Menyelam
sampai kedalaman 50 meter di laut dengan sekali tarikan napas tanpa peralatan
selam atau aparatus bantu apa pun, mungkin terdengar gila. Tapi bagi sebagian
orang, itu malah dianggap seni berkomunikasi dengan alam. Menyatu dengan
lautan.
Sebenarnya
menyelam sampai kedalaman tertentu di laut sudah dimulai sejak dulu.
Pada
1913, La Regina Margherita, sebuah kapal Italia kehilangan jangkar di
Pantai Yunani. Karena itu, pihak kapal mengadakan semacam sayembara: orang yang
berhasil menemukan dan mengambilkan jangkar tersebut akan diberi hadiah.
Haggi
Statti menerima tantangan itu. Ia menyelam kira-kira sedalam 70 meter, dan
berhasil mengambil jangkar tersebut. Banyak orang sangsi. Menganggapnya isapan
jempol. Namun, bertahun-tahun kemudian pada 2001, Angkatan Laut Italia
mengkonfirmasi cerita itu benar adanya.
Sains
menyimpulkan bahwa seorang penyelam pasti mati pada kedalaman sekian puluh
meter karena Hukum Boyle menyatakan, paru-paru penyelam akan hancur pada
tekanan air yang dalam.
Akan
tetapi, pada 1949, seorang letnan militer dari Angkatan Udara Italia, Raimondo
Bucher menyelam tanpa alat bantu sedalam 30 meter di Teluk Naples. Dan ia
menang taruhan 50.000 lira. Untungnya, proses penyelaman di depan banyak
pejabat sehingga terbukti kesahihannya.
Freediving
Semenjak
kedua peristiwa tersebut, minat terhadap freediving lahir. Bertumbuh
perlahan. Prestasi Bucher menjadi titik awal freediving sebagai olahraga
modern. Pada 1992, didirikanlah Association Internationale pour le
Développement de l’Apnée atau AIDA (bahasa Inggris: International Association
for the Development of Apnea). Lembaga itu mengurus catatan dan aturan berbagai
disiplin ilmu dari apnea atau teknik menahan napas.
Kata apnea
berasal dari bahasa Yunani, yaitu a pnoia yang berarti tanpa bernapas.
Secara harfiah, kata apnea tidak berhubungan dengan kegiatan air, tapi
dalam terminologi merujuk pada olahraga freediving.
Sebagai
salah satu olahraga ekstrem nomor dua setelah base jumping (terjun bebas
dari ketinggian di suatu tempat tertentu), freediving merupakan teknik
menyelam bebas. Menyelam sampai beberapa meter dalamnya di laut dengan satu
tarikan napas, mengandalkan kapasitas paru-paru, dan teknik menyelam atau
berenang yang baik, serta ketenangan pikiran.
Praktik
freediving sendiri sebenarnya telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Bukti mula-mula freediving adalah budaya Ertebolle dari Denmark dan
Swedia yang melakukan penyelaman ke dasar laut untuk panen kerang.
Orang-orang
Romawi dulu pun memiliki unit militer khusus freediving yang disebut Urniatores.
Mereka bertugas mengambil barang-barang dari dasar laut serta mensabotase kapal
musuh.
Sementara
itu, dahulu di Jepang, bahkan mungkin sampai sekarang ada sekelompok wanita
melakukan freediving yang dikenal dengan sebutan Ama. Mereka
mengumpulkan mutiara, rumput laut, dan segala macam makanan dari bawah laut.
Kompetisi
Ada
beberapa jenis kompetisi freediving. Setiap kompetisi memiliki rekor
dunia, baik kategori pria maupun wanita. Beberapa di antaranya, static apnea,
dynamic apnea,dan no limits apnea.
- Static Apnea | Kompetisi menahan satu tarikan napas selama mungkin. Pemegang rekor dunia kategori pria saat ini adalah Branko Petrovic yang sanggup menahan napas 11 menit, 54 detik! Variasi lain static apnea adalah menghirup oksigen murni selama 30 menit sebelum berkompetisi yang bisa meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh
- Dynamic Apnea | Mencapai jarak terdalam dengan sekali tarikan napas
- No Limits Apnea | Kompetisi ini mengizinkan peserta menggunakan cara apa pun untuk mencapai kedalaman tertentu. Boleh menggunakan pemberat untuk membantu turun dan balon udara untuk mengangkat ke permukaan air. Herbert Nitsch dari Austria merupakan penyelam paling dalam. Pemegang 33 rekor dunia dalam berbagai varian. Pada 2007, ia mencetak rekor dengan menyelam sedalam 214 meter, kembali ke permukaan dengan selamat. Itu sama dengan menuruni 65 lantai sebuah gedung, lalu kembali ke atas dengan satu napas
Seseorang
yang melakukan freediving harus belajar berkomunikasi dengan diri
sendiri setiap saat. Mengapa? Agar dapat mengetahui kapan waktunya memaksakan
diri, saat harus memilih mundur, serta keterbatasan dirinya pada hari H
penyelaman. Misalnya, sedang memiliki masalah gendang telinga, demam, atau flu.
