October 29, 2016

Tindakan lebih penting daripada perkataan


Tindakan memang berbicara lebih penting daripada sekadar perkataan, atau tulisan. Berikut ini adalah beberapa tulisan yang pernah saya kirimkan ke buletin renungan harian Spirit. Hanya sedikit. Tak sebanyak Mas Samuel Yudi Susanto yang terbiasa menulis sekitar sepuluh renungan per hari (10 renungan per hari!), ujarnya pernah saya dengar pada suatu kesempatan dulu, yang dikirimkan untuk buletin atau majalah tersebut.

Tapi, setidaknya, tulisan-tulisan ini boleh menjadi permenungan bagi para pembaca juga. Mohon maaf apabila ada sejumlah salah ketik (typos) karena copy-paste yang agak bermasalah.

Sekali lagi, tindakan lebih penting daripada perkataan, atau tulisan. Tapi, semoga tulisan ini boleh menjadi berkat bagi para pembaca sekalian.



===

100.000.000.000

Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
―Filipi 3:13-14

Barangkali akhir-akhir ini banyak orang yang merasa bersalah apabila mengharapkan sebuah hadiah. Padahal, sah-sah saja untuk memperoleh hadiah atau meraih kemenangan. Charles Jones pernah berkata, “Kemenangan memang bukanlah segalanya, tetapi keinginan untuk menang adalah segala-galanya.” Bukan semata-mata bermentalkan selalu ingin mendapatkan imbalan, tetapi melakukan sesuatu yang pantas memperjuangkannya.

Bagaimana bila seseorang menawari Anda hadiah dan ia pasti akan memberikannya, yaitu uang nominal sejumlah 100.000.000.000? Bukan dalam dolar atau euro, tetapi rupiah lho―ini untuk mendukung kampanye cintailah produk-produk buatan dalam negeri : ). Tentu ada syaratnya. Anda harus berada di sebuah terminal. Tepatnya, di toilet-terminal yang super kotor, ekstra-jorok, dan sangat menjijikkan. Lalu, Anda harus membersihkannya selama sebulan.

Apakah Anda mau menerima tantangannya? Kebanyakan dari kita berpikir mau dan sanggup, tetapi saat harus menghadapi kenyataan dan benar-benar melakukannya, mungkin kita akan memikir-mikirkannya seribu kali terlebih dulu, bahkan urung melakukannyaatau mengambil langkah seribu.

Bumi ini telah berusia cukup tua, dan kita hidup di dalamnya, serta berbagai tantangan maupun penderitaan yang terjadi di dunia terkadang membuat kita merasa tidak mampu bertahan, apalagi menang. Belum lagi harus mengemban panggilan hidup dari Tuhan atau melakukan pelayanan bagi Tuhan dan sesama. Tetapi, kita dapat terus bertahan dan menang. Rasul Paulus berkata, “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita(Roma 8:18).

Saat kita berhenti memandang pada hadiah, mungkin cara hidup kita pun akan berhenti menjadi hidup yang layak mendapatkan hadiah. Jadi, apakah Anda mau menerima 100 miliar rupiah? Tetapi, hadiah yang akan kita terima nanti pun jauh lebih besar daripada sekadar Rp1.000 atau 100 miliar rupiah.

Apa yang terjadi di kehidupan mempersiapkan diri kita untuk menghadapi apa yang akan terjadi di kehidupan. Bahkan, mungkin apa yang telah terjadi di kehidupan akan mempersiapkan kita untuk menghadapi apa yang terjadi sesudah kehidupan.

===
 
Anak Kecil

Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya…”
―Lukas 10:39

Seorang pemuda terlihatsedang memindahkan sejumlah kardus berisi barang usang ke dalam gudang. Terdapat beberapa tumpukan jerami di dalam gudang itu. Selesai berbenah dan hendak menutup pintu gudang, ia baru menyadari bahwa jam tangannya tidak ada di tangan kirinya. Sepertinya terlepas dan terhilang di antara onggokan jerami.Setelah mencari-cari, jam tangan merek Swiss Army-nya itu tak kelihatan di mana “batang hidungnya”. Pemuda itu panik. Beruntung dia menyanyikan lagu Ayu Ting Ting, “Di mana… di mana… di mana…?” sehingga tak terlalu gundah.

            Pemuda itu meminta pertolongan temannya untuk ikut mencari jam tangannya itu.Setelah dua jam mencari, membongkar-bongkar, tak kunjung ketemu jua. Ketika hampir pasrah, bermaksud mengeluarkan semua timbunan jerami, dan mencari esok saja, seorang anak kecil sepupu dari pemuda tadi mendatanginya dan bertanya ada apa. Sesudah memberi tahu bahwa jam tangannya hilang di gudang, anak kecil itu ingin membantu mencari. Namun, tetap tak mendapatkannya.

