Logoterapi
Logoterapi adalah teori dan hasil temuan dari
Viktor E. Frankl. Logoterapi juga dikenal sebagai The Third Viennese School
of Psychoterapy atau aliran/mazhab/sekolah psikoterapi ketiga dari Wina.
Saya tidak akan panjang lebar menjelaskan logoterapi. Saya hanya akan
meneruskan yang Viktor E. Frankl kemukakan tentang logoterapi.
Kata logo berasal dari kata logos (bahasa
Yunani), yang berarti makna. Logoterapi adalah psikoterapi yang memusatkan
upaya pada pencarian makna hidup dan perhatian pada makna hidup itu. Berbeda
dengan aliran psikoterapi dari Sigmund Freud tentang keinginan untuk mencari
kesenangan (pleasure principle) dan aliran dari Alfred Adler tentang
keinginan untuk mencari kekuasaan (will to power) yang memusatkan
perhatian pada perjuangan untuk mencari keunggulan. Dengarkan kata Viktor E.
Frankl berikut ini.
“Upaya manusia untuk mencari makna hidup bisa
menimbulkan ketegangan batin, bukannya keseimbangan batin. Namun, ketegangan
seperti itu justru merupakan prasyarat yang dibutuhkan untuk tercapainya
kesehatan mental. Saya percaya tidak ada apa pun di dunia ini yang lebih efektif
membantu seseorang untuk bertahan hidup, bahkan dalam kondisi terburuk, selain
kesadaran bahwa hidupnya memiliki makna.”
Socrates memang pernah berkata, “Hidup yang
tak direnungi adalah hidup yang tak layak dihidupi,” tetapi jangan terlalu
sering merenung atau menanyai diri sendiri. Hal mengajukan pertanyaan memang
tidak apa-apa. “Orang bijak bukanlah orang yang dapat menjawab pertanyaan
saja,” kata Eddy Leo, “melainkan juga orang yang dapat membuat pertanyaan.”
Namun, perhatikan dan dengarkan hati nurani saat terlalu sering mengajukan
pertanyaan tentang diri sendiri.
Richard Wurmbrand pernah berkata, “Janganlah
terlalu teliti dalam menyelidiki diri sendiri. Makhluk kecil di laboratorium
dapat diperiksa dengan begitu teliti, sehingga mati karena terlalu banyak
disoroti.”
Entah makna hidup seseorang itu adalah anak,
teman, keluarga, tugas, istri, entah Tuhan, membuat seseorang bertahan hidup.
Bagi Viktor E. Frankl, ketika dalam kondisi terburuk sekalipun, ia memiliki
makna hidup. Ini membantunya tetap bertahan hidup. Contoh makna hidupnya adalah
adanya tugas yang harus dikerjakan atau diselesaikan.
“Saya yakin bahwa upaya saya untuk menulis
kembali naskah yang hilang di tengah kegelapan barak di kamp konsentrasi
Bavaria, membuat saya terhindar dari serangan jantung.”
Makna hidupnya membuat pikirannya kembali
cerah. Keberanian dan harapannya pun timbul. Harapan dan kepercayaannya
terhadap masa depan bisa membuatnya tetap sehat. Dengan menulis dan menolong
orang lain, Viktor E. Frankl tetap sehat, hidup, dan bertahan hidup. Viktor pun
percaya bahwa hidup adalah misi, bukannya karier. Apabila hidup tak mempunyai
makna, hidup tak memiliki visi.
