Capt. Budi Soehardi adalah mantan pilot dari sejumlah
maskapai penerbangan kelas internasional. Saat ini beliau mengelola Panti Asuhan
Roslin yang beliau dirikan bersama istri, Rosalinda Panagia "Peggy" Maria Lakusa di
Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Beliau pun meraih penghargaan CNN Heroes pada tahun 2009 atas jasa kemanusiaannya itu.
Mereka dikaruniai tiga anak kandung—Christine,
Tassya, serta Christian.
Meski tanpa pengetahuan & pengalaman
lembaga sosial, mereka berdua membuka panti asuhan itu.
ROSLIN merupakan akronim dari nama
Rosalin yang merupakan nenek dari Peggy, serta Violin yang merupakan adik neneknya itu, karena keduanya menanamkan nilai-nilai yang berharga.
Panti Asuhan Roslin bermula pada 1999 dengan menyewa sebuah rumah sederhana, dan ketika dibuka,
hanya ada empat bayi yang mereka rawat. Itu pun bayi-bayi yang sebenarnya telantar karena tidak ada yang
mengurus dengan kondisi begitu kurus, kurang gizi, dan tubuh penuh luka.
Menginjak tahun 2002, Capt. Budi Soehardi
mulai membangun tempat permanen panti asuhan itu dari hasil sebagian
gajinya yang beliau rutin sisihkan.
Awal beliau memiliki hati mendirikan panti asuhan adalah setelah menyaksikan tayangan di televisi tentang kamp
pengungsi di Atambua, NTT. Para pengungsi membagi satu mie instan untuk
seluruh keluarga, memasaknya di kaleng bekas sambil menambahkan "sayuran"
di sekitar mereka seperti rumput liar.
Niat baik beliau sempat menjadi gunjingan
masyarakat yang mengira menjadi sindikat penjual bayi. Namun, beliau beserta keluarga tidak mau menyerah karena
tudingan tersebut.
Jumlah anak asuh di Panti Asuhan Roslin sekarang
sudah mencapai lebih dari seratus anak. Bahkan, beberapa sudah lulus sekolah,
hingga perguruan tinggi. Saat orang lain enggan mengakui anak, mantan pilot
tersebut justru mengasuh ratusan anak angkat.
Chappy Hakim, yang merupakan seorang
penulis serta mantan pilot juga, pernah menulis tentang Capt. Budi Soehardi:
"Dia tidaklah dan jauh dari satu upaya mencari award dalam bekerja
mengelola panti asuhan bagi anak telantar pengungsi Tim Tim. Dia membuktikan
kepada dunia bahwa dirinya beserta Peggy dan ketiga anaknya adalah orang-orang
yang benar-benar tulus & berhati mulia. Mereka mengesampingkan kemewahan &
keglamoran yang bisa dengan mudah diperoleh, untuk mencari sesuatu yang lebih
bermakna dalam hidup."
Tulisan kali ini tidak akan mengupas
terlalu panjang tentang panti asuhan beliau maupun tentang Capt. Budi Soehardi
sendiri, melainkan saya tertarik dengan sebuah catatan dari beliau tentang Fakta di Balik Senyuman Tulus Pramugari. Semoga bisa bermanfaat & menjadi pelajaran berharga.
Beliau akan menyempatkan diri untuk
hadir serta berbagi pengalaman hidup serta kesaksian pada Rabu, 7 November 2018
di GBI PRJ pada pukul 19.00 WIB, di Integrity
Convention Centre, Mall MGK lt. 9, Jl. Angkasa Kav. B - 6, Kemayoran, Jakarta
Pusat.
Berikut ini catatan Capt. Budi Soehardi.
***
Fakta
di Balik Senyuman Tulus Pramugari
Ketika bepergian dengan pesawat—entah
itu low cost, penerbangan domestik,
internasional, apa pun namanya—kamu akan bertemu perempuan berseragam dan
menyambutmu dengan senyum.
Kamu tidak pernah tahu: Mereka dilatih
masuk hutan & berenang di laut untuk menolongmu dalam kondisi terburuk.
Kamu tidak pernah tahu: Mereka
membagikan makanan untuk kamu, setelah itu baru dia makan untuk dirinya.
Kamu tidak pernah tahu: Untuk cabin crew yang Muslim, mereka lebih
sering tayamum daripada wudhu. Mereka sholat dengan cara duduk di
jump seat-nya seolah baru sakit. Mereka
sholat tak tentu waktu karena mereka berpindah-pindah sangat cepat. Mereka sholat
tak tentu arah Ka'bah. "Inilah keterbatasanku dalam pencarian
nafkahku. Bahkan antara aku & Sang Penciptaku."
