March 8, 2019

Let Him Lead


Ketika kita mencoba memimpin di depan, dan bukannya membiarkan Dia yang memimpin (let Him lead), kita mendahului Dia dan cenderung akan mengkhianati atau melukai hati-Nya.

Tony Evans pernah berujar, "Anything that competes with, negates or downplays God's glory exists in a perpetual state of misalignment." Atau, segala sesuatu yang mencoba menyaingi, meniadakan, ataupun merendahkan kemuliaan-Nya sebenarnya sedang memposisikan dalam kondisi ketidakselarasan yang terus-menerus. 

Omong-omong tentang memimpin, ada perbedaan mencolok antara Yudas dan Yesus.

"Waktu Yesus masih berbicara datanglah serombongan orang, sedang murid-Nya yang bernama Yudas, seorang dari kedua belas murid itu, berjalan di depan mereka. Yudas mendekati Yesus untuk mencium-Nya" (Luk. 22:47).

"Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang akan terjadi atas diri-Nya" (Mark. 10:32).

Yudas Iskariot mencoba mencium-Nya, tapi bermaksud untuk mengkhianati Dia. Kita pun, bahkan dengan bahasa-bahasa tubuh sok rohani, atau kadang kata-kata klise religius, melukai hati-Nya kalau mencoba berjalan memimpin di depan, mendahului Dia. Apalagi kalau membiarkan ilah-ilah lain memimpin hidup kita.

"Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: 'Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir—kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia'" (Kel. 32:1).

Bukankah kita sering seperti itu? 

Kita bego, bukan 'bebek goreng', tapi benar-benar bodoh. Hampir ibarat menyusun, mengatur, ataupun memperbaiki lego, tetapi tidak sungguh-sungguh tahu apa yang harus kita perbuat. Lalu hidup kita malah bisa hancur terlindas banyak hal.

Ketika kita membiarkan diri memimpin—bukan berarti saya melarang memimpin diri sendiri ya, sebab memang pribadi pertama yang harus kita pimpin ialah diri sendiri, melainkan memimpin yang mencoba menggeser posisi Dia dari keseharian kita—itulah yang salah. Kita akan cemas malah, gentar, berprasangka buruk.

Alih-alih menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya & menaklukkan seluruh pikiran kita di bawah kaki-Nya, kita mencoba mengendalikan semuanya. Dengan keras kepala. Dan mengeraskan hati. Padahal, dari manakah tiap embusan napas kita sebenarnya berasal...?

Dunia ini seharusnya bukan panggung sandiwara yang kebanyakan drama. Bisa saja kita pura-pura baik atau memimpin di manapun, dan orang-orang memberi aplaus. Tetapi, bukan Dia, yang akan memberikan standing ovation jika kita seperti itu.

"Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia daripada kehormatan Allah" (Yoh. 12:34).

"Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya: 'Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah'" (Kis. 7:55-56).

Sering kali, membiarkan Dia memimpin cukup berarti dengan rendah hati kita menaati yang Dia kehendaki. Let Him lead.



No comments:

Post a Comment