Pagi ini
pukul 08.00 membawakan sharing di bawah ini di kebaktian
pagi kantor.
***
Merugi—mengalami
kerugian—untuk hal atau sesuatu yang kita sukai, misalnya hobi atau sebuah
keahlian, itu kita senang melakukannya dan terasa gampang. Misalnya, waktu
awal-awal berlatih bermain saksofon, rela merugi (istilahnya “membayar harga”) yaitu
bagian luar jari jempol kanan bengkak, agak rusak karena luka, dan sampai
kapalan. Bibir juga mengalami yang sama. Atau, ada juga teman yang pandai
bermain drum (Pak Gently Tiwa), dia pasti juga mau mengalami kerugian
telapak-telapak tangan lecet atau luka dan kapalan agar bisa bermain drum. Ada
juga seorang teman yang rela dan merugi tidak makan goreng-gorengan (sebab tidak makan gorengan adalah kerugian
besar!) atau makanan yang mengandung garam lagi demi menjaga bentuk tubuh karena
rajin nge-gym.
Nah, kita mau
merugi atau rela “bayar harga” demi sesuatu yang kita senangi. Dan sering
merasa mudah melakukannya, walau sakit atau luka.
Kadang susah
juga merugi untuk melakukan sesuatu atau beberapa hal. Misalnya, ketika di
jalan. Ada pengemudi yang menyalip seenaknya, apalagi tanpa memberi tanda. Kita
enggan merugi dengan cara mengalah dan membiarkannya membalap.
Tapi sekali
lagi, merugi untuk hal yang kita sukai itu sering kali terasa mudah.
Tetapi,
bagaimana dengan merugi untuk Tuhan? Rasanya mungkin merugi untuk Tuhan itu
lewat hal-hal yang tidak kita sukai. Banyak orang mungkin merasa sulit merugi
untuk Dia karena sering kali hanya mau menerima berkat-berkat-Nya, mencari yang
enak-enak saja dan yang indah-indah doang.
Ada beberapa
contoh orang di dalam Alkitab yang mau merugi untuk Tuhan. Misalnya, Maria. “Maka Maria mengambil setengah kati minyak
narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya
dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu” (Yoh.
12:3). Maria terbiasa melayani, memberikan yang terbaik, dan merugi untuk Tuhan
karena dia lebih memilih Yesus terlebih dulu ketimbang segalanya, ketimbang
yang lainnya. Dia lebih memilih duduk di dekat kaki Tuhan dan terus
mendengarkan perkataan-Nya sehingga mudah baginya untuk mau merugi bagi Dia.
Lalu, ada
janda miskin yang mempersembahkan seluruh nafkahnya kepada Tuhan (Luk. 21:1-4).
Abraham juga
rela mempersembahkan anaknya, Ishak. Tetapi puji Tuhan, karena Tuhan sendirilah
yang menyediakan korban sebagai ganti anaknya itu dengan seekor domba jantan
(Kej. 22:1-19).
Ada juga seorang
anak kecil yang mempersembahkan lima roti dan dua ikan kepada Tuhan Yesus
supaya dapat memberi makan 5.000 orang (Luk. 9:10-17; Yoh. 6:1-13).
Itulah beberapa
contoh pribadi di Alkitab yang mau merugi untuk Tuhan. Tapi, ada juga contoh
yang tidak mau merugi buat Tuhan atau mengalami kerugian bagi Dia. Misalnya, orang
muda yang kaya raya yang tidak mau menjual segala miliknya, memberikannya
kepada orang miskin, lalu mengikut Yesus (Mat. 19:16-26).
Kalau kita
hitung-hitungan dengan Dia, mungkin Dia juga akan hitung-hitungan dengan kita.
Kalau kita tidak hitung-hitungan dengan Tuhan, maka Dia juga tidak akan
hitung-hitungan dengan kita, malahan memberkati kita dengan berlimpah.
Mungkin kita
sebagai orangtua akan hitung-hitungan terhadap anak kita. Misalnya, waktu kita
meminta sebuah permen, sepotong roti atau es krim hanya untuk menguji apakah
dia mau memberi atau tidak, tetapi anak kita tidak mau, kita mungkin akan hitung-hitungan.
Kenapa anak tidak mau memberi, padahal kita bisa memberi lebih banyak daripada
yang kita coba minta atau lakukan dari anak kita?
Tetapi
sekalipun kita sering hitung-hitungan terhadap Tuhan, Dia setia, mau mengampuni
kita, dan tidak membalas setimpal dengan apa yang kita perbuat atau
hitung-hitungan terhadap kita.
Suatu hari,
istri Pak Niko Njotorahardjo mendapat sebuah penglihatan dari dalam lemari
sebuah angka, 30.000. Ternyata, lewat penglihatan itu, Tuhan meminta Pak Niko
untuk memberikan uang sejumlah Rp30.000 kepada seorang bapak bernama Pak Rohim.