            Kemudian, anak kecil itu meminta supaya kedua pemuda tadi keluar, membiarkannya mencari sendiri. Hanya selang hening selama sepuluh menit, jam tangan Swiss Army itu akhirnya ketemu! Pemuda pemilik jam tangan itu bertanya bagaimana cara menemukannya, lalu anak kecil itu menjawab, “Gampang kok, Kak, aku cuma diam sebentar dan mendengarkan detikan jam tangan Kakak, jadi aku tahu di mana letaknya.”

            Kadang kita pun seperti pemuda yang kehilangan jam tangan itu, panik, khawatir, dan mencari-cari jawaban dengan kekuatan sendiri. Tetapi, kita bisa mengambil sikap hati seperti anak kecil tadi yang berdiam diri, mendengarkan, sehingga tahu apa yang harus dilakukan.

Alih-alih gelisah saat tak jelas arah atau pilihan yang terbaik, sebaiknya kita berdoa dan mendengarkan perintah Tuhan, lalu menaati-Nya.Seperti yang dilakukan oleh Maria yang lebih mementingkan Dia daripada hal lainnya, walaupun apa yang dilakukan oleh Martapun penting, Tuhan malah memuji tindakan Maria, yaitu duduk diam mendengarkan perkataan-Nya (Lukas 10:38-42). Saat Dialah dan suara-Nyalah yang terutama, maka Dia akan mengutamakan kita serta memberi tahu apa yang penting untuk kita lakukan. Mazmur 46:10 berkata, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!

===
           
Antena Kehidupan

Aku telah berpaut pada peringatan-peringatan-Mu, ya TUHAN, janganlah membuat aku malu.
(Mazmur 119:31)

Pesawat TV saya bisa dibilang lumayan bagus. Ukurannya besar. Mereknya pun terkenal. Waktu membeli TV itu, sudah termasuk mendapatkan remote control beserta antenanya. Jadi, tidak perlu susah payah mencari atau membeli kedua alat itu. Sayangnya, antenanya agak bermasalah, jelek mutunya. (Remote-nya sihtidak apa-apa). Hanya satu atau dua siaran saluran stasiun televisi yang sanggup secara jernih berhasil diterima oleh antena tersebut. Siaran lainnya buram seperti kerumunan semut kecilhitam. Jadi, saya harus saya menyesuaikan arah yang tepat supaya memperoleh gambar yang jelas. Memang ternyata sesuatu yang bagus atau besar yang tampak dari luar belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik.

Ilustrasi di atas adalah satu hal. Hal lainnya adalah mungkin dulu kita pernah mendengar ilustrasi sederhana tentang radio: Bahwa bukan pihak stasiun radio yang harus mengarahkan atau mencari arah yang tepat terhadap kita atau radio kita, melainkan kitalah yang menyesuaikan, mengarahkan antena radio kita atau gelombang radio kita agar mendapatkan siaran radio dengan suara yang jernih. Merek atau canggihnya radio kita mungkin akan mempengaruhi kualitas suara siaran radio yang kita terima, tetapi tetap kitalah pihak yang harus mencari dan menyesuaikan gelombang tepat terhadap siaran stasiun radio yang ingin kita dengarkan.

Dari kedua ilustrasi di atas, mungkin kita bisa menarik pelajaran bagi kehidupan kita. Barangkali saat ini kita sedang memiliki posisi yang lumayan bagus atau mengerjakan sesuatu yang besar. Namun, tanpa bimbingan atau kasih karunia Tuhan, dan jika hati kita tidak berpaut pada peringatan-peringatan firman-Nya, mungkin kita selalu akan merasa khawatir dan bingung menentukan sesuatu. Kita tidak mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak menjalani arah yang tepat di dalam kehidupan kita. Mazmur 119:30-40 mengajak kita agar mengutamakan firman Tuhan. Kita sungguh membutuhkan penyertaan serta firman-Nya. Itulah antena dan gelombang yang tepat bagi kita. Daud mengingatkan kita melalui Mazmur 119:33, “Perlihatkanlah kepadaku, ya TUHAN, petunjuk ketetapan-ketetapan-Mu, aku hendak memegangnya sampai saat terakhir.

Mungkin seperti halnya jika kita merasa jauh dari Tuhan, bukan Tuhanlah yang menjauh, melainkan kita, demikian juga jika kita ingin merasa dekat dengan Tuhan, kitalah yang butuh mendekatkan diri kepada-Nya (lihat Yak. 4:8), walaupun Ia telah mendekatkan diri-Nya kepada kita. Kita membutuhkan sinar terang dan tuntunan firman Tuhan di dalam kehidupan kita sehari-hari.

===

Arang

Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!
(Wahyu 3:15)

Kebanyakan dari kita mungkin penggemar sate. Dan kita tahu bahwa pada umumnya para penjual sate di pinggir-pinggir jalan memakai arang atau bahan bakar warna hitam terbuat dari bara kayu itu atau bekas batok kelapa untuk membuat sate hingga masak.

