April 4, 2019

Sekali lagi, menulis puisi


Sekali lagi, masih ingin menulis puisi hari ini. 

Gara-garanya, diingatkan dalam hati bahwa saya sering melihat selumbar di mata orang lain, sedangkan ada balok di mata sendiri tidak saya lihat.

Ibarat berkata, kendaraan-kendaraan lain di depan saya kotor, padahal kendaraan kami lebih kotor, ataupun kaca depannya sedang kotor.

Juga, diingatkan tentang motifsesuatu yang sering kali tersembunyi, berada di alam bawah sadar, tapi cukup dapat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Misalnya, pernah suatu kali saya merasa sudah berbuat baik ke seorang teman ataupun saudara, tetapi setelah itu tidak merasa mendapat balasan yang baik, yang setimpal.

Omong-omong, semoga kita jadi orang yang lebih baik lagi.

Berikut puisi singkatnya.

Selumbar di Mata

Kalau saya menyatakan:

orang itu licik,
mungkin saya lebih licik

orang itu kikir
mungkin saya lebih kikir

orang itu lupa kebaikan
mungkin saya lebih lupa kebaikan

orang itu beringas tak sabaran
mungkin saya lebih beringas tak sabaran

Kalau saya menyatakan:

orang itu baik
mungkin saya tidak lebih baik,
tetapi sama

orang itu berani
hebat
mungkin saya tidak lebih berani
hebat
tetapi punya serupa potensi 


Kalau kita mau mengeluarkan balok yang ada di mata sendiri, maka kita tidak akan melihat selumbar yang ada di mata orang lain (Mat. 7:3-4). 

Benarlah kata Mother Teresa, "If you judge people, you have no time to love them. I have found the paradox, that if you love until it hurts, there can be no more hurt, only more love" (Kalau terus-menerus kita menilai orang lain, tak punya kita kesempatan untuk mengasihi mereka. Ada paradoks bahwa saat kita benar-benar mengasihi, bahkan sampai merasa terluka, maka takkan ada lagi rasa sakit, melainkan kekuatan untuk makin mengasihi).

Benarlah juga Paulus mengujar,

"Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: 'Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,' dan di antara mereka akulah yang paling berdosa" (1 Tim. 1:15).




No comments:

Post a Comment