July 2, 2022

Turn Off the Flow

Sebuah berita pernah mengabarkan ada semacam terapi di pulau Bali yang mengajak yang mengikutinya untuk tidak berbicara selama lima hari. Sepatah kata pun!

Selama lima hari.

Sanggupkah Saudara dan saya sungguh-sungguh melakukannya?

Apalagi menurut sebuah referensi, seorang wanita saja perlu mengeluarkan kata-kata sebanyak 20.000 kata per hari, kurang lebih. Itu setara 834 kata sejam; 14 kata per menit. Bila tidak, mereka mungkin akan merasa stres.

Memang kita perlu waktu untuk tenang, tetapi tidak mesti sampai lima hari seperti itu, bukan? Kita juga butuh waktu menyendiri, terutama supaya dapat berbicara dari hati ke hati dengan Bapa melalui saat teduh pribadi. Masihkah kita melakukannya?

Setidaknya, itulah teladan Tuhan Yesus.

"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1 : 35)

Lagipula, polusi suara terkadang rasanya lebih buruk daripada polusi udara. Firman-Nya mengingatkan, “Orang yang terlalu banyak bicara memasukkan dirinya ke dalam kesulitan. Orang yang bijak belajar berdiam diri” (VMD).

Makin banyak bicara, makin banyak kemungkinan berdosa; orang yang dapat mengendalikan lidahnya adalah bijaksana. (BIS)

Don’t talk too much, for it fosters sin. Be sensible and turn off the flow! (NLT)

Terkait banyak bicara juga, teringat saya akan lagu yang pernah kami nyanyikan sewaktu di paduan suara yang menyatakan, “Gossip, gossip evil thing, much unhappiness it brings. If you can’t say something nice, don’t talk at all is my advice.” Gosip memang kalau semakin digosok, terasa makin asyik, padahal kita mungkin menyadari bahwa orang yang membicarakan hal kurang baik tentang orang lain kepada kita, juga akan membicarakan hal yang kurang baik tentang kita pada orang lain.

Yahobus 3 : 2 (BSD), “Kita semua sering membuat kesalahan. Tetapi jika kita dapat mengendalikan lidah kita, maka kita akan menjadi dewasa dan dapat menguasai seluruh tubuh kita.”

SAUDARA sekalian yang saya kasihi, jangan suka mempersalahkan orang, karena kita semua melakukan kesalahan. Jika sebagai guru agama, yang seharusnya lebih mengetahui, kita melakukan kesalahan, maka hukuman bagi kita akan lebih besar daripada hukuman bagi orang lain. Kalau seseorang dapat mengendalikan lidahnya, ini membuktikan bahwa ia dapat mengendalikan diri dalam segala-galanya. (FAYH)

And none of us is perfectly qualified. We get it wrong nearly every time we open our mouths. If you could find someone whose speech was perfectly true, you'd have a perfect person, in perfect control of life. (MSG)

Matthew Henry menerangkan lebih jauh lagi, orang yang tidak bersalah dalam perkataannya membuktikanya sebagai orang Kristen yang bukan hanya tulus, melainkan juga matang serta bertumbuh. Semakin besar mulut kita, semakin kita harus berusaha mengendalikannya. Jika tidak, sama seperti kuda yang liar dan susah diatur akan membawa kabur penunggangnya, atau melemparkan dia, demikian pula lidah yang liar akan melayani orang-orang yang dengan cara serupa tidak dapat mengendalikannya.

Amsal 16 : 28 (BBE), “A man of twisted purposes is a cause of fighting everywhere: and he who says evil secretly makes trouble between friends.”

Troublemakers start fights; gossips break up friendships. (MSG)

Gossip is no good! It causes hard feelings and comes between friends. (CEV)

~ FG