Hal menarik dari arang adalah apabila arang itu hanya berdiri sendiri, tidak bergabung dengan arang lainnya akan cepat pudar, hilang panasnya. Sedangkan jika arang bersatu dengan arang-arang lainnya misalnya di panggangan sate bisa kuat, tahan lama panasnya sampai benar-benar habis menjadi abu.

            Di dalam kehidupan kekristenan kita bisa diibaratkan demikian. Kita membutuhkan komunitas,bergabung bersama saudara-saudari seiman. Bukan sebaliknya komunitas yang membutuhkan kita. Mengapa? Agar kita dapat keep on-fire (tetap semangat) untuk melayani Tuhan dan sesama. Seperti firman Tuhan di dalam Ibrani 10:25 yang menegur,“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.

Walaupun kadang kita memang memerlukan waktu untuk menyendiri, menjauh sejenak dari komunitas, seperti yang pernah dilakukan oleh Tuhan Yesus, kita tidak bisa memungkiri arti penting komunitas. Bukankah lidi yang sebatang mudah patah, sementara batang-batang lidi yang bersatu amat kuat? Namun, memang ada kalanya kita perlu menjauh segera dari komunitas jika komunitas itu malahmenjauhkan kita dari memaksimalkan potensi maupun pelayanan kita. Rasul Paulus berkata melalui 2 Tesalonika 3:6, “Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami.

Kita pada akhirnya akan menjadi serupa dengan orang-orang yang terdekat dengan kita dalam hal karakter. Dan kita pun bisa mengetahui seseorang dari komunitasnya. Apakah kita masih berada di dalam sebuah dan tetap berkomunitas agar tetap panas dan berantusias melayani Tuhan?

===

Baut

“…jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia…”
(2 Timotius 2:12 a)

Bayangkan bagaimana bila pekerjaan Anda adalah harus memasang baut selama delapan jam, tiap hari? Kemungkinan Anda akan jemu. Jangankan delapan jam sehari, mungkin 15 menit ataulah setengah jam saja bisa pingsan kebosanan. Apalagi itu bila Anda tidak tahu untuk apa Anda bekerja dan tidak ada hasil akhir atau manfaatnya bagi diri sendiri maupun orang lain.

            Akan tetapi, bayangkan bila selama delapan jam setiap hari itu Anda memasang baut untuk perakitan mobil Lamborghini yang memang salah satu produknya adalah buatan tangan? Dan Anda tahu untuk apa bekerja, bahwa hasil akhirnya adalah sebuah mobil yang sangat berkelas. Tentu, kemungkinan besarnya adalah Anda akan antusias, tekun mengerjakannya. Walaupun mungkin sesekali merasa jenuh, tetapi karena Anda melihat gambaran besar atau hasil akhirnya, Anda akan tetap bertekun untuk memasang baut setiap harinya.

            Dengan mengarahkan pandangan ke depan, kita akan memiliki perspektif yang benar tentang apa yang sedang terjadi hari-hari ini. Bukan maksud untuk berleha-leha menanti masa depan, melainkan menatap masa depan sembari mengerjakan apa yang bisa kita lakukan pada saat ini.
           
            Rasul Paulus berkata melalui Roma 8:24-25, “Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” Rasul Paulus mendorong kita untuk tetap bertekun.

            Seseorang pernah memberi tahu bahwa dalam bahasa Inggris, kita bisa mengartikan kata perseverance (ketekunan) sebagai frasa persist even if things go severe atau tetap bertahan kendati hal-hal menjadi berat atau keras.Dan kita tentu ingat tentang sebuah ilustrasi, bukan? Bahwa sepasang siput pun akhirnya sampai di dalam bahtera Nuh dan selamat dari terjangan air bah. Karena ketekunan.

            Semoga kita bisa melihat garis akhir kehidupan kita (begin with the end in mind), sambil mengarahkan pandangan kita kepada upah (lih. Ibr. 11:26) agar kita akan memerintah bersama dengan Dia (lih. 2 Tim. 2:12). Namun, tetap motivasi utama kita adalah kasih kita yang tulus kepada-Nya. Ketulusan adalah ketekunan yang terdalam.
 
===
 
Berseru Kepada Tuhan

● Kisah Para Rasul 2:21

Pada 23 April 2011, penyanyi ABG dunia terkenal asal Kanada, yaitu Justin Bieber, mengadakan konsernya yang pertama kali untuk para penggemarnya di Indonesia, tepatnya di SICC (Sentul International Convention Center), Jakarta. Banyak fans-nya yang berteriak-teriak, “Justin! Justin!”, menyerukan namanya baik ketika ia tiba di bandara Soekarno-Hatta maupun saat penampilannya di panggung. Sesekali ia mendengar seruan mereka dan menyapa balik, tapi mungkin tak jarang juga ia tidak mendengar atau membalasnya. Bahkan, ada juga penggemar-penggemarnya, terutama para gadis ABG, yang rela tidak tidur dan absen makan supaya dapat menonton konser Justin Bieber tersebut.

