:2).
No comments:
Post a Comment