Dalam logoterapi, ada tiga cara yang bisa ditempuh
oleh manusia untuk menemukan makna hidup:
1. Melalui
pekerjaan atau perbuatan
2. Dengan
mengalami sesuatu atau melalui seseorang
3. Melalui cara
menyikapi penderitaan yang tidak bisa dihindari
Sedangkan, menurut Rick Warren dalam bukunya
berjudul The Purpose Driven Life, garis besar tujuan atau makna hidup:
1. Hidup untuk
menyenangkan hati-Nya
2. Bersatu dalam
keluarga
3. Menjadi
serupa dengan Pribadi Agung
4. To serve
5. Melakukan
misi
Sepertinya tiga cara menemukan makna hidup
dalam logoterapi memiliki kaitan dengan lima cara atau garis besar tujuan hidup
manusia menurut Rick Warren. Cara pertama dalam logoterapi berkaitan dengan
nomor empat dan lima pada garis besar The Purpose Driven Life. Cara
kedua logoterapi sama dengan nomor satu sampai tiga dalam TPDL. Cara kedua ini
menurut Viktor E. Frankl:
“...melalui kebaikan, kebenaran, dan
keindahan—dengan menikmati alam dan budaya atau dengan mengenal manusia lain
dengan segala keunikannya—dengan mencintainya.”
Bagi Viktor E. Frankl, makna cinta memiliki
makna yang dalam. Ia berkata:
“Cinta merupakan satu-satunya cara manusia
memahami manusia lain sampai pada pribadinya yang paling dalam. Tidak ada orang
yang bisa sepenuhnya menyadari esensi manusia lain tanpa mencintai orang
tersebut. Melalui cinta, ia bisa melihat karakter, kelebihan, dan kekurangan
dari orang yang ia cintai. Ia bahkan bisa melihat potensi orang tersebut, yang
belum dan masih harus diwujudkan. Selain itu, dengan cinta, orang yang
mencintai bisa membantu orang yang dicintai untuk mewujudkan semua potensi
tersebut. Dengan membuat orang yang ia cintai menyadari hal yang bisa dan
seharusnya dilakukan, ia bisa membantunya mewujudkan semua potensi tersebut.”
Cinta membuat seseorang terkait dengan yang lain.
Cinta membuat orang yang jahat menjadi baik. Saya tidak ingin menjadi orang
baik tapi tanpa teman. Lebih baik menjadi orang jahat tapi mempunyai banyak
teman. Siapa tahu, teman-teman dari orang jahat itu bisa mengingatkan dia dan
berbalik dari jalan yang jahat? Banyak orang baik yang tindakannya jahat.
Cinta dapat membuat seseorang melihat segala
sesuatu seolah-olah kekasihnya. Namun, harus hati-hati karena jika melihat
hal-hal negatif, ia akan terbayang kekasihnya. Lalu, itu akan mempengaruhi
perasaannya terhadap kekasihnya dan hubungan mereka. Ia mulai takut dan
berprasangka. Kalau ia hanya melihat hal-hal positif, itu bagus. Richard
Wurmbrand berkisah:
“Selama Perang Dunia II, istri saya pergi ke
Budapest yang sedang dalam keadaan berbahaya, untuk memberikan pertolongan
kepada orang-orang yang menderita di sana. Untuk waktu yang lama, saya tidak
mendapat kabar darinya. Selama waktu itu, saya tidak dapat membaca sesuatu
tanpa melihat wajahnya di halaman-halaman setiap buku atau koran yang saya
buka.”
Dengan cinta, seseorang bisa berubah.
Seseorang bisa melakukan apa pun, di mana saja, dan kapan pun. Namun, pilihan
ada padanya. Jika Viktor E. Frankl percaya bahwa orang gila bisa berubah,
Pribadi Agung pun percaya bahwa wanita yang berzina bisa berubah. Pemungut
pajak yang rakus mampu berubah. Orang gagal bisa menjadi batu karang. Pembunuh
bisa menjadi pengubah. Manusia berubah. Apa yang kita percaya tentang Tuhan
bisa memiliki potensi terbesar untuk mendatangkan kebaikan atau luka dalam
kehidupan kita.
Kembali pada logoterapi. Cara ketiga untuk
menemukan tujuan hidup, mempunyai kaitan dengan semua nomor pada TPDL. Dalam
menjalani semua tujuan itu, mungkin akan ada penderitaan. Namun, tidak apa-apa.