Jika “beliebers” (sebutan untuk para fans Justin Bieber) saja seperti itu, apakah kita para umat percaya (Inggris: believers) bisa seperti itu atau bahkan lebih, bukan kepada Justin Bieber, tetapi kepada Jesus Christ (Yesus Kristus)? Mungkin kita pun lebih perlu berseru kepada Tuhan Yesus daripada kepada Justin Bieber atau lainnya. Dan apakah kita masih berpuasa bagi Dia dan pelayanan-Nya? Apakah kita rela kehilangan jam-jam tidur kita dan menggantinya untuk berdoa demi orang-orang yang membutuhkan doa kita, serta untuk diri kita sendiri?

Rasul Petrus mengingatkan kita dalam Kisah Para Rasul 2:21, “Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.” Juga, Rasul Paulus dalam Roma 10:13 pun mengingatkan, “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.” Apakah kita pernah benar-benar berseru kepada Tuhan? Saya pernah mendengar cerita bahwa ketika Daud menghalau singa atau beruang, ia tidak hanya berdoa dalam hati kepada Tuhan, melainkan juga berseru-seru kepada-Nya!

Ingatlah pula bahwa Elia pernah berseru kepada-Nya. Musa, Daud, bahkan Tuhan Yesus pun berseru kepada Bapa di surga. Tuhan kadang menyuruh kita diam dan menantikan-Nya, tapi mungkin lebih sering untuk berseru dan mengharapkan pertolongan-Nya. Hanya orang yang benar-benar hampir tenggelam dalam lautan masalah pelik, dengan gelombang air menutupi lehernyalah, yang akan berseru-seru, meminta tolong. Dan Ia akan mendengarnya, membalas balik, dan menolongnya.

===

Berubah untuk Perubahan

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu…
―Roma 12:2 a

Doni (nama samaran) seorang pemuda akhirnya mendapatkan pekerjaan setelah delapan bulan menganggur serta mencari-cari lowongan kerja dan menunggu panggilan untuk diwawancarai. Mungkin banyak pengalaman yang serupa.

Sayangnya, gaya hidupnya sesudah maupun sebelum memperoleh pekerjaan masih saja sama. Ia getol keluar malam sampai kadang lebih dari pukul satu dini hari sehingga tidur larut dan telat bangun pagi, padahaljam masuk kantor adalah 8.00. Seharusnya, saat ia memperoleh sesuatu yang baru, ia melakukan sesuatu yang baru pula.

Memang ada hal-hal yang membuat bahkan memaksa kita untuk berubah saat harus berubah, seperti halnya kasus Doni ini; ada kalanya kita tidak bolehatau jangan berubah saat memang tidak usah berubah, misalnya saat ada ancaman bila tidak mengubah keyakinan terhadap Tuhan Yesus Kristus. “Kata-kata Rasul Paulus berlaku untuk kita hari ini seperti halnya bagi para jemaat 2.000 tahun yang lalu ketika ia menulisnya. Bahwasanyadi dalam hidup kita ini,” wejang vokalis grup musik Third Day Mac Powell,“ke mana pun kita bisa pergi, siapa pun yang dapat kita temui, apa pun yang kita lihat, atau apa saja yang mampu kita peroleh, kita raih, ataupun diberikan kepada kita, tak ada satu hal pun di dalam hidup ini yang akan menyamaisedikit pun kemuliaanuntuk mengenal Tuhan kita, Yesus Kristus.”

Ketika Saulus akhirnya dipakai dan dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi alat-Nya (lih. Kis. 9:15), sehingga namanya berganti menjadi Paulus, lambat laun kehidupannya mulai berubah bahkan 180 derajat―bukan 360 derajat ya, sebab kalau 360 berarti kembali ke gaya hidup yang lama. Dia pun berani mengajak orang lain untuk berubah seturut pembaruan budi (Rm. 12:2 a) dan mengikuti teladannya (Flp. 3:17).

Mungkin kehidupan Rasul Paulus merupakan contoh yang terlalu besar dan teladan yang terlampau sukar untuk ditiru. Bahkan, perihal untuk sekadar berubah pun bukanlah perkara yang mudah. Tetapi, kita pun bisa memulai dari perubahan-perubahanterhadap hal-hal kecil terlebih dulu untuk berubah.Berubah untuk perubahan.Karena kita semua sama-sama manusia,seperti pengakuan Rasul Petrus, “Tetapi Petrus menegakkan dia, katanya: ‘Bangunlah, aku hanya manusia saja.’” (Kis. 10:26)

Tak seorang pun bisa balik ke masa lalu dan memulai perjalanan baru, tapi setiap orang tentu dapat memulai hari ini untuk membuat tujuan akhir yang baru.

