September 28, 2016

O brother, pray

O brother,
pray; in spite of Satan, pray; spend hours in prayer; rather
neglect friends than not pray; rather fast, and lose breakfast,
dinner, tea, and supper–and sleep too–than not pray. And we
must not talk about prayer, we must pray in right earnest. The
Lord is near. He comes softly while the virgin slumbers. 

Andrew Bonar














 


Clarity


There’s nothing like writing things down to
move toward clarity. Even though you’ll eventually deliver
this message orally (without written notes), the starting
point should be in writing.
—Randy Newman













 

Kirk Whalum, kerendahhatian dalam kesuksesan

“And I... will always love you...” Sepenggal lirik lagu Whitney Houston di film yang populer pada 1992-an, The Bodyguard. Lagu yang mengalahkan kepopuleran film itu sendiri. Lagu yang diiringi saksofon tenor oleh Kirk Whalum.

Adegan menyanyikan lagu itu pun dilakukan secara live recording, bukan lip sync. Whitney mendesak sang sutradara, “Anda boleh melakukan apa pun yang Anda mau, tapi kalau saya harus menyanyikan lagu ini, kita harus merekamnya secara langsung.”

Dan lagu tersebut melambungkan nama Kirk Whalum.

Namun, Kirk merendah, “Kadang merupakan sebuah berkat tersendiri bagi kita untuk melakoni peran pendukung saja, sementara pusat perhatian tertuju pada orang lain yang kita tolong supaya dapat tampil baik.”

DNA Musik di Urat Nadi
Kirk Whalum lahir pada 1958 di Memphis, Tennessee, kota yang mengukuhkan nama pejuang hak-hak sipil warga kulit hitam AS, Martin Luther King, Jr. Kota yang memiliki sungai terbesar nomor dua di sana, Sungai Mississippi.

“Lahir dan besar di Memphis membuat kita sepertinya menyia-nyiakan banyak hal seiring kita beranjak dewasa,” tutur Kirk. “Tapi, saya tak bisa benar-benar kabur dari pengaruh musik kota Memphis ketika saya berada di Paris. Saya bisa saja sedang di kafe, restoran kecil, tapi selalu saja ada lagu dari Al Green, Isaac Hayes, David Porter, dan Elvis. Jadi, saya selalu saja mengingat musik-musik Memphis.”

“Saat berada di Paris, orang-orang di sana berkata kepada saya, ‘Oh, Anda dari Memphis, ya? Keren, saya ingin pergi ke sana kapan-kapan untuk melihat tempat-tempat rekaman B.B. King, Elvis Presley, sama Isaac Hayes,’” kenang Kirk tentang Memphis saat pulang kampung, setelah hampir 30 tahun meninggalkan kota kelahirannya itu.

Bakat musik mengalir di urat nadi keluarga Kirk. Nenek serta kakeknya penyanyi. Ayah dan ibunya sering memperdengarkan lagu-lagu rohani maupun RnB. Sang nenek, Thelma Twigg Whalum kerap mengajarinya bermain piano. Pamannya, Hugh “Peanuts” Whalum yang merupakan pemain piano serta saksofon begitu mengilhami dirinya. Tak ayal, DNA musik ikut tumbuh di dalam diri Kirk.

Kirk awalnya bermain drum saat remaja untuk paduan suara di Gereja Olivet Baptist, tempat ayahnya, Kenneth Whalum, Sr menjabat sebagai pendeta. Lalu, Kirk mulai belajar saksofon saat ia SMP.

Menginjak masa SMA, bakatnya bermain instrumen tiup tersebut memancar sehingga oleh guru musiknya dimasukkan ke grup jazz sekolah. Tapi tak serta-merta ia menerima. Ketika mengetahui bakat Kirk dan memintanya bergabung, ia menolak karena merasa masih hijau, tak tahu apa-apa soal jazz.