Kita tetap bisa menemukan tujuan hidup dalam penderitaan tersebut, menentukan
sikap, dan tidak mengeluh. Tidak bersyukur membuat wajah kita dan wajah hati
kita jelek. Hati yang bersyukur dan harapan membuat wajah dan wajah hati kita
tetap bagus, meskipun dalam penderitaan dan setelah menghadapi wajah penderitaan
yang jelek.
Logoterapi mempunyai istilah paradoxical
intention atau niat yang berkebalikan (perlawanan terhadap niat). Prosedur
atau terapi ini adalah upaya untuk membalikkan sikap. Misalnya, rasa takut
digantikan dengan niat lain. Seperti orang yang susah tidur: rasa takut tidak
dapat tidur, yang memicu keinginan berlebihan untuk tidur, malah membuat orang
itu tidak bisa tidur. Akan tetapi, seseorang yang tidak bisa tidur karena sakit
payah atau masalah berat itu hal lain. Jadi...
“Untuk mengatasi ketakutan ini, saya
menganjurkan untuk mencoba tidak tidur, tetapi melakukan yang sebaliknya.
Artinya, berusaha sedapat mungkin untuk tetap bangun. Dengan kata lain,
keinginan sangat besar untuk tidur, yang muncul akibat rasa cemas yang
diantisipasi bahwa ia tidak bisa tidur, harus diganti dengan keinginan untuk
tidak tidur. Akibatnya, ia akan segera... tidur.”
Orang yang gugup atau berkeringat berlebihan
pun bisa menerapkan paradoxical intention. Caranya dengan menunjukkan
secara sengaja kepada orang-orang betapa banyak keringat yang bisa ia
keluarkan. Ini sebagai ganti rasa takut tubuhnya berkeringat yang malah memicu
keringat keluar deras. Saat kita takut melakukan sesuatu, lakukanlah itu. Saat
takut berbicara dengan seseorang, berbicaralah dengan orang itu. Dalam hidup
ini sudah banyak rasa takut. Hadapilah ketakutan kita.
Eddie Rickenbacker pernah berkata, “Keberanian
adalah melakukan yang Anda takut melakukannya. Tidak bisa ada keberanian,
kecuali Anda merasa takut.” Siapa Eddie Rickenbacker? Ia pembalap mobil dengan
rekor dunia di Daytona. Tahun berapa? Tahun 1914! Ia juga pilot yang sering
menang dalam perang udara melawan Jerman dalam PD II. Ia pernah menjadi
Penasihat Khusus Menteri Perang. Ia pernah selamat dari kecelakaan pesawat dan
terapung di Lautan Pasifik saat PD II! Terapung berapa hari? 20 hari! Anaknya,
William Rickenbacker, pernah berkata, “Jika Ayah mempunyai motto, itu pasti
ungkapan yang telah ribuan kali saya dengar: ‛Aku akan berjuang seperti kucing
liar!’”
Orang yang mengalami susah orgasme juga bisa
menerapkan paradoxical intention. Selain karena adanya pelecehan atau
penganiayaan seksual, pemikiran salah tentang seksualitas, rasa takut untuk
tidak dapat orgasme dan perhatian berlebihan terhadap diri sendiri mempengaruhi
dan membuat orang itu susah mengalami puncak kenikmatan seksual. Viktor E.
Frankl berkata:
“Semua alasan ini cukup membuatnya tidak mampu
merasakan puncak kenikmatan seksual. Orgasme sudah dijadikan objek keinginan
dan perhatian, bukannya sebagai dampak sampingan dari sebuah dedikasi dan
penyerahan total kepada pasangannya.
“Ketika perhatiannya dialihkan kepada objek
yang layak, yaitu pasangannya, wanita (maupun pria) itu berhasil mencapai orgasme.”
Seperti kisah George Constanza dalam film
serial komedi Seinfeld. George Constanza selalu gagal dalam kehidupan.
Ia pun gagal dalam hubungan cinta dengan wanita. Ia pun masih menganggur dan
tinggal bersama kedua orangtuanya. Suatu hari, hidupnya benar-benar berubah...