===

Biji Rebus

Bersorak-sorailah, hai orang-orang benar, dalam TUHAN! Sebab memuji-muji itu layak bagi orang-orang jujur.
—Mazmur 33:1

Salah satu adegan pada film Courageous garapan Alex Kendrick, diceritakan tentang seorang karyawan bernama Javier Martinez yang akan mendapatkan promosi menjadi manajer bidang di pabrik pemintalan benang. Namun, ia harus melewati satu beban tes terlebih dahulu dari sang CEO, yaitu berdasarkan perintah si bos untuk memalsukan jumlah pemasukan barang pada inventarisasi perusahaan.

            Peristiwa itu hampir sebelas duabelas dengan sebuah cerita berikut ini: seorang pemilik perusahaan hendak melakukan regenerasi kepemimpinan. Lalu ia pun menguji sejumlah kandidat. Ada enam calon. Tesnya: menumbuhkan biji kecil menjadi sebuah tanaman. Waktunya sebulan. Ketika tiba hari terakhir ujian, kandidat pertama berkata, “Lihat nih, tanamanku sudah tumbuh 10 cm.” Karyawan kedua menimpali, “Lihat nih, tanamanku sudah tumbuh 15 cm.” Tak mau kalah, anak buah ketiga menyombong, “Ah, itu semua pendek kan.Lihat nih punyaku, sudah tumbuh 1 meter!” Begitu seterusnya sampai lima karyawan berkata mampu menumbuhkan sebuah tanaman dari biji dari si bos perusahaan tadi. Mereka berlima pun telah menghadap serta menyerahkan hasil ujian ke sang pemimpin. Namun, karyawan keenam sambil memelas serasa menyerah, berkata kepada si bos, “Maaf, Pak, saya tidak bisa menumbuhkan tanaman dari biji ini…”

            Tapi, alangkah terkejutnya staf keenam yang mengaku tidak bisa itu karena justru ialah yang terpilih oleh sang bos untuk meneruskan puncak kepemimpinan. Rupa-rupanya sang bos pun mengaku, “Anak muda, saya memilihmu karena kamu jujur. Biji ini sebulan yang lalu sudah saya rebus, jadi tidak mungkin bisa tumbuh jadi tanaman.”

            Bagaimana dengan nasib Javier? Setelah meminta waktu sehari untuk berpikir dan berdoa dan CEO-nya pun mengizinkan, akhirnya tepat di depan meja sang bos sehari sesudahnya, Javier menolak berbohong. Setelah mengucap terima kasih atas tawaran, mengatakan bahwa ia takut akan Tuhan, menjelaskan alasannya, dan terjadi keheningan sejenak di ruangan, sang bos justru menyalami Javier serta segera memilihnya sebagai salah satu manajer! Sang wakil perusahaan yang juga sedang ada di ruangan saat itu serta kemarin, berkata pula kepada Javier, “Setelah lewat enam kandidat yang gagal di ujian ini, saya benar-benar hampir pasrah dan tak percaya kamu pun bisa berhasil.”

            Ternyata, kejujuran mempunyai jalan belakang yang lebih baik.

            Javier bersukacita. Memuji-muji Tuhan di dalam hatinya.

===

Brugmansia

Janganlah menginginkan kecantikannya dalam hatimu, janganlah terpikat oleh bulu matanya.
―Amsal 6:25

Ada banyak bunga atau tanaman yang indah di dunia. Salah satunya adalah brugmansia. Berbentuk terompet, bunga dari tanaman ini sampai-sampai mendapat julukan the angel’s trumpet (terompet malaikat) karena keelokan atau keindahannya. Namun, meskipun tergolong bisa menjadi tanaman hias, tanaman ini pun mendapat julukan the devil’s trumpet (terompet setan) karena jenisnya yang beracun. Seluruh bagian tanaman ini berbahaya atau beracun. Ternyata memang hal-hal yang indah belum tentu seindah apa yang tampak. Winston Churchill bahkan pernah berkata, “…appearance are often very deceptive (penampilan sering kali menipu).”

Tidak ada godaan yang tidak memikat.Seneca pernah berkata, “Tidak ada kejahatan yang tidak menawarkan kenikmatan. Keburukan menggoda Anda dengan hadiah yang ditawarkan.”

