“Betapa
liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu:
siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang
menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan
tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.”
—Yeremia
17:9-10
Aneh sekali kalau Alkitab berkata:
“Betapa menipunya hati...”
Lalu siapa yang ditipu?
Tentu yang ditipu adalah diri sendiri.
Betapa tidak, kita sering mencoba
bahagia, sementara hati seperti diiris. Kita mencoba tampil bebas, sementara
hati begitu terbebani.
Belum lagi dengan semua luka, yang kita
anggap tidak ada.
Tapi pada kenyataannya luka itu terus
menganga, dan begitu mempengaruhi cara bicara dan tindakan kita.
Lihat juga hati yang merasa tertolak,
betapa sering itu tak dirasa, padahal luka itu ada.
Dan yang bisa terus mencoba menutupinya
dengan begitu banyak kata dan tindakan yang justru melukai orang lain.
Rasa iri, persaingan, kebencian, dendam,
amarah, tertolak, direndahkan, dibedakan dengan yang lain, tersingkir,
terabaikan, dan sebagainya, dan sebagainya.
Wow... panjang sekali bukan, hal-hal
yang mungkin ada di hati kita?
Hati kita memang fragile, mudah terlukai, tapi menutupinya seakan semuanya itu tidak
pernah ada, juga akan makin memperparah.
Lalu apa yang harus kita perbuat?
Jujurlah dengan hatimu sendiri dan
kemudian ungkapkan ke Tuhan, minta kesembuhan hatimu dan please... jangan terlalu lama, sebelum melukai hati orang lain...
“Masalahmu
hanya satu: hati. Plus satu: komunikasi.”
—F.
G.
—sine nomine