Pagi ini, saya sharing tentang ini di kantor. 😊
Harus ada rasa
ketidaknyamanan-ketidaknyamanan yang kita terima atau jalani jika ingin menjadi
orang yang lebih baik lagi.
Sharing di depan temen-temen adalah salah
satu hal yang tidak nyaman—karena jam terbang yang masih sangat kurang—tetapi
saya mau berlatih supaya makin bisa melakukannya.
Apa sesuatu yang menjadi kurang
nyaman bagi temen-temen? Mungkin tampil di depan umum juga? Atau bersaksi? Kalau kita mau melatih
diri menghadapinya, mungkin kita akan mampu melakukannya suatu hari nanti.
Izinkan saya
untuk sharing (berbagi) tentang satu
kata dengan temen-temen, yaitu kata 'terlatih'.
Terlatih adalah kemampuan karena
telah dilatih; menjadi terampil atau terbiasa melakukannya atau karena sering
berlatih berulang-ulang.
Kalau boleh melihat
ke belakang sedikit (flashback), saya
lahir baru (born again) tahun 2001, awal-awal
saya kuliah di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Di awal-awal saya lahir baru
itu, saya jatuh cinta dengan Tuhan Yesus dan melakukan apa pun bagi Dia.
Mungkin temen-temen juga demikian ketika awal-awal mengenal dan jatuh cinta
pada Tuhan Yesus.
Tetapi, kalau
boleh jujur, dalam proses perjalanan kehidupan rohani saya sampai detik ini,
makin lama kenal Tuhan, kok rasanya tidak makin jatuh cinta sama Tuhan? Jadi
batu sandungan dan makin menjauh dari orang-orang. Padahal, kalau makin lama ikut Tuhan, harusnya kan
makin jatuh cinta sama Tuhan.
Kenapa?
Karena ada titik-titik waktu atau hari di mana saya pelan-pelan mulai buka
celah terhadap dosa, jatuh bangun, dan melakukan hal-hal yang mungkin orang
lain tidak tahu, tetapi Tuhan tahu, dan saya tahu kalau itu tidak baik. Sampai
akhirnya, yang awalnya mulai kecil-kecilan melakukan hal yang buruk, menjadi
menumpuk & membuat saya terlatih melakukannya. Filter firman Tuhan mulai
berkurang. Saat teduh mulai tidak ada.
Walau saya membaca
firman, berdoa, ke gereja, memuji & menyembah, tetapi lama-lama saya
menjadi terlatih—pikiran, hati, sikap, tindakan, karakter saya terlatih—untuk
melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan, menyakiti orang lain, dan
terutama sebenarnya menyakiti diri sendiri.
Nah, tentang
terlatih sendiri, ada 2 jenis menjadi terlatih:
- Terlatih untuk
hal-hal yang negatif
- Terlatih untuk
hal-hal yang positif
Kita lebih condong
banyak melakukan yang mana? Yang negatif atau yang positif?
Terlatih
untuk hal-hal yang negatif misalnya menghakimi orang lain—padahal tidak tahu
apa yang dialaminya atau apa penyebab dia melakukan itu—atau menghakimi diri
sendiri, berpikir negatif, menunda-nunda,
tidak memberikan yang terbaik, mendua hati, marah-marah di rumah atau di jalan,
tidak sabaran, sulit mengalah, susah berserah, selalu panik, gelisah, khawatir,
dan tidak mau mendengarkan Tuhan.
Terlatih
untuk hal-hal yang positif misalnya berpikir
positif, melakukan apa yang Tuhan mau, dan sebagainya.
Mungkin kita
pun masih lemah dalam satu atau beberapa hal. Tetapi, kalau kita mau melatih
diri melakukan, memiliki, dan memikirkan hal-hal yang positif, akan ada
waktunya bagi kita untuk mudah melakukan hal-hal yang positif. Saya masih melatih
diri untuk tidak menghakimi diri sendiri, melainkan mengampuni diri sendiri,
menyemangati, dan mengatakan hal-hal yang baik. Saya masih belajar tidak
marah-marah, sabar dan mau ngalah di jalan, misalnya waktu macet atau ada yang
menyalip seenaknya. Saya masih melatih diri untuk menulis setiap hari, minimal
satu dua halaman.