Namun, sang guru bersikeras, mengatakan bahwa Kirk sudah terdaftar. “Jadi, bukan saya yang memilih jazz, tapi saya tahu sejak ikut latihan pertama tersebut bahwa jazz inilah yang ingin saya mainkan,” ia mengingat. 

Lulus SMA, ia memperoleh beasiswa dari Texas Southern University, Houston untuk studi musik. Ketika sedang pentas bersama grupnya, seorang pemain piano dan musisi jazz Bob James terpincut bakat terpendamnya serta mengajaknya ikut tur, plus kontrak rekaman album.

Renungkan Ulang Prioritas Hidup
Lulus kuliah, hampir saja ia melepaskan talenta musiknya demi mengambil karier lain. Tak dinyana, baru sehari bekerja di suatu supermarket di kota Houston, Texas, dan kembali dari sebuah konser, ia mengalami kecelakaan mobil yang membuatnya mau tak mau merenungkan ulang prioritas utama hidupnya. Ia akhirnya menyadari, ia hanya akan berbahagia apabila menempuh jalur karier di bidang musik secara sepenuh waktu.

“Tuhan menginginkan saya bermain musik, menciptakan lagu. Apa pun risikonya,” aku Kirk.

Musik Kirk terpengaruh sejumlah musisi, di antaranya Louis Armstrong dan Duke Ellington. “Bukan semata-mata mereka sanggup menembus batas,” jelas Kirk, “melainkan mereka memainkan musik untuk orang-orang.

“Musik yang sanggup membuat Anda berdansa, sungguh-sungguh mendengarkannya, dan jatuh cinta terhadap musik tersebut. Mungkin kita menganggap hal itu bertujuan komersial, tetapi menurut saya, itu lebih pada memberikan human touch.”

Selain musik, Kirk juga bertekun memberikan pengajaran Alkitab lewat program gratis The Bible In Your Ear (BIYE), yaitu pembacaan Alkitab selama 15 menit per hari untuk setahun—lima belas menit yang dapat mengubahkan hidup seseorang yang mendengarkannya.

“Orang-orang berbicara tentang agama, tetapi sebenarnya tidaklah seperti itu. Ini adalah tentang penerimaan, pengampunan,” urai Kirk. “Mendapatkan hal-hal demikian dari seseorang butuh sebuah hubungan dengan Seseorang, yaitu Yesus Kristus. Sukar mengungkapkannya dengan kata-kata. Saya sendiri secara pribadi sadar bahwa saya akan terhilang di kehidupan ini tanpa Dia.”

Dedikasi dan musikalitas Kirk Whalum melambungkan namanya pula di jajaran panggung internasional. Ia menerima 12 nominasi Grammy serta menang salah satu penghargaan itu pada kategori Best Gospel Song untuk lagunya, It’s What I Do.

Lagi ia merendah, “Saya sangat bersemangat saat orang-orang mengatakan bahwa ketika mereka mendengar saya bermain, mereka tak hanya mendengar suara permainan saksofon, melainkan pesan yang saya bagikan lewat sebuah lagu. Saksofon menjadi sarana saya menyampaikan isi hati terdalam saya. Nah, itu adalah berkat tersendiri yang terus menyemangati saya.”

Ia melanjutkan, “Di setiap proyek pembuatan musik, saya terus meyakinkan diri bahwa saya harus jujur kepada diri sendiri. Saya juga selalu menyampaikan kebenaran atas sepenggal pengalaman hidup dan iman saya.

“Proses awal saya sebelum membuat lagu ialah pergi  menyendiri, berlutut dan berdoa, bersyukur kepada Tuhan untuk segala hal. Lalu, memohon kepada-Nya supaya mengaruniakan alunan-alunan musik yang akan memuliakan nama-Nya. Itulah sebabnya, hanya beberapa dari rekaman saya yang mengandalkan konsep-konsep atau teknik musik. Saya membiarkan semuanya mengalir saja.”

