June 5, 2011

Cuma Baca

Suatu hari, penulis David Foster Wallace ditanyai oleh seorang temannya, "Bagaimana caranya kamu menjadi begitu pintar?"1

David Foster Wallace menjawab, "Saya cuma membaca."

Saya heran, bukan tentang anekdot singkat di atas tadi, melainkan tentang penulis Henry David Thoreau yang mungkin tidak pernah pergi keluar negeri, tetapi tulisan-tulisannya bisa ke luar negeri. (Mirip dengan pengalaman penulis Stephen King--menurut penulis dan sahabat saya, Julius Fernando--yang mungkin dulu tak pernah keluar negeri dan hanya membuat setting novel-novelnya di kota Maine.)

Ia, Henry David Thoreau, pun sepertinya sangat pintar. Kabarnya, ia sering ke perpustakaan dan meminjam segudang buku. Jadi, saya percaya, seperti halnya Wallace, Thoreau pun cuma membaca.

Jadi, kalau ketiga contoh penulis itu saja, hanya dengan membaca bisa begitu pintar, kita pun tentu dapat menjadi seperti mereka.

Penulis wanita pula, Laura Hillenbrand, yang mungkin tidak akan pernah bisa beranjak keluar negeri, selain keluar kamar dan rumahnya, karena penyakit Chronic Fatigue Syndrome (CFS) yang dideritanya, tetapi tulisan-tulisan melalui buku-bukunya, saya percaya, mampu menembus negeri-negeri. Monica Hesse menulis tentang dia:
"Before she got sick, she loved to travel. Now, when she is well enough, her favorite thing is to drive down to Reagan National Airport and sit in view of the runway. She loves the big openness of the runway, and the fact that she can see very far away.
"It's a gateaway to another world."2 

(Referensi:
1. http://sethgodin.typepad.com/seths_blog/2011/05/the-hard-part-one-of-them.html
2. http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2010/11/28/AR2010112803533.html)

No comments:

Post a Comment