Kamu tidak pernah tahu: Saat pesawat
panas karena AC error, mereka juga kepanasan. Bukan hanya kamu. Jadi,
berhentilah menggerutu pada mereka.
Kamu tidak pernah tahu: Mereka hari ini
sudah menjalani 6x flight yang delay dengan penumpang yang menggerutu,
dan tetap harus tersenyum. Senyumnyalah senjatanya.
Kamu tidak pernah tahu: Macam penumpang-pnumpang
yang naik di pesawat. Dari orang kantor sampai tukang sol sepatu. Dari yang
diam, berisik, sampai yang jahil sekalipun, dia harus menegur dengan senyum
& sopan.
Kamu tidak pernah tahu: Berapa kali
mereka digoda penumpang dalam sehari? Dari anak muda bau kencur sampai orangtua bau
tanah. Mereka harus tetap berlaku ramah, menghindar dengan halus walau
hasrat hati ingin melempar sepatu ke mukanya.
Kamu juga tidak tahu: Mereka bisa
mengatasi penyakit jantung, asma, dll., membantu persalinan, mengoperasikan emergency equipment, mengatasi teroris, menjinakkan
bom, dll. karena di pesawat cuma mereka yang bisa kalian andalkan, maka
pelatihan ekstra diberikan kepada mereka.
Kamu tidak pernah tahu: Mereka berdoa
supaya semua lancar selama penerbangan, mereka juga bisa pulang dengan selamat.
Kadang kamu melihat mereka tersenyum
sejak take-off sampai landing, padahal
kamu tidak tahu, jauh di dalam hatinya, mereka menangis rindu keluarga & memikirkan
ayah bundanya yang semakin menua.
Kadang kamu melihat mereka dengan barang
bermerek, padahal mereka berbelanja karena berusaha melupakan segala rasa
kangen untuk pulang ke rumah oleh sebab terhalang tugas.
Kadang kamu melihat mereka berjalan
tergesa-gesa di pintu terminal, padahal yang kamu tidak tahu, mereka ingin
harinya cepat berlalu, segera besok, dan hari selanjutnya, menjadikan sehari
lebih dekat dengan cuti tahunan mereka. Sebab ini melelahkan & menjemukan—jauh
dari keluarga.
Kadang kamu melihat mereka duduk di jump seat ketika selesai service, mereka
tidak juga memejamkan matanya, padahal kamu tidak tahu, mereka sangat mengantuk
sampai bisa tidur tanpa harus memejamkan mata! Mereka menjalani flight pagi buta, bahkan ayam belum
berkokok pun, ataupun flight tengah
malam barengan sama "kuntilanak cari makan".
Kadang kamu protes karena tidak ada
pilihan untuk makan siangmu, padahal kamu tidak pernah tahu, mereka pun ingin
memenuhi keinginanmu, tapi mereka tidak mampu berbuat apa-apa. Karena tak semuanya
ada di sini. Ini pesawat, bukan hotel bintang. Mereka frontliners yang sering kena omelan kalian.
Kadang kamu minta mereka membawakan
tentenganmu ke bagasi di atas tempat duduk, padahal kamu tidak tahu, mereka sebenarnya
tidak diizinkan melakukannya. Di samping itu, mereka cewek, bagaimana kalau semua
penumpang meminta hal yang sama…? Maaf, mereka
pramugari, bukan kuli…
Dan kamu tidak pernah tahu, mereka
sangat berharap ada di posisi sepertimu: Bepergian dengan keluarga, duduk di
samping orang yang disayangi, bersebelahan dengan kekasih untuk berangkat
liburan, pulang untuk mudik Lebaran, Natal, dll. karena mereka tak seberuntung
kamu ketika mereka melihat ke luar pesawat. Mereka ingin apa yang terjadi di
luar sana, karena 70 persen waktunya dihabiskan di dalam burung besi itu.
Bukan hanya tingkat cantik, smart, & bodi bagus, salari tinggi, sarapan
di Medan, makan siang di Singapura, menumpang toilet pipis di Denpasar, makan
malam di Makassar, dan tidur di Sydney. Ini tentang hati. Ini tentang social time yang terenggut. Ini tentang
profesionalitas. Tersenyum atas nama profesionalisme. Mau tulus atau palsu bukan
menu pokoknya.
—oleh Capt. Budi Soehardi