Tak banyak orang yang memiliki kerendahhatian, selalu berusaha untuk tetap merendahkan hati walau di tengah kesuksesan yang sanggup membuat menyombongkan diri.



(disadur dari berbagai sumber)

Uji Adrenalin Via Freediving





Menyelam sampai kedalaman 50 meter di laut dengan sekali tarikan napas tanpa peralatan selam atau aparatus bantu apa pun, mungkin terdengar gila. Tapi bagi sebagian orang, itu malah dianggap seni berkomunikasi dengan alam. Menyatu dengan lautan.

Sebenarnya menyelam sampai kedalaman tertentu di laut sudah dimulai sejak dulu.

Pada 1913, La Regina Margherita, sebuah kapal Italia kehilangan jangkar di Pantai Yunani. Karena itu, pihak kapal mengadakan semacam sayembara: orang yang berhasil menemukan dan mengambilkan jangkar tersebut akan diberi hadiah.

Haggi Statti menerima tantangan itu. Ia menyelam kira-kira sedalam 70 meter, dan berhasil mengambil jangkar tersebut. Banyak orang sangsi. Menganggapnya isapan jempol. Namun, bertahun-tahun kemudian pada 2001, Angkatan Laut Italia mengkonfirmasi cerita itu benar adanya.

Sains menyimpulkan bahwa seorang penyelam pasti mati pada kedalaman sekian puluh meter karena Hukum Boyle menyatakan, paru-paru penyelam akan hancur pada tekanan air yang dalam.

Akan tetapi, pada 1949, seorang letnan militer dari Angkatan Udara Italia, Raimondo Bucher menyelam tanpa alat bantu sedalam 30 meter di Teluk Naples. Dan ia menang taruhan 50.000 lira. Untungnya, proses penyelaman di depan banyak pejabat sehingga terbukti kesahihannya.

Freediving
Semenjak kedua peristiwa tersebut, minat terhadap freediving lahir. Bertumbuh perlahan. Prestasi Bucher menjadi titik awal freediving sebagai olahraga modern. Pada 1992, didirikanlah Association Internationale pour le Développement de l’Apnée atau AIDA (bahasa Inggris: International Association for the Development of Apnea). Lembaga itu mengurus catatan dan aturan berbagai disiplin ilmu dari apnea atau teknik menahan napas.

Kata apnea berasal dari bahasa Yunani, yaitu a pnoia yang berarti tanpa bernapas. Secara harfiah, kata apnea tidak berhubungan dengan kegiatan air, tapi dalam terminologi merujuk pada olahraga freediving.

Sebagai salah satu olahraga ekstrem nomor dua setelah base jumping (terjun bebas dari ketinggian di suatu tempat tertentu), freediving merupakan teknik menyelam bebas. Menyelam sampai beberapa meter dalamnya di laut dengan satu tarikan napas, mengandalkan kapasitas paru-paru, dan teknik menyelam atau berenang yang baik, serta ketenangan pikiran.

Praktik freediving sendiri sebenarnya telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Bukti mula-mula freediving adalah budaya Ertebolle dari Denmark dan Swedia yang melakukan penyelaman ke dasar laut untuk panen kerang.

Orang-orang Romawi dulu pun memiliki unit militer khusus freediving yang disebut Urniatores. Mereka bertugas mengambil barang-barang dari dasar laut serta mensabotase kapal musuh.

Sementara itu, dahulu di Jepang, bahkan mungkin sampai sekarang ada sekelompok wanita melakukan freediving yang dikenal dengan sebutan Ama. Mereka mengumpulkan mutiara, rumput laut, dan segala macam makanan dari bawah laut.

