March 9, 2017

Perangai Ayah akan Pengaruhi Anak


Beberapa hari yang lalu saya meng-interview ibu dari seorang anak yang disponsori oleh perusahaan tempat di mana saya bekerja. Dalam setiap langkah si ibu yang semakin mendekat, saya melihat sosok seorang ibu yang sedang memikul beban yang cukup berat, namun tetap tegar dalam menjalani hidup.

Ketegaran ini memang merupakan ciri khas wanita khas suku saya. Belakangan saya tahu bahwa ibu tersebut adalah seorang Batak asli. Namanya Solimah, nama yang cukup aneh bagi wanita batak, sama anehnya dengan nama Sri Rejeki. Bagi kami, nama wanita Batak yang cukup familiar di telinga hanyalah Kak Emmaaaaa, pengusaha Fitsa Hats yang terkenal itu.

Dia bercerita bahwa saat ini usia anaknya sudah menginjak 9 tahun, usia tersebut normalnya sudah duduk di kelas 3 SD. Anak tersebut termasuk anak yang daya tangkapnya sangat lemah, berbeda dengan anak normal lainnya, sering menjadi sasaran bully-an anak lainnya. Walau begitu, anak tersebut tidak pernah mau melaporkan kepada orangtua meski dipaksa sekalipun. Saking seringnya menerima bully-an dan pukulan, baginya hal tersebut sudah seperti sebuah “kenikmatan”.

Anak tersebut termasuk anak yang sering jatuh sakit, tidak punya banyak teman, dan sebagian besar hari-harinya hanya dihabiskan bermain dengan lemari—satu-satunya “harta benda” yang mereka miliki dalam ruangan berukuran sekitar 4 x 4 meter tersebut.

Ketika saya tanyakan apakah anak tersebut mendapatkan perhatian yang cukup dari kedua orangtua, dengan raut wajah sedih si ibu tersebut mengatakan bahwa anaknya termasuk anak yang tidak pernah dapat perhatian dari ayahnya. Tidak sudi meluangkan waktu untuk bermain dan menghabiskan waktu bersama si anak, malah cenderung malu punya anak seperti dia, tidak pernah peduli akan sekolah anak dan yang lainnya. Dan yang lebih menyedihkan adalah ayahnya cenderung tidak mengakui bahwa anak tersebut merupakan anak kandungnya sendiri!

Padahal, seharusnya justru anak seperti itu yang harusnya diberi perhatian yang lebih karena  menurut penelitian bahwa seorang anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari ayah akan mengakibatkan anak cenderung tidak berani menentukan sikap dalam mengambil keputusan, mempunyai sikap yang pemurung dan pendiam, memiliki pribadi yang lemah, anak menjadi nakal, agresif. Dan fatalnya, dapat terjerumus pada narkoba dan seks bebas.

Sebaliknya, anak yang memiliki hubungan baik dengan ayahnya akan cenderung tumbuh menjadi pribadi sociable, mudah berinteraksi, dan pengasih.

Pingin rasanya menyedot lobang hidung ayahnya pake vacuum cleaner sambil membisikkan kata-kata, “Bahwa tugas seorang ayah bukan hanya mencari nafkah, dan buka celana, dan kekku-kukek-kekek-kukek,” akan tetapi untuk membentuk karakter anak yang biasa disebut dual parenting atau co-parenting.

Bagi semua ayah di dunia: “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun”, dan “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”

oleh Lintong Manik