Oleh karena merasa bosan dengan kehidupan yang
selalu gagal dan biasa-biasa saja, ia mendapatkan ide yang mengubah
kehidupannya: mulai melakukan hal-hal yang tepat berlawanan dengan apa pun,
baik yang biasa atau takut ia lakukan!
Dulu yang biasanya ia memesan sandwich
isi ikan tuna untuk makan siang, ia mulai memesan sandwich putih isi
salad ayam! Dulu yang biasanya ia takut berkenalan dengan wanita cantik yang
main mata dengannya, ia mulai bertindak berani dengan mendatangi dan berkenalan
dengan wanita itu, meskipun George Constanza pendek, tua, dan gemuk!
Dulu yang biasanya ia malu-malu berbicara saat
rapat, ia mulai berani berbicara lantang di depan umum, di tempat kerja (ia
sudah memperoleh pekerjaan!), dan di depan rekan-rekannya! Akhirnya, George
Constanza berhasil. Hanya karena ia memilih bertindak berlawanan dengan
dorongan alaminya dan yang biasa atau takut ia lakukan. Dari kehidupan yang
gagal berubah menjadi kehidupan yang berhasil.
Ia hampir sama dengan mengalami paradoxical
intention. Itu hal tidak mudah. Namun, pilihan ada pada kita. Hidup ini
terlalu singkat untuk takut. Maya Angelou pernah berkata, “Life doesn’t
frighten me at all” (kehidupan tidak membuat aku takut). Kita memiliki
kebebasan. Hidup tanpa kebebasan ibarat tubuh tanpa jiwa. Namun, kebebasan itu
memiliki batasan—yang wajar. Lalu, kita pun bisa hidup menembus batas-batas.
Franklin Graham menulis, “Jangan membatasi
diri Anda hanya karena Anda berasal dari kota kecil, pedalaman, atau suatu
tempat yang tak berpengharapan. Mulailah di tempat Anda berada. Pakai yang Anda
punyai. Lakukan yang terbaik.” Jangan menunggu, menunggu, dan menunggu sampai
segala sesuatu tercukupi atau tersedia. Berangkatlah walaupun tidak ada cara,
jalan, atau transportasi. Kalau kita menunggu sampai kebutuhan kita terpenuhi,
butuh waktu seumur hidup untuk melakukan sesuatu. Kalau kita menanti sampai
pakaian kita banyak atau mendapat gelar pendidikan tinggi, kita tidak akan
mulai berbuat sesuatu. “Jika Anda menunggu sampai segalanya sempurna untuk
melakukan sesuatu,” kata Dale Galloway, “Anda tidak pernah melakukan apa pun.”
Basil Walsh sependapat, “Kita tidak
membutuhkan kekuatan, kemampuan, atau peluang lebih besar. Hal yang perlu kita
gunakan adalah yang kita punyai.” T.J. Bach pernah berkata, “Jika kita menanti
sampai setiap kemungkinan hambatan telah menyingkir, kita tidak akan pernah
melakukan apa pun.” Dalam hidup pun ada tanggung jawab. Viktor E. Frankl
mengatakan:
“Kebebasan bisa berubah dan turun harkat
menjadi sekadar kesewenang-wenangan, kecuali jika kebebasan itu dijalani dengan
sikap bertanggung jawab. Itu sebabnya saya menyarankan agar Patung Kebebasan (Statue
of Liberty) yang ada di pantai timur Amerika diimbangi dengan mendirikan
Patung Tanggung Jawab (Statue of Responsibility) di pantai barat
Amerika.”
Viktor E. Frankl meneruskan...
“Manusia benar-benar mampu membuat keputusan
sendiri. Sesuatu yang terjadi pada dirinya—dengan dibatasi oleh semua anugerah
dan lingkungan—ditentukan oleh dirinya sendiri. Contohnya di kamp konsentrasi.
Di laboratorium kehidupan dan wilayah uji coba ini, kami mengamati dan
menyaksikan sebagian rekan kami bersikap seperti babi, sementara sebagian lain
bersikap seperti nabi. Manusia memiliki dua potensi di dalam dirinya. Potensi
yang akan diwujudkan tergantung dari keputusannya, bukannya dari kondisi."