Kompetisi
Ada beberapa jenis kompetisi freediving. Setiap kompetisi memiliki rekor dunia, baik kategori pria maupun wanita. Beberapa di antaranya, static apnea, dynamic apnea,dan no limits apnea.
  • Static Apnea | Kompetisi menahan satu tarikan napas selama mungkin. Pemegang rekor dunia kategori pria saat ini adalah Branko Petrovic yang sanggup menahan napas 11 menit, 54 detik! Variasi lain static apnea adalah menghirup oksigen murni selama 30 menit sebelum berkompetisi yang bisa meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh
  • Dynamic Apnea | Mencapai jarak terdalam dengan sekali tarikan napas
  • No Limits Apnea | Kompetisi ini mengizinkan peserta menggunakan cara apa pun untuk mencapai kedalaman tertentu. Boleh menggunakan pemberat untuk membantu turun dan balon udara untuk mengangkat ke permukaan air. Herbert Nitsch dari Austria merupakan penyelam paling dalam. Pemegang 33 rekor dunia dalam berbagai varian. Pada 2007, ia mencetak rekor dengan menyelam sedalam 214 meter, kembali ke permukaan dengan selamat. Itu sama dengan menuruni 65 lantai sebuah gedung, lalu kembali ke atas dengan satu napas
Seseorang yang melakukan freediving harus belajar berkomunikasi dengan diri sendiri setiap saat. Mengapa? Agar dapat mengetahui kapan waktunya memaksakan diri, saat harus memilih mundur, serta keterbatasan dirinya pada hari H penyelaman. Misalnya, sedang memiliki masalah gendang telinga, demam, atau flu.

Bukan Scuba
Scuba (self-contained underwater breathing apparatus) berarti menyelam dengan peralatan oksigen. Plus aparatus lainnya seperti baju selam, sepatu atau kaki katak (fins), regulator, pemberat untuk tubuh, dan lain-lain.

Melakukan scuba diving berarti berada lama di dalam air. Penjelajahan bawah laut jadi kian jauh dan asyik. Namun, jangan terlalu terlena dengan objek-objek indah yang terlihat. Perlu memperhatikan keadaan sekeliling juga. Baca arus, sebab jangan sampai terbawa arus karena jarang melihat saksama keadaan.

Meskipun mampu mencapai kedalaman lebih jauh ketimbang scuba diving, freediving umumnya tidak menimbulkan serangan dekompresisuatu keadaan medis saat akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta sistem syaraf. Akibatnya, tubuh mati rasa. Bahkan dapat mengakibatkan lumpuh atau stroke ringan, sampai kematian.

Hal itu terjadi ketika scuba diver tidak bisa mengurangi tekanan udara dalam tubuhnya dengan cukup sebelum mereka dapat kembali ke permukaan. Freediving tidak memiliki risiko itu karena penyelam hanya mengambil satu tarikan napas di permukaan dan menghabiskan hanya beberapa menit di bawah air. Saat freediver turun, paru-paru memang terkompresi, namun mengembang kembali ketika naik. Dalam kondisi singkat tersebut, tidak ada waktu cukup bagi nitrogen untuk menyatu dalam darah karena nitrogen langsung terlepas saat freediver sampai di permukaan.

Akan tetapi, bukan tidak mungkin freediver terkena serangan dekompresi. Melakukan freediving pun tetap bisa saja terkena, tapi kecil kemungkinannya. Serangan dekompresi bisa menerjang freediver yang melakukan penyelaman beberapa kali dalam sehari.

Karena risikonya yang tinggi, freediving tidak dimasukkan ke olimpiade.

Jika di dalam scuba diving dibutuhkan tingkatan dan lisensi supaya boleh menyelam sampai kedalaman tertentu, tidak begitu halnya dengan freediving.

Beda kedua jenis penyelaman tersebut tersimpul baik oleh Herbert Nitsch yang berkata, “The scuba diver dives to look around. The freediver dives to look inside (Penyelam scuba menyelam untuk melihat-lihat sekeliling. Penyelam freedive menyelam untuk melihat ke dalam dirinya sendiri).”

