March 30, 2012

A Language In Difficult Situations


Pada 27 Maret 2012 lalu, waktu saya ikut kursus bahasa Inggris―ya, saya masih perlu ikut pelatihan semacam ini―di kantor, saya memperoleh suatu pengetahuan yang bisa dibilang baru, ya. Apa itu? Bahwa saat kita tak bisa mengontrol emosi kita, maka kata-kata akan menyembur keluar dari mulut kita. Bukan hanya itu. Di kala kita mengalami situasi-situasi sulit, kita akan berbahasa (berbicara atau berkata-kata) dalam bahasa yang kita kuasai. Amat sukar bagi kita untuk memikirkan bahasa lain.

Bahasa apakah yang kita kuasai saat-saat seperti itu—geram, gundah, getir, atau galau, dan lain-lain?

Mungkin bahasa Inggris.

Atau bahasa Jepang mungkin?

Tentu bahasa Indonesia.

Atau bisa jadi bahasa Rusia, atau Jerman, atau Perancis dengan segala keindahannya.

Atau glosolalia.


I think that we should try to keep the possibilities of language and the richness of language alive. We should avoid cliché or expressions which are shallow. I think that if people lose the ability to use language in a subtle way, then their internal lives will suffer. If they don’t have the words for emotions and reactions to the world, then they can’t have those reactions… we choose words to express our inner state. The difficulty is that it gets out of control. What worries me is that I see the richness of language being weakened. You see people using very shallow functional language when they could be using something richer, something which takes them further, which expands their inner world.
―Alexander McCall Smith

March 29, 2012

Mengapa Paulus (Dulu) Terbiarkan Menjadi Seorang Pembunuh?*

Paulus merupakan salah satu rasul yang paling terkenal. Hampir separuh Perjanjian Baru (PB) diisi dengan karya-karyanya. Ia pun merupakan salah satu pelopor penginjilan kepada bangsa non-Yahudi. Pengaruhnya pada gereja mula-mula amatlah besar.

Beberapa fakta lain tentang Paulus: Dari tulisannya kita mengetahui bahwa sebelum ia lahir, Tuhan telah memilihnya untuk menjadi rasul (Gal. 1:15-16). Sebelum menjadi orang percaya, ia membenci orang Kristen (Kis. 9:1), seorang penganiaya jemaat (Flp. 3:6), mempunyai disiplin rohani di atas rata-rata (Flp. 3:5-6, Gal. 1:14). Setelah ia bertobat, ia menyebut dirinya orang hina dan paling berdosa sebagai akibat tindakannya di masa lalu (I Tim. 1:15, I Kor. 15:9).

Kita juga tahu bahwa Allah mengubah hidup Paulus secara dramatis sehingga ia menjadi orang percaya (Kis. 9:3-19). Tapi, mengapa Allah tidak melakukan ‘pertemuan’ (encounter) di perjalanan menuju Damsyik sebelum Paulus memenjarakan dan membunuh banyak orang? Jawabannya, agar Paulus menjadi “yang paling berdosa” sebelum menyelamatkan dan menjadikannya rasul yang akan menulis 13 kitab di PB.

Mengapa dengan cara itu? Mengapa memilihnya sebelum lahir untuk menjadi rasul? Lalu, mengapa ‘membiarkan’ ia jatuh dalam pemberontakan melawan Tuhan? Mengapa ia diselamatkan dengan begitu dramatis dalam perjalanan ke Damsyik?

Paling tidak ada enam alasan. Dua alasan tertulis jelas di Alkitab, sementara empat lainnya merupakan kesimpulan dari dua alasan itu. Berikut alasannya.

1. Untuk menunjukkan kesabaran-Nya yang sempurna. “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya.” (I Timotius 1:16a)

2. Untuk memberikan dorongan dan harapan bagi mereka yang merasa terlalu berdosa untuk diselamatkan. “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya.Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal. (I Timotius 1:16)

3. Untuk menunjukkan bahwa Tuhan juga mau mengampuni seseorang yang begitu membenci diri-Nya, yang bahkan tidak segan-segan menganiaya serta membunuh banyak orang.

4. Untuk menunjukkan Tuhan mengizinkan orang pilihan yang begitu dikasihi-Nya terjerumus ke dalam kejahatan yang begitu dalam.**

5. Untuk menunjukkan bahwa Tuhan berkuasa untuk mengubah seorang pendosa besar seorang misionaris besar.***

6. Untuk menunjukkan bahwa gereja dan umat Tuhan yang tak berdaya di tengah penganiayaan dapat keluar sebagai pemenang karena musuh terkuat mereka telah bertobat oleh kuasa adikodrati dari surga.****

Dari kisah hidup Paulus menunjukkan betapa besar dan tak terselaminya kedaulatan dan kasih Allah itu.

---
* Disadur secara bebas dari “Why did God Let Paul Become Murderer?” karangan John Piper, pengarang dan pendeta di Bethlehem Baptist Church di Minneapolis, serta pendiri Desiring God
** Bnd. dengan kisah John Newton, pengarang lagu Amazing Grace
*** Bnd. dengan kisah Mitsuo Fuchida, veteran PD II yang memimpin penyerbuan ke Pearl Harbor, Hawaii.
**** ibid.



(oleh: Timothy J. Daun)