Pengangguran
Manusia bisa mengandalkan apa dari
benda-benda? Benda-benda hanya untuk mempermudah. Hanya alat. Cara kita
mengelola benda-benda bisa menentukan keadaan jiwa kita. Norman Vincent Peale
pernah berkata, “Materiality is only a demonstration of spirituality.”
Manusia bisa mengandalkan apa dari pekerjaan? Pekerjaan itu penting. Namun,
bukan untuk sekadar mencari uang. Harus ada tujuan dan kita menyukainya.
Satchel Paige pernah berkata, “I never had a job. I always played baseball.
Work like you don't need the money. Love like you've never been hurt. Dance
like nobody's watching.”
Masa pengangguran dapat menyebabkan, seperti
istilah dalam logoterapi, “kehampaan eksistensial” atau perasaan hampa dan tidak
berguna. Viktor E. Frankl berkata:
“Kehampaan eksistensial tersebut muncul dalam
bentuk-bentuk terselubung. Kadang-kadang terganggunya upaya orang terkait untuk
mencari makna hidup berubah menjadi keinginan besar untuk berkuasa, disertai
dengan salah satu bentuk primitif dari keinginan ini, yaitu keinginan untuk
memperoleh kekayaan.
“Pada kasus lain, terhambatnya keinginan untuk
mencari makna hidup berubah menjadi keinginan untuk mencari kesenangan. Itu
sebabnya kehampaan eksistensial sering kali tertuang dalam bentuk kompensasi
seksual. Kondisi ini bisa teramati dari makin tidak terkendalinya nafsu seksual
akibat kehampaan eksistensial.”
Kehampaan eksistensial memiliki godaan dalam
keinginan besar untuk berkuasa (will to power) dan keinginan untuk mencari
kesenangan (pleasure principle). Tidak adanya makna atau tujuan dalam
hidup, hubungan, pekerjaan, bahkan perjalanan, akan mendatangkan kehampaan
eksistensial beserta pencobaan-pencobaan yang mengikutinya. Oprah Winfrey
menasihati, “If you allow yourself to be depleted (terkuras) to the
point where your emotional and spiritual tank is empty and you’re running on
fumes of habit (terikat kebiasaan jahat), everybody loses. Especially you.”
Akan tetapi, para pengangguran kadang memiliki
pemikiran salah. Mereka menganggap menganggur sama dengan tidak memiliki makna
hidup dan tidak berguna. Dengarkan kata Viktor E. Frankl berikut ini.
“Dua pemahaman yang salah: tidak memiliki
pekerjaan dianggap sama dengan tidak berguna dan tidak berguna dianggap sama
dengan tidak memiliki makna hidup.”
Itu dapat mengakibatkan depresi, gangguan, dan
kecanduan. Lalu, Viktor E. Frankl berkata:
“Setiap kali saya mampu membujuk si pasien
untuk menjadi relawan pada organisasi-organisasi kepemudaan, pendidikan bagi
orang dewasa, perpustakaan publik, dan sejenisnya—dengan kata lain, setelah
mereka mampu mengisi waktu kosong berlebihan mereka dengan kegiatan yang
berguna, meskipun tidak menghasilkan uang—depresi mereka hilang, meskipun
kondisi ekonomi mereka tidak berubah dan tetap lapar.”
Para pengangguran bukan berarti tidak berguna
atau tidak memiliki makna hidup. Namun, mereka harus tetap berusaha mencari
kerja. Tidak malas. Para pengangguran pun harus mencari dan menemukan visi
hidup mereka. Ini juga berlaku bagi semua orang. Theodore Levitt pernah
berkata, “Visi memisahkan orang-orang yang menang dari orang-orang yang kalah.”
J.C. Penney yang sudah tua dan tidak buta bahkan berkata, “Penglihatan mataku
boleh makin redup. Namun, visiku makin bertambah.” Cara mengenal visi sebagai pemberian
dari Pribadi Agung:
1. Apakah
memiliki karakter?