Perubahan Refleks
Menyelam ke tempat yang sangat dalam bukanlah mustahil. Semua mamalia memiliki refleks menyelam dengan tingkat bervariasi. Tapi, ada sejumlah perubahan ketika mulai terjadi refleks. Misalnya, denyut jantung melambat setelah air dingin menyentuh wajah. Denyut jantung manusia dapat dikurangi hingga 25%. Denyut jantung terpelan seorang freediver yang pernah terekam adalah 14 denyut per menit! Memercikkan air ke muka saat kita sedang merasa tak enak badan atau gugup pun bisa menimbulkan perubahan seperti ini.

Ada hal lain yang terjadi saat seseorang menyelam. Kemampuan mengapung seorang penyelam akan berbalik membawa mereka turun. Maksudnya? Ya, jika kita terombang-ambing atau terapung saat berada di permukaan laut, berarti kita bertipe positif karena tubuh kita tidak lebih padat daripada air di sekitar kita. Tapi, bila kita turun cukup jauh ke bawah, tubuh kita lebih padat karena tekanan di sekitar kita meningkat dan menekan tubuh kita.

Antara kedalaman sekitar 7-12 meter di bawah permukaan laut, kita akan berada dalam titik netral atau tidak lagi merasa seperti sedang didorong ataupun diangkat ke permukaan. Jika melewati batas tak terlihat tersebut, kita akan berubah menjadi tipe negatif dan mulai tenggelam. Itulah yang membuat freediver dapat meluncur sampai batas kedalaman yang mereka inginkan dan pemburu ikan serta mutiara dapat berjalan di dasar laut yang belum terlalu dalam seperti sedang berjalan di permukaan bulan.

Faktor Keselamatan
Ada beberapa dampak risiko freediving, yaitu kontraksi, pingsan, kehilangan kendali diri, dan kesulitan bernapas yang dapat menyebabkan kematian. Namun, dengan kedisiplinan menaati aturan-aturan, freediving tergolong aman, menyenangkan.
  • Kontraksi | Kontraksi bisa terjadi di atas perut pada beberapa titik selama menahan napas. Ini refleks alami sebab adanya dorongan untuk mengambil napas, biasanya karena peningkatan level CO². Mengalami kontraksi bukan berarti harus langsung naik ke permukaan dan bernapas
  • Kehilangan Kendali Diri | Ini terjadi ketika tingkat oksigen terlalu rendah. Saat mengalaminya, tubuh berguncang dari ringan hingga menjadi sangat kuat seperti orang yang mengalami stroke
  • Pingsan | Ada dua jenis: Pingsan pada air dangkal (shallow water black-out), yaitu mendadak hilang kesadaran; pingsan di dalam kolam (pool blackout), yaitu ketika tingkat oksigen terlalu rendah karena menahan napas terlalu lama

Buddy
Di dalam freediving, ada istilah buddy, yaitu sebuah sistem supaya menyelam dengan aman. Inti sistem ini adalah jangan pernah menyelam tanpa seorang buddy atau teman!

Saat seseorang menyelam, maka penyelam lain harus berada di permukaan untuk mengawasi penyelam yang di bawah air. Seorang buddy selalu memperhatikan penyelam dan memberi kode, selalu menemani.

Melakukan freediving pun perlu mengerti teknik dasar pernapasan yang baik.Cara terbaik untuk mengambil napas adalah bernapas dengan lambat, tetapi dengan napas yang dalam.Teknik pernapasan yang paling sering digunakan adalah teknik pernapasan dada ataupun perut. Cobalah menghirup udara hingga perut mengembang ke depan. Jika berhasil, hiruplah lebih dalam dengan menggunakan dada dan perut. Teknik ini membuat pernapasan melambat dan menjadikan kita lebih relaks.

Relaksasi & Visualisasi
Dalam freediving, relaksasi itu penting. Jika tidak relaks, tidak akan dapat freediving dengan benar. Ketika melakukan static apnea, misalnya, harus benar-benar relaks. Setiap pergerakan otot-otot yang tegang akan memakan banyak oksigen dan energi.