Tahun itu, nilai uang 30 ribu sangat besar dan hanya itulah uang sisa yang dimiliki
oleh Pak Niko beserta istri. Berat rasanya mau memberi, dan saling memandang
apakah akan memberi atau tidak? Tapi beliau mau taat dan memberikannya kepada
Pak Rohim. Dan ternyata, setelah diberi, Pak Rohim menangis dan bercerita bahwa
telah beberapa hari ia berdoa supaya Tuhan memberinya uang 30 ribu agar bisa
membeli makanan bagi beberapa hamba Tuhan yang ada di rumahnya.
Pak Niko serta
istri beliau mau merugi untuk Tuhan. Dan Dia memberkati keluarga beliau. Namun,
pasti berkat itu sendiri bukanlah tujuan utama Tuhan bagi Pak Niko, melainkan
ketaatan, sikap hati, motivasi, dan pilihan yang diambil Pak Nikolah yang lebih
penting. Berkat itu sendiri ibarat nomor dua atau sekian.
“Sebab lebih baik menderita karena berbuat
baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat”
(1 Ptr. 3:17). Kalau boleh memparafrasakannya, lebih baik merugi karena berbuat
baik kalau hal itu dikehendaki oleh Allah daripada merugi karena berbuat jahat.
“Karena barangsiapa mau menyelamatkan
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya
karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 16:25).
Yang sering
tidak kita sadari adalah, justru Tuhanlah yang sering kali merugi atau mau menanggung
kerugian bagi kita. Kita sering jatuh dalam dosa, berbuat salah, dan mengalami banyak
kegagalan, tetapi Tuhan mau memaafkan. Dia mau supaya kita bangkit, tetap maju.
Tuhanlah yang menanggung kerugian bagi kita, menggantikan kita.
Saat-saat ini mungkin
kita sedang mengalami hal-hal yang membuat kita merasa rugi, atau diperlakukan
tidak adil sehingga kita berkata, “Tuhan,
kenapa seperti ini ya…? Kenapa saya mengalami hal ini ya…?” Rasanya berat
dan kerugian besar bagi kita. Tapi, kalau kita mau tetap taat, memiliki sikap
hati yang baik, dan mengambil pilihan yang benar, ada berkat lebih besar yang
Tuhan sediakan dan percayakan bagi kita di depan. Dan di balik apa yang sedang
kita alami sebagai kerugian saat ini mungkin ada hikmah yang bisa kita ambil.
Semuanya
berbalik ke hati kita. Apakah kita mau tetap setia kepada Tuhan walaupun
mungkin kita mengalami kerugian dan membayar harga yang mahal?
Tetaplah
memiliki kasih yang mula-mula kepada Tuhan supaya kita mudah merugi untuk
Tuhan, seperti halnya yang dilakukan Maria di atas tadi.
Kalau kita
merugi untuk Tuhan, sering kali justru kita memberi manfaat, menjadi berkat,
dan memberi dampak yang baik bagi orang banyak, bukan? Dan merugi bagi Tuhan
sering kali adalah melalui melakukan sesuatu yang bagi kita mungkin sebuah
kerugian, dan kita melakukannya bagi orang-orang terdekat, terutama keluarga dan
orang-orang yang kita sayangi.
Justru kalau
kita hanya mau menerima berkat, mengambil yang untung-untung, enak-enak, dan indah-indah
saja dari Tuhan, tanpa pernah mau merugi bagi Dia, tidak mau membayar harga, kita
malah menjadi batu sandungan, tidak menjadi berkat, dan membuat rugi orang
lain, bukan?
“Sudah 70
tahun lebih saya mengikut Tuhan,” kata seseorang ketika diancam akan dibunuh
apabila tidak mau menyangkali imannya kepada Tuhan Yesus. “Dan tidak pernah
sekali pun Dia mengecewakan saya. Masakah saya mau menyakiti Dia sekarang?” Dia
mau merugi untuk Tuhan. Ingat: “Karena
barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku [Tuhan Yesus], ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya
seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya
sendiri” (Luk. 9:24-25)?
“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan
bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap
rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada
semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan
menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan
dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan
kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah
anugerahkan berdasarkan kepercayaan” (Flp. 3:7-9).
Mari mau merugi untuk Tuhan; bukannya malah merugikan Tuhan atau menjadi kerugian bagi Dia.
Mari mau merugi untuk Tuhan; bukannya malah merugikan Tuhan atau menjadi kerugian bagi Dia.
“Sekalipun pohon ara tidak
berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,
sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba
terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan
bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.
ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia
membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.” —Habakuk 3:17-19
“It is in the quiet crucible of
your personal private suffering that your noblest dreams are born and God’s
greatest gifts are given in compensation of what you’ve been through.”
—Wintley
Phipps