November 26, 2014

Pret?

Tadi pagi, hampir sharing renungan di kantor karena teman (Kenny Saputra) minta tolong supaya menggantikan dia. Tapi, karena kemungkinan telat sampai di sana, saya meminta tolong Pak Ryan saja yang membawakan renungan.

Renungannya dari Santapan Harian-nya SABDA. Sebagai berikut.

Wahyu 12:1-12

Judul: Rival Allah: Sang Naga

Wahyu bukanlah catatan sejarah masa lampau atau gambaran kronologis masa depan. Wahyu memperlihatkan kedaulatan Allah atas dunia ini, atas sejarah, dan atas masa depan dari berbagai perspektif.

Pasal 12-13 memperlihatkan bagaimana rival Allah, yang diwakili si Naga (12:3), binatang yang keluar dari laut (13:1-2), dan binatang yang keluar dari bumi (13:11), yang melambangkan kekuatan triritunggal yang jahat/najis, berupaya mengacaukan karya penyelamatan Allah tritunggal atas dunia milik-Nya. Upaya tritunggal yang palsu itu tidak berhasil. Allah Tritunggal sejatilah yang mengendalikan sejarah, bahkan para musuh-Nya.

Si Naga merupakan musuh Allah yang mencoba merintangi rencana-Nya menyelamatkan kemanusiaan. Dia mencoba menggagalkan rencana itu melalui memusnahkan umat Allah Perjanjian Lama, yang dilambangkan oleh perempuan yang bermahkotakan 12 bintang, yang melaluinya Mesias dilahirkan (5, bdk. Mzm. 2:7). Alih-alih membinasakan Sang Mesias, si Naga justru mendapatkan kekalahan telak oleh karya penebusan sang Anak Domba (11). Dari sudut pandang surgawi, si Naga dan para pengikutnya tersebut dikalahkan oleh Mikhael dan para malaikatnya dan dilemparkan ke bumi (7-9). Perikop ini bukan membahas asal muasal Iblis sebagai malaikat yang memberontak, sebagaimana diajarkan oleh tradisi Yahudi dan Kristen tertentu.

Perikop ini juga tidak boleh dipakai untuk memetakan si Naga dan pribadi-pribadi tritunggal najis lainnya, kepada sosok pribadi, aliran agama, atau bahkan aliran kekristenan tertentu yang dianggap sesat. Perikop ini mencoba menggambarkan bahwa selama bumi belum dipulihkan kembali (Why. 21:1), selama itu pula kejahatan dan antek-anteknya terus merajalela. Namun, dua hal harus terus diingat dan menjadi penguatan dan penghiburan kita. Pertama, kuasa Iblis sudah kalah mutlak pada peristiwa kayu salib, 2000 tahun yang lalu. Kedua, Allah berdaulat, tidak ada sesuatu pun yang dapat terjadi di luar izin-Nya.


Wahyu. Topik berat.

Tapi, kalau boleh mengambil secuil kata dari bahan renungan yang ada di atas, saya ingin mencoba menukil sedikit tentang perspektif.

Kalau berdasar teori relativitas spesialnya Albert Einstein—cie Einstein—mungkin juga mencakup tentang perspektif. (Tolong koreksi saya apabila salah atau kurang, ya para ahli.) Cangkir merah kopi Nescafe di sebelah kanan saya bisa jadi adanya di sebelah kiri apabila dilihatnya dari posisi Anda yang mungkin ada di depan saya.

It's a fact of life: Some things are absolute, and some are relative. For me, the teapot on the table is to the left of my cup. From the point of view of an observer sitting directly opposite, it's the other way around: My cup is to the left of the teapot. "Left" and "right" are relative. Whether or not an object is located to the left or to the right of another depends on the observer. On the other hand, if the cup is filled to the brim with coffee, all observers should agree to the fact, regardless of where they sit. That, it would seem, is an absolute statement, independent of who makes the observation.

Einstein's special theory of relativity (special relativity) is all about what's relative and what's absolute about time, space, and motion. Some of Einstein's conclusions are rather surprising. They are nonetheless correct, as numerous physics experiments have shown. And they have forced physicists to revise the way they think about some of their science's most basic concepts. (http://www.einstein-online.info/elementary/specialRT)


Kalau boleh mengaitkannya dengan perspektif, apa pun yang kita alami sekarang, khususnya yang kurang mengenakkan bagi kita—seperti penderitaan, cobaan, atau apa pun—mungkin terlihat kusut, acak-acakan di hidup kita. Itu yang kita lihat dari bawah sini, dari bumi. Namun, mungkin Ia yang telah melihat segalanya, berbeda. Dari atas. Tampak indah. Sudah tahu polanya. Dan Ia bisa memakai semuanya untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi Dia.

Pret,” celetuk Anda. Bahkan, kata saya juga.

Mungkin mudah mengatakannya, menasihatkannya. Apalagi kalau belum atau tidak mengalaminya sendiri. Tapi, berat, seberat topik tentang Wahyu tadi di atas saat melakukan, menerimanya. Tapi, kalau kita mau mencobanya, sedikit demi sedikit, mungkin akan menjadi sebuah, istilahnya, disiplin. Dan bukankah kerohanian kadang lebih membutuhkan kedisiplinan daripada bidang olahraga?

Kalau boleh lagi sedikit mengupas tentang perspektif, beberapa hari yang lalu, saat sedang terjebak kusutnya kemacetan jalan dekat RS Fatmawati, tebersit tentang, mungkin agak mistis menurut Anda, adanya suara seolah-olah orang-orang yang di atas berkata, "Just be patient," dan orang-orang yang di bawah, "Just do what's important in your life."

Pret?

Mungkin itu adalah sebuah perspektif.


Pria-pria Perkasa