2. Apakah
memberi kontribusi, bukannya ego pribadi?
3. Apakah tahan
uji atau teruji oleh waktu?
Hal yang dialami oleh para pengangguran dapat
dialami oleh orang-orang yang terkena PHK dan orang-orang yang tidak bekerja
lagi. Jangan takut. Hal yang dapat dilakukan oleh para pengangguran—mengisi
waktu luang yang berlebihan dengan melakukan sesuatu atau sejenis kegiatan
berguna, tidak malas, dan mencari visi—juga bisa dilakukan oleh mereka yang
terkena PHK atau sudah pensiun.
Waktu kosong yang belebihan akan menimbulkan
kebosanan. Kebosanan adalah musuh. Kebosanan mematikan kreativitas dan
menjemukan jiwa. H.L. Mencken pernah berkata, “Fakta dasar tentang pengalaman
manusia bukanlah tragedi, melainkan rasa bosan.” Jangan memelihara kebosanan.
Namun, ini tidak mudah. Viktor E. Frankl berpendapat:
“Perbuatan lebih efektif daripada kata-kata.
Tindakan langsung selalu lebih efektif daripada kata-kata. Akan tetapi, ada
saatnya kata-kata juga bisa efektif.”
Apakah kita mau berhasil seperti George
Constanza? Hidup berhasil setelah gagal. Ia mengatasi dorongan-dorongan alami
atau yang biasa dan takut ia lakukan. Ia mulai bertindak berani. Kita bisa
mengatasi kesulitan hidup. Viktor Frankl berkata:
“Orang-orang bukanlah menghargai artis atau
ilmuwan ternama. Bukan pula negarawan atau olahragawan ternama, melainkan
orang-orang yang bisa mengatasi kesulitan hidup mereka dengan kepala tegak.”
Simbol seks dan aktris Perancis, Brigitte
Bardot, bahkan berkata, “I have been very happy. Very rich. Very beautiful.
Much adulated. Very famous... and very unhappy.” Paul Johnson berkata,
“Para idola (bintang) kita justru adalah kelompok orang-orang yang sengsara.”
Viktor E. Frankl adalah orang yang dihargai.
Jika para artis, ilmuwan, negarawan, dan olahragawan ternama mampu mengatasi
kesulitan hidup mereka dengan kepala tegak, mereka pun akan dihargai. Di balik
semua pahlawan besar, selalu ada tragedi—baik yang telah terjadi dan diatasi
maupun yang sedang terjadi.
“Orang-orang bisa bertumbuh melampui dirinya
dan berkembang di luar dirinya. Dengan melakukan itu, mereka mengubah dirinya
sendiri. Mereka bisa mengubah tragedi menjadi kemenangan.”
Leher Saya Memang Patah, Tetapi Itu Tidak
Mematahkan Hidup Saya
Apakah kita suka olahraga? Viktor E. Frankl
masih suka mendaki gunung saat telah tua. Jim Collins pun suka olahraga.
Demikian pula dengan Stephen R. Covey. Sepertinya selain suka membaca buku,
orang-orang besar juga suka olahraga. Leher patah saat olah raga bukanlah leher
Viktor E. Frankl. Namun, itu adalah yang beliau ceritakan tentang Jerry Long.
“Jerry Long menderita kelumpuhan dari leher ke
bawah (quadriplegic) akibat kecelakaan saat menyelam. Usianya baru 17
tahun ketika kecelakaan itu terjadi. Sekarang Long bisa menggunakan tongkat
mulut untuk mengetik. Ia mengikuti dua kursus di sekolah kejuruan, yang
dilakukan melalui saluran telepon khusus. Dengan bantuan interkom, Long bisa
mendengarkan dan berpartisipasi dalam diskusi kelas. Ia juga mengisi waktunya
dengan membaca, menonton televisi, dan menulis.
“Dalam surat yang ia kirimkan kepada saya, ia
menulis: ‛Saya memandang hidup saya penuh dengan makna dan tujuan. Sikap yang
saya terapkan pada hari bersejarah tersebut, telah menjadi prinsip hidup saya.
