Salah satu stasiun TV swasta pernah
menayangkan sebuah liputan tentang tujuh manusia berhati mulia menurut versi
program tersebut.
Dalam tayangannya,
di antaranya disebutkan dua nama orang yang begitu kontras popularitas, status
sosial, dan kekayaannya. Mereka adalah Bill
Gates dan Bai Fangli.
Bill Gates pernah
menyumbangkan uangnya sebesar 6 triliun rupiah untuk masyarakat miskin.
Sementara itu, di sisi lain di belahan dunia yang jauh dari negeri Paman
Sam-nya Bill Gates, ada seorang tukang becak di daratan China, yaitu Bai Fangli
sendiri yang dengan segala keterbatasannya berani menyumbangkan penghasilannya
untuk gerakan sosial kemanusiaan.
![]() |
Bai Fangli |
Memang kedua
pribadi itu berbeda, tetapi ada kesamaan mendasar yang mereka miliki, yaitu hati yang tergerak oleh kepapaan,
kemiskinan dan ketidakberdayaan orang lain.
Dari tayangan ini,
tampak bahwa Tuhan telah memberi setiap orang hati yang tahu akan kebutuhan orang lain serta hati yang berani mempraktikkan kebaikan kepada orang-orang yang
papa, miskin dan tak berdaya. Itu berarti, siapa pun dan apa pun status sosial
seseorang, bagaimana pun kondisinya, dapat melakukan sesuatu yang bernilai
mulia, bahkan sangat mulia bagi orang-orang yang membutuhkan dan ada di
sekelilingnya.
Yakobus 2:1-4
memberi kita yang percaya kepada Kristus petunjuk untuk mempraktikkan apa yang
kita imani, tanpa memandang objek
yang akan kita layani, bahkan memandang mereka tanpa hidden agenda. Mungkin itu sesuatu yang sudah usang, kuno dan
langka di dunia modern ini, namun itulah yang harus dilakukan oleh
pengikut-pengikut-Nya.
Terlepas dari
keyakinan yang dianut oleh kedua orang di atas, kenyataannya masih ada
orang-orang seperti mereka di dunia saat ini. Apa kuncinya sehingga mereka rela
seperti itu? Hati. Sebagaimana
terkatakan dalam ayat ke-4 dari surat Yakobus dapat menjadi perenungan bersama.
Pertanyaannnya
sekarang, seberapa besar setiap kita mengasah hati yang Tuhan berikan kepada
kita untuk tetap peka akan kebutuhan masyarakat marginal dan orang-orang lain
yang ada di sekitar kita?
Tuhan memberkati.
―oleh Ronald N. Manuputty