July 5, 2018

Pakar

Suatu malam, jelang tidur. Iva istri saya berceloteh, "Kayaknya aku udah lama nih ga liat abang doa lagi..."

Jleb.

Sentilannya itu langsung menancap di pikiran saya. Betapa tidak. Sebab memang sudah lama saya tidak benar-benar berdoa lagi.

Prayer is heart's ease to a gracious soul, kata seseorang. Doa adalah penenang bagi jiwa yang murah hati.

Lagipula, tidak ada hamba-hamba Tuhan yang besar yang mengecilkan doa, atau meniadakan doa. Charles Spurgeon. Billy Graham. Mungkin Anda juga.

Orang yang mulai jarang berdoa, mungkin tanpa sadar, biasanya juga akan mulai menarik diri dari Tuhan, dari hadirat-Nya. Padahal, seperti yang sering kali Pdt. Rulianto Widjaja katakan, Dia melakukan mukjizat-Nya di dalam hadirat-Nya. Acap kali. Anda pun mungkin sering kali mengalaminya, bukan?

Di luar Dia, kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh. 15:5).

Seseorang yang kehilangan semangat untuk berdoa, dalam hal apa pun, biasanya juga kehilangan semangat ataupun gairah berada di dalam hadirat-Nya.

Meskipun tak serta-merta orang-orang yang selalu kelihatan berdoa di depan umum itu pasti berada di hadirat-Nya dan mengandalkan Dia, namun jika kita jarang berdoa, itu pun menunjukkan keengganan kita berada dekat di hadirat-Nya.

Sebab doa adalah tindakan konkret pertama kita berkomunikasi, berinteraksi dengan Dia. Hal-hal lain mungkin hanya imbuhan. Mengobrol dengan-Nya pun bisa jadi doa asal hati berpaut pada-Nya.

Tanpa doa, menunjukkan juga mengandalkan diri sendiri. Tetapi, hati-hati (Yer. 17:5). 

Tanpa doa juga malah memusingkan, menyusahkan diri dengan banyak perkara (Luk. 10:41), mirip seekor anjing yang terus-menerus berusaha mengejar ekornya sendiri. Sebab kita tidak mau meletakkan diri dan hati ini di hadirat-Nya, berjalan dengan hadirat-Nya.

Anda dan saya seharusnya tak akan pernah menjadi "pakar doa" atau ahli dalam berdoa. Mengapa? Karena kalau sudah merasa sebagai pakar atau ahli, kita tidak akan terus-menerus berdoa lagi.

Andalkanlah Dia (Yer. 17:7). Menaruh harapan pada-Nya. Bertindak seturut kehendak-Nya. Dia pasti akan bertindak.

Ada banyak cara untuk berdoa, maupun gaya untuk berdoa. Tapi ada banyak cara juga bagi kita untuk menghindari berdoa. Ada banyak juga cara hidup yang membuat kita lupa menyadari kekuatan dan kuasa doa.

Orang yang kuat, berdoa. Orang yang tidak berdoa, lemah.

"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang" (1 Petrus 3:7).


dari seseorang yang masih mencoba melatih diri untuk berdoa lagi



"I would rather teach one man to pray than ten men to preach. Let your cares drive you to God. I shall not mind if you have many of them if each one leads you to prayer. If every fret makes you lean more on the Beloved, it will be a benefit."
—Charles Spurgeon




July 4, 2018

Ibrani 8:1-13

Sempat saat teduh lagi tadi pagi. Sepertinya memang harus sering kali menyempatkan diri. Sebab bila tidak, tidak akan pernah jadi. 🙂

Bacaan saya hari ini adalah dari Ibrani 8:1-13.

Seperti halnya postingan sebelumnya dari saat teduh, ada beberapa poin yang ingin saya bagikan dari pembacaan ini.

  • "Inti segala yang kita bicarakan itu ialah…" (ay. 1 a).
Apa inti dari segala yang kita bicarakan atau tulis?

Dulu saya kurang mengerti mengapa sebagian besar sutradara film yang pernah saya dengar selalu mengatakan atau menanyakan satu kalimat, bahkan satu kata mungkin, yang bisa menjelaskan inti secara keseluruhan dari sebuah film? Misalnya, dari film Finding Nemo adalah kata 'rasa percaya'. Itulah inti film itu.

Walau kadang memang kita tidak mengerti, ataupun bingung, tentang apa yang menjadi inti dari sesuatu, tetapi mungkin lebih baik mengerti intinya—the why—daripada mengerti banyak hal, tapi tidak punya esensi.

  • "…Yesus perlu mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan" (ay. 3 b).
Jika Dia saja perlu mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan, bagaimana dengan kita?

Kadang kita, atau saya tepatnya 🙂, mempersembahkan dengan asal-asalan, ala kadarnya. Atau tidak mempersiapkan terlebih dulu. Bahkan yang lebih payah, tidak mau memberikan, dengan berbagai alasan yang selalu siap tersedia.

  • "Ingatlah," (ay. 5 d).
Apa hal yang patut kita ingat?

Kebaikan-kebaikan-Nya? "Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya" (Mzm. 103:2)!

Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib? "Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya" (Mzm. 105:5).

Orang-orang yang telah menolong kita, yang kecil kemungkinannya untuk kita membalas perbuatan baik mereka dalam hidup ini?

Tapi mungkin yang terpenting adalah kasih.

  • "Sebab mereka tidak setia kepada perjanjian-Ku, dan Aku menolak mereka," (ay. 9).
Mungkin jarang orang yang setia.

  • "Sebab Aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka" (ay. 12)
Bersyukurlah jika kita menerima belas kasihan. Ia enggan mengingat dosa; Ia ringan mengingat ketaatan.

  • "Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya" (ay. 13 c)
Sebenarnya kurang ingin bahas ayat terakhir ini. Tapi tak apalah.

Omong-omong, sudah berapa tahun usia bumi, ya? 🙂

Juga, seperti kata LeAnn Rimes, oh life goes on—baik sebelum kita ada maupun sesudah kita tiada nanti. Yang penting, saat kita sekarang masih hidup, apakah benar-benar sudah memberikan yang terbaik dalam kehidupan?


"Someone once said there are two great days in our lives—the day we are born and the day we discover why. I’m here to tell you, highly successful people have discovered why."
—John Calvin Maxwell




Johnny

A youngster was shooting rocks with a slingshot.

He could never hit his target.

But as he returned to his grandma’s backyard, he spied her pet duck.

So, on impulse he took aim and let fly.

The stone hit hard, and the duck was dead.

That young boy Johnny panicked and hid the bird in the woodpile, only to look up & see his sister Sally watching.

After lunch that day, grandma told Sally to help with the dishes.

Sally responded, "Johnny told me he wanted to help in the kitchen today. Didn’t you, Johnny?"

And she whispered to him, "Remember the duck..."

And so, Johnny did the dishes.

'Coz what choice did he have?

For the next several weeks he was at the sink often.

Sometimes for his duty, sometimes for his sin.

"Remember the duck..." Sally would whisper when he objected.

So weary of the chore, he decided that any punishment would be better than washing more dishes, so he confessed to killing the duck.

"I know, Johnny, I know..." his grandma said, giving him a hug. "I was standing at the window and saw the whole thing. Because I love you, I forgave you. I wondered how long you would let Sally your sister make a slave out of you."


(Inspired by and adapted from Max Lucado's writing, Guilt and Grace, and Steven Cole's article, Forgiveness)


"Most of us aren't even in your league."
—Max Lucado