Firman Tuhan hari ini di atas mengingatkan kita untuk tidak teperdaya, terpikat oleh godaan ataupun tipu daya dosa. Bahkan, Salomo mengingatkan untuk tidak terpikat terhadap bulu mata, sesuatu yang sepertinya kecil atau remeh, tetapi mungkin sanggup menjatuhkan atau merupakan awal dari kejatuhan. Namun, mungkin sering kali saat kita menghadapi pencobaan―yang berbeda dari ujian karena pencobaan adalah bersifat untuk menjatuhkan kita, sementara ujian adalah bersifat untuk menguji ataupun meningkatkan tahapan iman kita―kita merasa bahwa hanya si jahat atau Iblislah yang serta-merta mencobai kita.Padahal, kadang godaan atau pencobaan itu datangnya dari dalam diri kita sendiri, seperti yang dikatakan oleh Rasul Yakobus,“Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yakobus 1:14-15)

Menjadi orang jahat memang lebih gampang daripada orang baik. Dan hal-hal yang tidak benar sering kali menggoda kita untuk kita perbuat, bahkan rasa-rasanya hampir selalu ada setiap hari. Bahkan ada yang mengatakan bahwa selama kita hidup atau seumur hidup, kita akan dapat tetap menghadapi pencobaan. Namun, kita tidak akan dapat bertahan bila mengandalkan kekuatan atau diri kita sendiri. Kita memerlukan Tuhan serta pertolongan Roh Kudus agar memampukan kita menghadapi segala sesuatu yang seolah tidak mampu kita hadapi. 

===

Contraflow

Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka.
―1 Timotius 1:19

Karena seorang pemuda ingin menghemat waktu supayacepat-cepat tiba di kantor, ia lewat jalur pintu keluar pinggir tol dengan sepeda motornya setiap pagi. Padahal, pengendara sepeda motor dilarang melalui area itu, apalagi bila dari arah berlawanan karena besar risikonya, yaitu tertubruk mobil.

Akan tetapi, ketimbang mesti terlalu jauh memutar kalau menyusuri jalan normal, ia lebih memilih untuk menanggung risiko ditilang polisi atau bahkan tertabrak mobil.Lagipula, karena ia merasa kalau mobil-mobil saja di jalan tol boleh contraflow (memakai jalur berlawanan saat macet pada pagi hari), masak dirinya yang memakai sepeda motor saja tidak boleh lewat jalur di pintu keluar pinggir tol? Ia merasa “ada temannya” untuk bertindak kesalahan.

Sebenarnya, hati nuraninya berkata bahwa perbuatannya itu salah. Apa pun alasannya. Meskipun sesekali masih merasa bersalah atau takut bakal dikejar-kejar petugas di belakangnya atau dicegat kalau lewat situ, sepertinya lama-kelamaan ia terbiasa untuk mengambil jalan pintas itu.

            Kadang kita seperti itu mungkin. Hati kita menjadi kebas terhadap melakukan hal yang benar. Lalu, karenalambat laun setelah mengulang-ngulang kesalahan yang sama, padahal semestinya kita telah menaklukkannya dengan pertolongan Roh Kudus, hal-hal yang kita benci saat awal-awal kita mengenal Tuhan malah kita anggap biasa kemudian. Saat hati nurani mengingatkan kita bahwa itu salah atau bahwa kita telah berbuat dosa, kita berpikir, ah ini tidak apa-apa,dan bertanya-tanya kepada diri sendiri, “Dosa yang mana, ya…?

Raja Daud bermazmur, “Hati mereka tebal seperti lemak, tetapi aku, Taurat-Mu ialah kesukaanku (Mazmur 119:70).” Saat hati menjadi terlalu tebal, semakin susah untuk menyaring kebaikan.Jika masih ada kesempatan untuk bertobat, maka cepat-cepat meralat diri, bertobat. Firman Tuhan dan kadang hati nurani adalah saringan yang tepat untuk mengetahui apakah kita melakukan hal yang salah ataukah kebenaran. Kadang sikap dan hidup kita seperti contraflow: jika bertentangan dengan hati nurani dan berlawanan dengan firman, mengapa kita tetap melakukan?

===

Cukup

Apakah kadang Anda merasa takut diberkati?

Apalagi secara berlimpah oleh Tuhan.

Saya iya.

Entah, belum begitu jelas apa yang menyebabkan sehingga merasa seperti ini.

Mungkin tepat perkataan Agur bin Yake yang juga terkait denganrasa cukup. “Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku (Amsal 30:8 b).

Jadi, apakah tidak perlu terlalu kaya, dan janganlah sangat miskin sehingga pas-pasan saja atau menerima dan memiliki sesuatu sesuai dengan porsi yang sanggup kita terima atau kapasitas kita?

Jika sejenak mengupas definisi berkat,ada beberapa penjelasannya. Berkat adalah:

  1. Karunia yang membawa kebaikan dalam hidup manusia dari Tuhan
  2. Doa restu atau pengaruh baik dari orang yang dihormati atau dianggap suci yang mungkin akan menjadikanselamat dan mendatangkan rasa bahagia
  3. Makanan atau sesuatu lainnya yang dibawa pulang sehabis kenduri (perjamuan makan untuk memperingati peristiwa dan lain-lain)
  4. Sesuatuyang bermanfaat atau mendatangkan kebaikan
Ada sesuatu yang menarik, yaitu contoh kalimat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk salah satu penjelasan dari kata berkat itu, khususnya arti pada poin 4 tadi:  Uangnya banyak, tetapi tidak bermanfaat.