Ketika melakukan static apnea, hindari memikirkan waktu ataupun jumlah udara yang tersisa. Sebaliknya, visualisasikan hal-hal yang indah. Pindahkan satu pikiran atau visualisasikan menuju hal lain. Cobalah untuk tidak memikirkan hal-hal buruk; pikirkan hal-hal yang baik saja.

Beberapa orang atau penyelam dapat mengosongkan pikiran mereka, tidak memikirkan apa-apa. Tapi, itu tak dapat dicapai dengan berpikir bahwa kita tidak sedang memikirkan apa-apa. Jika kita berpikir bahwa kita tidak sedang memikirkan apa-apa, berarti kita masih berpikir.

Menurut artis yang beberapa kali mencoba freediving, Nadine Chandrawinata, inti freediving adalah jangan panik.

Nadine meneruskan, “Pintar-pintarlah mengatur oksigen yang ada di paru-paru. Jangan tunggu oksigen habis, baru naik ke permukaan. Namun, jangan terlalu cepat naik kalau masih merasa ada cukup oksigen di paru-paru. Biasakan diri untuk berada di kedalaman. Semakin dalam, tekanan akan makin kuat, biasakan dengan hal itu. Juga jangan panik saat terjadi masalah. Kepanikan hanya akan membuat Anda kehabisan oksigen lebih cepat dari semestinya.”

Tapi, bagaimana kita mengubah kebiasaan bernapas yang kita lakukan sehari-hari? Seumur hidup secara refleks atau tanpa berpikir tentang bernapas itu? Keinginan untuk menarik napas kita rasakan, dan bukannya kita pikirkan. Sementara itu, tendensi membuang atau mengembuskan napas pun muncul dengan sendirinya ketika menahan napas.

Sering kali tanpa kita sadari, keinginan menarik dan membuang napas itu datang dari pikiran yang diterjemahkan ke dalam bentuk perasaan atau alam bawah sadar. Lalu, otak menerima perintah, menerjemahkan dan meneruskan ke organ-organ tubuh yang bertugas untuk itu, termasuk alam bawah sadar atau perasaan kita. Perintah yang diterima otak tersebut dipengaruhi oleh level O2 dan CO2 di dalam tubuh.

CO2 memberi tahu otak untuk mengambil napas, sedangkan otak meneruskan perintah itu ke bagian-bagian tubuh yang bertugas untuk itu, yaitu paru-paru. Semua itu tidak kita sadari sehingga timbul perasaan untuk mengambil napas. Proses yang terjadi begitu cepat inilah yang bersifat refleks.

Berani
Sebenarnya, banyak orang yang melakukan freediving tanpa menyadarinya! Siapa pun yang menahan napas dan menyelam di kedalaman air tertentu dan menikmatinya, misalnya di kolam renang, itu adalah freediving.

Selama kesehatan dan kemampuan berenang mumpuni, mungkin ini aktivitas atau olahraga alternatif yang pas mengisi liburan maupun melepas stres.

Jika ingin menekuni freediving, pintu peluang terbuka lebar karena tak ada batasan usia untuk mendalaminya maupun mengikuti kompetisi-kompetisi. Selain itu, eratnya korelasi antara menguasai pikiran dan freediving, maka dengan mempelajarinya, Anda bisa lebih melatih ketenangan pikiran.

Jadi, berani uji adrenalin via freediving?




















(disadur dari berbagai sumber)

September 21, 2016

The teacher leaning hard on Thee

The Teacher
by Leslie Pinckney Hill

LORD, who am I to teach the way     
To little children day by day, 
So prone myself to go astray?           

I teach them KNOWLEDGE, but I know         
How faint they flicker and how low
The candles of my knowledge glow. 

I teach them POWER to will and do, 
But only now to learn anew   
My own great weakness through and through.        

I teach them LOVE for all mankind
And all God’s creatures, but I find     
My love comes lagging far behind.   

Lord, if their guide I still must be,     
Oh let the little children see  
The teacher leaning hard on Thee.