August 15, 2018

Jangan Pernah Menyerah Mengikuti Kehendak Allah

Ini adalah ketiga kalinya saya sharing ke teman-teman di tempat kerja. Berikut ini sharing yang saya bawakan tentang Jangan Pernah Menyerah Mengikuti Kehendak Allah (Sungguhkah Aku Inginkan Kehendak-Nya Dalam Hidupku?). Semoga jadi berkat buat kita semua.

***
 

Ada dua kata yang dipakai dalam bahasa asli di Perjanjian Baru, yaitu bahasa Yunani, untuk kata 'kehendak' yang mengacu pada kehendak Allah.

Kata pertama adalah boulema yang berarti kehendak mutlak Allah, pasti terjadi, walau ada orang-orang yang tidak percaya atau menentangnya. Misalnya, kedatangan Tuhan Yesus untuk kali yang kedua kelak.

Kata kedua adalah thelema yang berarti kehendak Allah untuk masing-masing kita, apa yang Dia ingin kita lakukan dalam hidup ini.

Akan tetapi, saya mungkin tidak akan membahas terlalu panjang tentang arti kedua makna tersebut, melainkan lebih pada semangat kita, keinginan kita dalam mengikuti kehendak Allah.

Apa kehendak Allah dalam hidupmu? Sudahkah kita menemukan dan mengikutinya? Apakah kita sungguh-sungguh dalam mengikuti kehendak Tuhan?

Satu hal, kita tentu memiliki kehendak bebas, sebab bila tidak, kita akan menjadi seperti robot. Kehendak bebas pun adalah pemberian dari Tuhan buat kita masing-masing. Dan itu adalah hal yang indah. Kita bisa memilih untuk menolak sesuatu, atau kita bisa memilih untuk melakukan sesuatu.

Ps. Niko Njotorahardjo saja beberapa waktu lalu pernah bersaksi bahwa ketika diminta untuk kembali dipilih ketiga kalinya sebagai anggota dalam The Church of God International Council of Eighteen, hatinya sempat ingin menolak.

Beliau merasa agak capek karena harus pulang pergi ke Amerika dan Indonesia. Belum lagi harus melakukan hal-hal yang lain. Tetapi, beliau mau berserah kepada Tuhan dan tunduk kepada kehendak Allah sampai akhirnya mau mengambil kesempatan tersebut.

Itulah bukti bahwa selevel Pak Niko pun mempunyai kehendak bebas sebenarnya.

Kita memang cenderung keras kepala, sehingga beberapa kali mungkin tidak mau mengikuti kehendak Allah karena kita rasa sulit, apalagi yang tidak mengenakkan bagi kita. Satu hal tadi kita punya kehendak bebas, ditambah sifat keras kepala manusia, kita cenderung tidak mau mengikuti kehendak-Nya. Kita hanya mau mengikuti kemauan atau kehendak kita sendiri.

Puji Tuhan apabila ada orang-orang yang tetap mau dengan tulus, tanpa motivasi lain, dan sungguh-sungguh mengikuti kehendak Allah.

Saya rasa, jika kita terus-menerus secara sengaja dan sadar menolak mengikuti kehendak-Nya, kita masih seperti anak-anak, kita masih anak-anak rohani. Beberapa waktu yang lalu, ketika kami mengajak anak kami Jhesua makan di luar, dia terus-menerus menolak kami suapi makanan.

Dia bilang, "Nggak mau! Nggak mau! Nggak mau!" tiap kali kami mau beri makan. Sampai dia tantrum, dan orang-orang lain melihat ke arah kami. Karena malu, kami bawa keluar, dan Jhesua jadi dimarahi oleh mamanya.

Akan tetapi, apa ruginya kalau kita terus-menerus secara sadar dan sengaja menolak kehendak Allah dalam hidup kita? Justru mungkin akan terjadi hal-hal yang malah lebih tidak mengenakkan bagi kita. Dan pasti butuh waktu lebih lama bagi Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya dalam hidup kita, panggilan-Nya bagi kita. Kenapa? Ya karena kita secara sadar dan sengaja terus-menerus menolak & melawan kehendak-Nya, memberontak terhadap Dia.