Bukan
Scuba
Scuba (self-contained underwater breathing apparatus)
berarti menyelam dengan peralatan oksigen. Plus aparatus lainnya seperti baju
selam, sepatu atau kaki katak (fins), regulator, pemberat untuk tubuh,
dan lain-lain.
Melakukan
scuba diving berarti berada lama di dalam air. Penjelajahan bawah laut
jadi kian jauh dan asyik. Namun, jangan terlalu terlena dengan objek-objek
indah yang terlihat. Perlu memperhatikan keadaan sekeliling juga. Baca arus,
sebab jangan sampai terbawa arus karena jarang melihat saksama keadaan.
Meskipun
mampu mencapai kedalaman lebih jauh ketimbang scuba diving, freediving
umumnya tidak menimbulkan serangan dekompresi―suatu keadaan medis saat akumulasi nitrogen yang
terlarut setelah menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah
serta sistem syaraf. Akibatnya, tubuh mati rasa. Bahkan dapat mengakibatkan
lumpuh atau stroke ringan, sampai kematian.
Hal itu
terjadi ketika scuba diver tidak bisa mengurangi tekanan udara dalam
tubuhnya dengan cukup sebelum mereka dapat kembali ke permukaan. Freediving
tidak memiliki risiko itu karena penyelam hanya mengambil satu tarikan napas di
permukaan dan menghabiskan hanya beberapa menit di bawah air. Saat freediver
turun, paru-paru memang terkompresi, namun mengembang kembali ketika naik.
Dalam kondisi singkat tersebut, tidak ada waktu cukup bagi nitrogen untuk
menyatu dalam darah karena nitrogen langsung terlepas saat freediver
sampai di permukaan.
Akan
tetapi, bukan tidak mungkin freediver terkena serangan dekompresi.
Melakukan freediving pun tetap bisa saja terkena, tapi kecil
kemungkinannya. Serangan dekompresi bisa menerjang freediver yang
melakukan penyelaman beberapa kali dalam sehari.
Karena
risikonya yang tinggi, freediving tidak dimasukkan ke olimpiade.
Jika
di dalam scuba diving dibutuhkan tingkatan dan lisensi supaya boleh
menyelam sampai kedalaman tertentu, tidak begitu halnya dengan freediving.
Beda
kedua jenis penyelaman tersebut tersimpul baik oleh Herbert Nitsch yang
berkata, “The scuba diver dives to look around. The freediver dives to look
inside (Penyelam scuba menyelam untuk melihat-lihat sekeliling.
Penyelam freedive menyelam untuk melihat ke dalam dirinya sendiri).”
Perubahan
Refleks
Menyelam
ke tempat yang sangat dalam bukanlah mustahil. Semua mamalia memiliki refleks
menyelam dengan tingkat bervariasi. Tapi, ada sejumlah perubahan ketika mulai
terjadi refleks. Misalnya, denyut jantung melambat setelah air dingin menyentuh
wajah. Denyut jantung manusia dapat dikurangi hingga 25%. Denyut jantung
terpelan seorang freediver yang pernah terekam adalah 14 denyut per
menit! Memercikkan air ke muka saat kita sedang merasa tak enak badan atau
gugup pun bisa menimbulkan perubahan seperti ini.
Ada
hal lain yang terjadi saat seseorang menyelam. Kemampuan mengapung seorang
penyelam akan berbalik membawa mereka turun. Maksudnya? Ya, jika kita
terombang-ambing atau terapung saat berada di permukaan laut, berarti kita
bertipe positif karena tubuh kita tidak lebih padat daripada air di sekitar
kita. Tapi, bila kita turun cukup jauh ke bawah, tubuh kita lebih padat karena
tekanan di sekitar kita meningkat dan menekan tubuh kita.
Antara
kedalaman sekitar 7-12 meter di bawah permukaan laut, kita akan berada dalam
titik netral atau tidak lagi merasa seperti sedang didorong ataupun diangkat ke
permukaan. Jika melewati batas tak terlihat tersebut, kita akan berubah menjadi
tipe negatif dan mulai tenggelam. Itulah yang membuat freediver dapat
meluncur sampai batas kedalaman yang mereka inginkan dan pemburu ikan serta
mutiara dapat berjalan di dasar laut yang belum terlalu dalam seperti sedang
berjalan di permukaan bulan.
Faktor
Keselamatan
Ada
beberapa dampak risiko freediving, yaitu kontraksi, pingsan, kehilangan
kendali diri, dan kesulitan bernapas yang dapat menyebabkan kematian. Namun,
dengan kedisiplinan menaati aturan-aturan, freediving tergolong aman,
menyenangkan.