Bayangkan, uang banyak, tapi tidak bermanfaat. Tanpa berkat.

Uang mungkin bisa menjadi salah satu parameter berkat, tapi bukanlah satu-satunya.

Berkat bisa saja teman-teman yang baik, yang dengan mereka kita bisa saling mempedulikan, saling menajamkan(lih. Amsal 27:17). Bisaberupa kesehatan.Atau, seperti salah satu lagu Thank You Lord, for Your Blessings On Me, berkat bisa melalui berbagai hal. Bukan semata-mata uang, harta, atau kekayaan.

Saya suka bekerja keras. Juga, suka bekerja cerdas. Plus kerja cerdas dan kerja keras. Saya juga suka memiliki impian, dan berusaha menggapai impian tersebut. Tetapi, semoga saya pun mau dan suka untuk belajar mencukupkan diri. Merasa cukup. Sambil tetap melakukan yang sepatutnya saya lakukan, mengejar yang selayaknya saya kejar.

Robert Jeffress, penulis 'The Road Most Traveled: Releasing the Power of Contentment in Your Life' pernah berujar, “There comes a time in every man's life when he wakes up and realizes he will never marry Cindy Crawford, be president of his company, or have a million dollars. At that point, he can leave his wife, quit his job, buy a red convertible, and search for a new road to travel. Or, like the Apostle Paul, he can learn the powerful secret of contentment.

“Akan ada waktunya dalam kehidupan tiap manusia {pria khususnya dalam hal ini}, yaitu saat ia terbangun di pagi hari dan menyadari bahwa ia takkan pernah bisa menikahi model secantik Cindy Crawford, atau menjadi direktur di perusahaan, ataulah memiliki uang jutaan dolar. Di titik momen seperti itu, ia bisa saja meninggalkan istrinya, atau berhenti dari pekerjaannya, membeli mobil red convertible, lalu mencoba mencari jalan yang baru untuk berpetualang. Atau, seperti halnya rasul Paulus, ia bisa belajar menerima rahasia besar dari merasa cukup (terj. bebas).”

Apakah kadang Anda merasa takut diberkati? Mari kita ganti pertanyaannya, apakah kita sudah belajar merasa cukup? Dalam berbagai hal?
 
Thank You Lord, for Your Blessings On Me
—by Gordon Mote & Jason Crabb

While the world looks upon me
as I struggle along
and they say I have nothing,
but they are so wrong.
In my heart I'm rejoicing,
how I wish they could see.
Thank You Lord, for Your blessings on me!

There's a roof up above me
and I've a good place to sleep.
There's food on my table
and shoes on my feet.
You gave me Your love, Lord,
and a fine family.
Thank You Lord, for Your blessings on me!

I know I'm not wealthy
and these clothes are not new
and I don't have much money,
but Lord I have You!
And to me thats all that matters,
though the world may not see.
Thank You Lord, for Your blessings on me!

Thank You Lord, for Your blessings on me!
 
===

Daun dan Buah

• Yesaya 17:7-8

Ketika saya sedang berada di rumah saudara, saya mendengar seseorang yang menceletuk, “Pohon mangga itu terlalu banyak daunnya, tapi sedikit buahnya.” Saya melihat ke arah pohon yang dimaksud, dan seketika itu sebuah pengertian terlintas. Kita kadang tak menyadari bahwa kita mempunyai begitu banyak daun (pengetahuan, pemahaman firman, kekayaan, dan lainnya), tetapi memiliki sedikit sekali buah (kontribusi konkret, tindakan nyata, kepeduliaan sosial, dan lain-lain). Kita ibarat pohon mangga tadi yang lebat daunnya, tetapi jarang buahnya.
 
Kita mengetahui amat banyak hal, tetapi jarang mengaplikasikannya. Kita memiliki sangat beragam kelebihan, namun jarang membagikannya. Kita tidak akan berfaedah bagi orang lain. Lebat tapi tak begitu bermanfaat. Apalagi, dengan semua yang kita ketahui atau miliki, kita tidak mengandalkan Tuhan, maka kita akan kering. Bukankah hidup yang indah dan bisa dinikmati diri sendiri maupun orang lain adalah kehidupan yang menghasilkan buah-buah, bukannya menghasilkan dedaunan? Akan tetapi, jangan pula kita seperti pohon mangga yang terlampau banyak buahnya, sedangkan daunnya tidak ada. Artinya, kita sibuk mengurusi perkara di luar diri kita, tetapi mengabaikan diri sendiri.
 
Firman Tuhan dalam Yeremia 17:7-8 menyatakan, “Diberkatilah borang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” Justru dengan mengutamakan, menomor-satukan Tuhan lebih daripada apa pun yang kita ketahui atau miliki, Tuhan akan memberkati kita. Daun kita tetap hijau dan kita tidak berhenti menghasilkan buah.
 