1 Korintus
6:7, "Adanya saja perkara di antara kamu yang seorang terhadap yang lain
telah merupakan kekalahan bagi kamu. Mengapa kamu tidak lebih suka menderita
ketidakadilan? Mengapakah kamu tidak lebih suka dirugikan?"
Menjadi
terlatih pasti bukan peristiwa yang bisa terjadi dalam semalam, sehari,
seminggu, sebulan, atau bahkan setahun. Tetapi, butuh proses berhari-hari,
bahkan bertahun-tahun. Ketika John Maxwell ditanya bagaimana dia bisa relaks
dan begitu mudah mengajar atau menyampaikan sesuatu di depan umum, ia menjawab
karena ia sudah melakukannya selama 50 tahun, lebih dari 12.000 kali!
Dia berkata,
"A lack of self-discpline is a lack
of knowing what you want in life. And when you don't know what you want, you
won't have any self-discipline power to get there (Kurangnya kedisiplinan
diri, latihan-latihan, menunjukkan bahwa kita kurang mengetahui apa yang
sebenarnya kita inginkan dalam kehidupan. Dan saat kita tidak tahu apa yang kita
inginkan dalam hidup, kita tidak akan memiliki kekuatan kedisplinan diri untuk
mencapai apa pun dalam hidup)."
Butuh proses
bertahun-tahun sampai kita bisa dalam level seperti yang Paulus tanyakan,
"Mengapa kamu tidak lebih suka
menderita ketidakadilan? Mengapakah kamu tidak lebih suka dirugikan?"
Butuh latihan nyata sehari-hari, bahkan seumur hidup untuk benar-benar menjadi
hamba, yang sungguh-sungguh rendah hati seperti itu. "Sebab lebih baik
menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, daripada
menderita karena berbuat jahat" (1 Pet. 3:17).
Contoh
Alkitab adalah Daud yang terlatih & terbiasa menjaga kawanan domba ayahnya.
"Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang
singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku
mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya" (1 Sam.
17:34-35). Timotius juga biasa dilatih sebagai anak didik rohani oleh Paulus
untuk menggembalakan jemaat.
Setelah
terlatih bertahun-tahun, yang kita lakukan itu akan hampir pasti effortless (tanpa usaha ekstrakeras lagi)
karena telah terbiasa. Dengan kata lain, semi-otomatis. Nggak pake mikir. Padahal, setiap orang pada umumnya bisa punya
kurang lebih 35.000 pikiran setiap harinya! Tapi, karena terbiasa,
terkondisikan secara alam bawah sadar untuk melakukannya, jadi tidak pakai
mikir panjang lagi.
Misalnya,
otomatis dalam hal yang negatif, cowok-cowok otomatis matanya langsung mengarah
ke cewek-cewek yang cantik atau seksi. Padahal, kalau kita mau melatih diri,
menguasai diri, dan menahan diri, kita pasti bisa melakukan hal yang positif.
"Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak
dara" (Ay. 31:1)?
Semoga kita
mau melatih lebih banyak hal yang baik & positif, dan menjelang akhir
kehidupan kita sudah zero (tidak ada
lagi) hal-hal yang tidak baik atau negatif yang kita lakukan. Saya percaya, Tuhan pun ingin melatih kita melakukan apa
yang baik; Ia ingin kita menjadi orang-orang terlatih dalam hal-hal yang
baik.
"Mata
mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah jemu berbuat dosa. Mereka
memikat orang-orang yang lemah. Hati
mereka telah terlatih dalam keserakahan. Mereka adalah orang-orang yang
terkutuk" (2 Pet. 2:14)!
Telah
terlatih dalam hal apa hati kita?
"You'll never know how good you gonna be until you've done it long
enough to know how good you can be."
—John
C. Maxwell