Nah, kalau ada ruginya, pasti ada untungnya mengikuti kehendak Tuhan. Yang pasti, salah satunya, adalah hidup kita dapat menjadi berkat bagi banyak orang. Terutama, pertama-tama seharusnya bagi orang-orang terdekat atau keluarga kita, dan bahkan pada akhirnya nanti bagi diri kita sendiri. Entah cepat atau lambat.

Tetapi, bagaimana kalau sementara dalam proses mengikuti kehendak Tuhan itu, kita masih juga dalam proses jatuh-bangun dalam dosa, melakukan kesalahan, mengalami hal-hal yang buruk? Lalu, apakah pergumulan-pergumulan berat yang masih kita rasakan dan alami di dalam hidup kita itu juga merupakan kehendak Tuhan? Sakit-penyakit, keadaan terpuruk, apakah itu juga kehendak-Nya? Apakah kita masih layak dan berada di dalam kehendak Tuhan kalau kita mengalami semua itu?

Saya tidak tahu pasti jawabannya, tetapi Tuhan pasti bisa memakai semua itu untuk mencapai tujuan akhir-Nya dalam hidup kita. Entah keadaan menyenangkan, entah keadaan menyedihkan. Apalagi kalau kita tetap mau mengikuti kehendak-Nya.

Sebuah gitar yang rusak, di tangan seorang pemain gitar yang sangat ahli, tentu tidak menurunkan kualitas permainan pemain gitar tersebut. Masih bisa digunakan dengan indah, justru bahkan malah bisa lebih indah.

Tidak semua yang kita lihat itu sebenarnya tampak seperti apa yang sedang kita lihat. Maksudnya, orang-orang yang terlihat tersenyum atau bahagia di luar, sebenarnya bisa saja sedang mengalami hal-hal yang berat di dalam hidupnya. Bahkan, sesungguhnya setiap orang yang kita jumpai sehari-hari itu memiliki perjuangan dalam hidupnya. Siapa pun itu.

Tetapi, jangan pernah menyerah mengikuti kehendak Tuhan!

Seorang teman pernah bercerita bahwa sebenarnya kalau dia mengikuti kemauannya sendiri, apalagi sudah memikirkan matang-matang, membuat perhitungan, dan demi masa depannya, ia bisa mendapatkan lebih daripada apa yang sedang ia kerjakan saat ini. Tetapi, ia mau belajar berserah kepada Tuhan, dan melakukan kehendak-Nya saja. Walau terlihat rugi, dan belum pasti, namun ia mau mengikuti kehendak-Nya.

Berat memang. Dan sulit. Apalagi sering kali Tuhan tidak menjabarkan panjang-lebar apa saja yang harus dilakukan untuk mengiktui kehendak-Nya, bukan? Kita pun sering kali bingung apakah benar kita sedang melakukan kehendak Tuhan atau tidak. Apakah benar kalau kita melakukan hal ini, atau hal itu, adalah kehendak Tuhan?

Tetapi, kalau kita mengetahui segala sesuatu, maka kita tidak perlu iman. Sementara, tanpa iman tidak mungkin seseorang berkenan kepada Tuhan (Ibrani 11:6). Tanpa iman, kita akan mengandalkan diri sendiri, kekuatan sendiri, pikiran sendiri, pengalaman, dan lain-lain.

Sekali lagi, berat & sulit pasti mengikuti kehendak-Nya. Walau Ia sendiri mengatakan bahwa kuk-Nya itu enak dan beban-Nya pun ringan (Matius 11:30), tetapi jujur, sering kali kita rasa tidak enak dan berat mengikuti kehendak-Nya. Tetapi, jangan pernah menyerah mengikuti kehendak Tuhan!

"Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat" (1 Petrus 3:17).

