February 21, 2018

If It's 4 Me

If it is for Me, even if no one would listen, I will.

Even if no one would read, I will.

Even if no one would see it, I will.

Even if no one would appreciate, I will.

Even if they come from your family members or your closed ones, I will.

So—learn to live for an audience of one, or Two. Or Three.


"When I was writing The Purpose Driven Life, I got a letter from the editor (which I later framed) that said, 'This book will never work. Nobody’s going to read 40 chapters.' The experts are often wrong."
Rick Warren



Terlatih


Pagi ini, saya sharing tentang ini di kantor. 😊

Harus ada rasa ketidaknyamanan-ketidaknyamanan yang kita terima atau jalani jika ingin menjadi orang yang lebih baik lagi.

Sharing di depan temen-temen adalah salah satu hal yang tidak nyaman—karena jam terbang yang masih sangat kurang—tetapi saya mau berlatih supaya makin bisa melakukannya.

Apa sesuatu yang menjadi kurang nyaman bagi temen-temen? Mungkin tampil di depan umum juga? Atau bersaksi? Kalau kita mau melatih diri menghadapinya, mungkin kita akan mampu melakukannya suatu hari nanti.

Izinkan saya untuk sharing (berbagi) tentang satu kata dengan temen-temen, yaitu kata 'terlatih'. Terlatih adalah kemampuan karena telah dilatih; menjadi terampil atau terbiasa melakukannya atau karena sering berlatih berulang-ulang.

Kalau boleh melihat ke belakang sedikit (flashback), saya lahir baru (born again) tahun 2001, awal-awal saya kuliah di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Di awal-awal saya lahir baru itu, saya jatuh cinta dengan Tuhan Yesus dan melakukan apa pun bagi Dia. Mungkin temen-temen juga demikian ketika awal-awal mengenal dan jatuh cinta pada Tuhan Yesus.

Tetapi, kalau boleh jujur, dalam proses perjalanan kehidupan rohani saya sampai detik ini, makin lama kenal Tuhan, kok rasanya tidak makin jatuh cinta sama Tuhan? Jadi batu sandungan dan makin menjauh dari orang-orang. Padahal, kalau makin lama ikut Tuhan, harusnya kan makin jatuh cinta sama Tuhan.

Kenapa? Karena ada titik-titik waktu atau hari di mana saya pelan-pelan mulai buka celah terhadap dosa, jatuh bangun, dan melakukan hal-hal yang mungkin orang lain tidak tahu, tetapi Tuhan tahu, dan saya tahu kalau itu tidak baik. Sampai akhirnya, yang awalnya mulai kecil-kecilan melakukan hal yang buruk, menjadi menumpuk & membuat saya terlatih melakukannya. Filter firman Tuhan mulai berkurang. Saat teduh mulai tidak ada.

Walau saya membaca firman, berdoa, ke gereja, memuji & menyembah, tetapi lama-lama saya menjadi terlatih—pikiran, hati, sikap, tindakan, karakter saya terlatih—untuk melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan, menyakiti orang lain, dan terutama sebenarnya menyakiti diri sendiri.

Nah, tentang terlatih sendiri, ada 2 jenis menjadi terlatih:

  • Terlatih untuk hal-hal yang negatif
  • Terlatih untuk hal-hal yang positif
Kita lebih condong banyak melakukan yang mana? Yang negatif atau yang positif?

Terlatih untuk hal-hal yang negatif misalnya menghakimi orang lain—padahal tidak tahu apa yang dialaminya atau apa penyebab dia melakukan itu—atau menghakimi diri sendiri, berpikir negatif, menunda-nunda, tidak memberikan yang terbaik, mendua hati, marah-marah di rumah atau di jalan, tidak sabaran, sulit mengalah, susah berserah, selalu panik, gelisah, khawatir, dan tidak mau mendengarkan Tuhan.

Terlatih untuk hal-hal yang positif misalnya berpikir positif, melakukan apa yang Tuhan mau, dan sebagainya.