Leher saya memang patah, tetapi itu tidak akan mematahkan hidup saya. Sekarang
saya sedang mengikuti kursus psikologi saya yang pertama di sekolah. Saya
percaya bahwa cacat jasmaniah saya akan meningkatkan kemampuan saya untuk
menolong orang lain. Saya tahu bahwa tanpa penderitaan, saya tidak akan mampu
berkembang.’”
Seperti halnya kelumpuhan tidak akan
melumpuhkan kehidupan Joni Eareckson Tada; kebutaan tidak akan membutakan hati
Helen Keller; dan pemenjaraan Nazi tidak akan memenjarakan sikap Viktor E.
Frankl, leher yang patah pun tidak akan mematahkan hidup dan semangat Jerry
Long. Andrew Edward pernah berkata, “What doesn’t kill me, it makes me
stronger.”
Walaupun patah leher adalah penderitaan bagi
Jerry Long, ia bisa menemukan makna dalam penderitaan dan mau menolong orang
lain. Orang yang menderita saja mau menolong orang lain. Seharusnya orang yang
tidak menderita juga menolong orang lain yang menderita. Apakah mau menderita
dulu? Viktor E. Frankl berkata:
“Apakah berarti penderitaan tidak bisa
dipisahkan dari upaya menemukan makna hidup? Belum tentu. Saya hanya menegaskan
bahwa makna hidup bisa ditemukan, meskipun harus atau bahkan melalui
penderitaan, asalkan penderitaan itu tak terhindarkan. Jika penderitaan
tersebut bisa dihindarkan, hal yang layak dilakukan adalah menghilangkan
penyebabnya. Penderitaan yang tidak perlu identik dengan menyakiti diri,
bukannya tindakan kepahlawanan. Sebaliknya, jika seseorang tidak bisa mengubah
situasi yang menyebabkan ia menderita, ia tetap bisa menentukan sikap.”
Jerry Long tidak sengaja menderita karena
lehernya patah. Ia tidak menyakiti diri sendiri (seperti sadomasochism).
Ia hanya tidak bisa mengubah situasi yang menyebabkan ia menderita, yaitu
kecelakaan saat menyelam dan leher yang patah. Namun, Jerry Long bisa mengubah
sikapnya. Kita pun bisa mengubah sikap kita, meskipun tidak bisa mengubah
situasi: kehilangan orang terkasih, pemenjaraan, fitnah, penyakit, bencana
alam, dan lain-lain.
Sikap ini akan mengubah hidup kita dan membuat
perbedaan 100%. Kita bisa saja menyerah dan ingin bunuh diri. Namun, kita bisa
menentukan sikap untuk tidak menyerah. Tolonglah orang lain. Hidup kita akan
berubah dan membuat perbedaan. Dengarkan yang dikatakan oleh Theodore
Roosevelt:
“Jauh lebih baik berani melawan banyak hal
yang sangat kuat, dan merebut kemenangan besar, walaupun penuh dengan
kegagalan, daripada disejajarkan dengan orang-orang malang yang tidak menikmati
maupun menderita banyak hal. Mereka hidup dalam senja kala kelabu yang tidak
mengenal kemenangan maupun kekalahan.”
Mary Pickford pernah berkata, “If you have
made mistakes... there is always another chance for you... you may have a fresh
start any moment you choose. For this we call ‛failure’ is not the falling
down, but the staying down.” Agnes Pratiwi setuju, “Hal yang pasti,
kesuksesan itu lebih nikmat bila dilalui dengan rasa sakit. Aku jadi teringat
waktu belajar naik sepeda dulu.” Listen to what Norman Vincent Peale
said:
“If life doesn’t have trouble, it is no
good. Trouble makes you grow big. You cannot grow strong without resistance,
sorrow, difficulty, and frustration. So, even as you have problems here, you
are going to have things over there to make you grow, or else it won’t be interesting.”
![]() |
Viktor Frankl from here |