Those who rush
arrive first at the grave.
―Pepatah Spanyol
Saya
bukannya ingin mempersoalkan kekencangan motor-motor atau kemacetan di kota,
terutama seperti di Jakarta. Saya hanya mempersoalkan diri sendiri, dan mungkin
berkaitan dengan beberapa orang, mungkin juga Anda.
Ihwal saya begini, orang-orang yang
berangkatnya jauh dari rumah menuju tempat kerja (misalnya dari Depok ke
Meruya), pagi-pagi di tengah halau-balau *tidak, kata halau itu bukan salah ketik dari kata kacau, sebab saya sengaja ingin menekankan kata yang kedua itu* kemacetan
di jalanan, sesampainya di kantor saat sedikit siang agaknya boleh tidak perlu
meleburkan diri di dalam obrolan pagi bersama rekan-rekan. Apalagi kalau
sekiranya bekerja di halau (bahasa
Hawaii: sekolah, akademi) atau perusahaan berintensitas banyak obrolan lainnya.
Suara-suara bising mobil, truk beserta
asap hitam-putihnya, serta auman sepeda motor sudah cukup amat sangat
memenatkan daun dan gendang telinga ini, belum juga ditambah untuk merasuk masuk
ke pikiran. Kecuali kalaulah mesin-mesin itu bisa bersiul saja, bolehlah jiwa
dan pikiran orang-orang yang bekerja jauh ini merasa tenang, terasa santai bak
di pinggir pantai. Jarang ada mesin yang melankolis, sayangnya.
Ada orang yang pernah mengecap PP jauh
dari kediaman ke kantor. Ada juga orang yang pernah jauh, lalu dekat, lalu jauh
lagi, kemudian dekat, dan jauh lagi, dan seterusnya. Apakah seseorang bisa
menemukan panggilan jarak tempat kerjanya
seperti halnya panggilan hidupnya?