- Kontraksi | Kontraksi bisa terjadi di atas perut pada beberapa titik selama menahan napas. Ini refleks alami sebab adanya dorongan untuk mengambil napas, biasanya karena peningkatan level CO². Mengalami kontraksi bukan berarti harus langsung naik ke permukaan dan bernapas
- Kehilangan Kendali Diri | Ini terjadi ketika tingkat oksigen terlalu rendah. Saat mengalaminya, tubuh berguncang dari ringan hingga menjadi sangat kuat seperti orang yang mengalami stroke
- Pingsan | Ada dua jenis: Pingsan pada air dangkal (shallow water black-out), yaitu mendadak hilang kesadaran; pingsan di dalam kolam (pool blackout), yaitu ketika tingkat oksigen terlalu rendah karena menahan napas terlalu lama
Buddy
Di
dalam freediving, ada istilah buddy, yaitu sebuah sistem supaya
menyelam dengan aman. Inti sistem ini adalah jangan pernah menyelam tanpa
seorang buddy atau teman!
Saat
seseorang menyelam, maka penyelam lain harus berada di permukaan untuk
mengawasi penyelam yang di bawah air. Seorang buddy selalu memperhatikan
penyelam dan memberi kode, selalu menemani.
Melakukan
freediving pun perlu mengerti teknik dasar pernapasan yang baik.Cara
terbaik untuk mengambil napas adalah bernapas dengan lambat, tetapi dengan
napas yang dalam.Teknik pernapasan yang paling sering digunakan adalah teknik
pernapasan dada ataupun perut. Cobalah menghirup udara hingga perut mengembang
ke depan. Jika berhasil, hiruplah lebih dalam dengan menggunakan dada dan
perut. Teknik ini membuat pernapasan melambat dan menjadikan kita lebih relaks.
Relaksasi
& Visualisasi
Dalam
freediving, relaksasi itu penting. Jika tidak relaks, tidak akan dapat freediving
dengan benar. Ketika melakukan static apnea, misalnya, harus benar-benar
relaks. Setiap pergerakan otot-otot yang tegang akan memakan banyak oksigen dan
energi.
Ketika
melakukan static apnea, hindari memikirkan waktu ataupun jumlah udara
yang tersisa. Sebaliknya, visualisasikan hal-hal yang indah. Pindahkan satu
pikiran atau visualisasikan menuju hal lain. Cobalah untuk tidak memikirkan
hal-hal buruk; pikirkan hal-hal yang baik saja.
Beberapa
orang atau penyelam dapat mengosongkan pikiran mereka, tidak memikirkan
apa-apa. Tapi, itu tak dapat dicapai dengan berpikir bahwa kita tidak sedang
memikirkan apa-apa. Jika kita berpikir bahwa kita tidak sedang memikirkan
apa-apa, berarti kita masih berpikir.
Menurut
artis yang beberapa kali mencoba freediving, Nadine Chandrawinata, inti freediving
adalah jangan panik.
Nadine
meneruskan, “Pintar-pintarlah mengatur oksigen yang ada di paru-paru. Jangan
tunggu oksigen habis, baru naik ke permukaan. Namun, jangan terlalu cepat naik
kalau masih merasa ada cukup oksigen di paru-paru. Biasakan diri untuk berada
di kedalaman. Semakin dalam, tekanan akan makin kuat, biasakan dengan hal itu.
Juga jangan panik saat terjadi masalah. Kepanikan hanya akan membuat Anda
kehabisan oksigen lebih cepat dari semestinya.”
Tapi,
bagaimana kita mengubah kebiasaan bernapas yang kita lakukan sehari-hari?
Seumur hidup secara refleks atau tanpa berpikir tentang bernapas itu? Keinginan
untuk menarik napas kita rasakan, dan bukannya kita pikirkan. Sementara itu,
tendensi membuang atau mengembuskan napas pun muncul dengan sendirinya ketika
menahan napas.
Sering
kali tanpa kita sadari, keinginan menarik dan membuang napas itu datang dari
pikiran yang diterjemahkan ke dalam bentuk perasaan atau alam bawah sadar.
Lalu, otak menerima perintah, menerjemahkan dan meneruskan ke organ-organ tubuh
yang bertugas untuk itu, termasuk alam bawah sadar atau perasaan kita. Perintah
yang diterima otak tersebut dipengaruhi oleh level O2 dan CO2
di dalam tubuh.
CO2
memberi tahu otak untuk mengambil napas, sedangkan otak meneruskan perintah itu
ke bagian-bagian tubuh yang bertugas untuk itu, yaitu paru-paru. Semua itu
tidak kita sadari sehingga timbul perasaan untuk mengambil napas. Proses yang
terjadi begitu cepat inilah yang bersifat refleks.
Berani
Sebenarnya,
banyak orang yang melakukan freediving tanpa menyadarinya! Siapa pun
yang menahan napas dan menyelam di kedalaman air tertentu dan menikmatinya,
misalnya di kolam renang, itu adalah freediving.
Selama
kesehatan dan kemampuan berenang mumpuni, mungkin ini aktivitas atau olahraga
alternatif yang pas mengisi liburan maupun melepas stres.
Jika
ingin menekuni freediving, pintu peluang terbuka lebar karena tak ada
batasan usia untuk mendalaminya maupun mengikuti kompetisi-kompetisi. Selain
itu, eratnya korelasi antara menguasai pikiran dan freediving, maka
dengan mempelajarinya, Anda bisa lebih melatih ketenangan pikiran.
Jadi, berani uji adrenalin via freediving?