Teladan kita, Tuhan Yesus pun, sampai mengalami kondisi hematidrosis dalam menjalankan atau mengikuti kehendak Bapa-Nya. Apa itu hematidrosis?

Mari kita lihat di Lukas 22:42-44, "'Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.' Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah."

Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.

Hematidrosis adalah kondisi medis yang terjadi saat titik-titik darah keluar dari pembuluh darah kecil.

Saat seseorang mengalami stres tingkat berat, tekanan hidup yang begitu besar seperti yang Tuhan Yesus rasakan, pembuluh darah kecil bisa pecah, sehingga mengakibatkan darah keluar dari tubuh melalui kelenjar keringat.

Ada sebuah kejadian lain yang menggambarkan hematidrosis tersebut. Seorang anak kecil berusia 3 tahun diajak oleh papanya berenang bersama anak-anaknya yang lain. Namun, karena teledor, anaknya yang paling bungsu itu hampir mati tenggelam karena lepas dari pengawasan papanya itu. Untungnya, papanya berhasil menyelamatkannya, lalu membawanya ke RS.

Setelah diobati dan diobservasi, keesokan harinya dokter mengatakan bahwa muncul bintik-bintik ungu kecil di wajahnya, dan itu terjadi karena efek trauma anaknya minta tolong ke papanya sambil berteriak-teriak di dalam air karena hampir mati tenggelam, sementara papanya tidak mendengarkan. Seperti itulah gambaran hematidrosis.

Mungkin sering kali kita merasa seperti anak kecil itu. Tidak ada yang menolong. Doa kita tidak terdengar atau dijawab-jawab oleh Tuhan, Papa kita di surga. Kita merasa semuanya klise. Tetapi, untuk ketiga kalinya saya berkata, jangan pernah menyerah mengikuti kehendak Allah.

Di Ibrani 12:4 dikatakan, "Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah."

Kalau boleh saya tarik analogi dan kesimpulan dari ayat tersebut, mungkin dalam perjuangan kita mengikuti kehendak Allah, kita belumlah mencucurkan darah. Atau, mungkin ada beberapa orang dari antara kita yang sudah mencucurkan darah—mungkin bukan dalam arti harfiah atau sebenarnya, melainkan mencucurkan darah dalam keuangan, pikiran, harga diri, tenaga, doa, dan lain-lain.

Tetapi, pasti ada keindahan di balik tujuan ilahi dalam kehendak Allah bagi hidup kita.

Mungkin kita tahu bahwa EGO adalah edging God out, atau mengeyampingkan Tuhan, menomorduakan Dia, atau menyisihkan dan meminggirkan Allah. Saat kita mengutamakan ego kita sendiri, mengikuti kemauan dan kehendak sendiri, sesungguhnya kita tidak membutuhkan Tuhan, tidak mengikuti kehendak-Nya.

Jangan pernah menyerah mengikuti kehendak Allah.

Kehendak-Nya pasti yang terbaik, makin baik, dan selalu baik bagi kita.

Suatu hari, saya mendengarkan anak saya yang nomor satu, Cherish bermain piano. Sudah lama saya tidak mendengarkan dia memainkannya. Dan waktu itu saya dengar cukup indah sekali. Ketika saya melihatnya ke depan, ternyata yang membuat alunan musik pianonya lebih indah adalah guru lesnya. Cherish hanya memainkan sejumlah kunci, dan guru lesnya yang membuat harmoni musiknya menjadi lebih merdu, lebih indah.

Demikian jugalah kalau kita mau menyertakan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam mengikuti kehendak-Nya, hidup kita akan menjadi lebih indah, lebih berarti, dan lebih berharga. Jadi, jangan pernah menyerah mengikuti kehendak Allah dalam hidup kita. Apa pun yang terjadi.


"What you get by achieving your goals is not as important as what you become by achieving your goals." —Zig Ziglar

"Don't be afraid to give up the good to go for the great." Kenny Rogers