Mungkin kita pun masih lemah dalam satu atau beberapa hal. Tetapi, kalau kita mau melatih diri melakukan, memiliki, dan memikirkan hal-hal yang positif, akan ada waktunya bagi kita untuk mudah melakukan hal-hal yang positif. Saya masih melatih diri untuk tidak menghakimi diri sendiri, melainkan mengampuni diri sendiri, menyemangati, dan mengatakan hal-hal yang baik. Saya masih belajar tidak marah-marah, sabar dan mau ngalah di jalan, misalnya waktu macet atau ada yang menyalip seenaknya. Saya masih melatih diri untuk menulis setiap hari, minimal satu dua halaman.

1 Korintus 6:7, "Adanya saja perkara di antara kamu yang seorang terhadap yang lain telah merupakan kekalahan bagi kamu. Mengapa kamu tidak lebih suka menderita ketidakadilan? Mengapakah kamu tidak lebih suka dirugikan?"

Menjadi terlatih pasti bukan peristiwa yang bisa terjadi dalam semalam, sehari, seminggu, sebulan, atau bahkan setahun. Tetapi, butuh proses berhari-hari, bahkan bertahun-tahun. Ketika John Maxwell ditanya bagaimana dia bisa relaks dan begitu mudah mengajar atau menyampaikan sesuatu di depan umum, ia menjawab karena ia sudah melakukannya selama 50 tahun, lebih dari 12.000 kali!

Dia berkata, "A lack of self-discpline is a lack of knowing what you want in life. And when you don't know what you want, you won't have any self-discipline power to get there (Kurangnya kedisiplinan diri, latihan-latihan, menunjukkan bahwa kita kurang mengetahui apa yang sebenarnya kita inginkan dalam kehidupan. Dan saat kita tidak tahu apa yang kita inginkan dalam hidup, kita tidak akan memiliki kekuatan kedisplinan diri untuk mencapai apa pun dalam hidup)."

Butuh proses bertahun-tahun sampai kita bisa dalam level seperti yang Paulus tanyakan, "Mengapa kamu tidak lebih suka menderita ketidakadilan? Mengapakah kamu tidak lebih suka dirugikan?" Butuh latihan nyata sehari-hari, bahkan seumur hidup untuk benar-benar menjadi hamba, yang sungguh-sungguh rendah hati seperti itu. "Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, daripada menderita karena berbuat jahat" (1 Pet. 3:17).

Contoh Alkitab adalah Daud yang terlatih & terbiasa menjaga kawanan domba ayahnya. "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya" (1 Sam. 17:34-35). Timotius juga biasa dilatih sebagai anak didik rohani oleh Paulus untuk menggembalakan jemaat.

Setelah terlatih bertahun-tahun, yang kita lakukan itu akan hampir pasti effortless (tanpa usaha ekstrakeras lagi) karena telah terbiasa. Dengan kata lain, semi-otomatis. Nggak pake mikir. Padahal, setiap orang pada umumnya bisa punya kurang lebih 35.000 pikiran setiap harinya! Tapi, karena terbiasa, terkondisikan secara alam bawah sadar untuk melakukannya, jadi tidak pakai mikir panjang lagi.

Misalnya, otomatis dalam hal yang negatif, cowok-cowok otomatis matanya langsung mengarah ke cewek-cewek yang cantik atau seksi. Padahal, kalau kita mau melatih diri, menguasai diri, dan menahan diri, kita pasti bisa melakukan hal yang positif. "Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara" (Ay. 31:1)?

Semoga kita mau melatih lebih banyak hal yang baik & positif, dan menjelang akhir kehidupan kita sudah zero (tidak ada lagi) hal-hal yang tidak baik atau negatif yang kita lakukan. Saya percaya, Tuhan pun ingin melatih kita melakukan apa yang baik; Ia ingin kita menjadi orang-orang terlatih dalam hal-hal yang baik.

"Mata mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah jemu berbuat dosa. Mereka memikat orang-orang yang lemah. Hati mereka telah terlatih dalam keserakahan. Mereka adalah orang-orang yang terkutuk" (2 Pet. 2:14)!

Telah terlatih dalam hal apa hati kita?


"You'll never know how good you gonna be until you've done it long enough to know how good you can be." 
—John C. Maxwell