Mungkin lebih baik kita mengetahui setitik hal serta merasakan setetes keuntungan, namun kita mengemban kepedulian besar, ketimbang mengenyam berbagai hal dan menikmati semua kelebihan, tetapi tidak rendah hati dan tak sungguh-sungguh peduli. Semoga kita menyadari maksud perkataan Tuhan Yesus dalam Kitab Lukas 17:33, “Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.”
   
===

Dipecat Secara Integritas

Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.
(1 Korintus 9:27)

Menurut teman saya, sebenarnya tidak apa-apa menyalakan handphone di dalam pesawat, sekalipun saat sedang terbang di udara. Dari mana teman saya itu mendapatkan “informasi berharga” itu? Tak lain dan tidak bukan, dia menerima bocoran rahasia itu pamannya, yang merupakan seorang pilot salah satu armada penerbangan swasta di Indonesia. Kita boleh mencoba menanyakan kebenarannya kepada sanak saudara yang berprofesi sebagai pilot.

Paman teman saya itu melanjutkan memberi tahu bahwa memang boleh menyalakan HP di dalam pesawat, tetapi harus provider (operator) kartu HP-nya yang sama dengan sang pilot. Mengapa? Karena jika banyak penumpang yang menyalakan HP dengan penyedia jasa komunikasi seluler yang berbeda, maka semua sinyalnya akan benar-benar mengganggu sistem penerbangan pesawat. Teman saya bercanda, “Jadi, boleh-boleh saja menyalakan HP di dalam pesawat asalkan provider-nya sama dengan yang digunakan pilot.”

            Sementara awak pesawat, melalui salah satu pramugari atau petugas yang mengingatkan kepada para penumpang untuk mematikan HP, ternyata di dalam kokpit sendiri sang kapten pesawat bebas menyalakan HP, mengirimkan SMS, bahkan mungkin menelepon. Ada isu integritas di sini. Hal kecil yang berdampak besar.

            Seperti nasihat Rasul Paulus melalui firman Tuhan hari ini di dalam 1 Korintus 9:27 (“Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”), semoga saat kita mengingatkan orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, kita pun mempraktikkannya, supaya mereka tidak menolak ajakan/larangan,bahkan diri kita sendiri. Dengan kata lain, “dipecat secara integritas”.

            Janganlah menjadi seperti seorang penyanyi pria yang menyenandungkan belasan lagu bertema cinta di TV untuk sang kekasih wanita pujaan, namun ternyata di kehidupan aslinya ia jatuh hati dan menjalin hubungan dengan sesama jenis.Jangan pula ibarat anggota sebuah kelompok tertentu yang mendengung-dengungkan anti terhadap sesuatu, tapi rupa-rupanya melakukannya, apalagi lebih brutal. Bagaimanapun, walaupun tantangannya amatlah susah, marilah kita menjaga integritas dan karakter kita yang bagus lainnya, maka reputasi atau jati diri kita akan terjaga dengan sendirinya.
            
===

 Egois

…hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya.
—Galatia 2:10

Di aktivitas kita sehari-hari, mungkin orang-orang sering meminta bantuan kita. Tetapi, apakah kita tidak tulus dalam menolong orang lain? Memiliki maksud atau motif yang terselubung di dalam hatikah? Rasul Petrus mengingatkan, “Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain…” (1 Petrus 4:8)

Seorang pengusaha kaya raya mengendarai mobil mewah dan besar (saya cenderung menganggap mobil yang terlalu besar dengan istilah “mobil egois” karena memakan banyak badan jalan). Ketika di suatu jalan, ia melihat seorang lelaki sedang merangkak makan rumput!Karena heran, pengusaha itu berhenti sejenak dan menanyakan mengapa dia seperti itu. “Saya tidak punya pekerjaan, Tuan…Sudah tiga hari saya belum makan karena tidak punya uang, Tuan…”

            Pengusaha berpikir sekilas lalu menawari lelaki itu, “Bagaimana kalau kamu ikut pulang ke ke rumah saya saja?” Pria kelaparan tadi menjawab, “Wah, terima kasih, Tuan! Tapi, Tuan… saya juga punya istri dan anak juga, Tuan…” “Bawa mereka juga,” balas pengusaha. “Bolehkah saya membawa empat teman saya juga, Tuan…?Mereka juga belum makan empat hari…” “Boleh, boleh,” jawab pengusaha.

            Setelah semua masuk mobil egois dan seiring mulai melaju menuju rumah, lelaki yang kelaparan itu berkata, “Terima kasih sekali, Tuan karena telah menolong kami… Semoga makanannya cukup untuk kami, ya Tuan…”

            “Tenang saja,” ujar pengusaha, “saya ini sudah sangat sibuk sekali sampai-sampai tidak punya banyak waktu untuk memotong rumput di halaman rumah saya. Kalian boleh memakannya.”

            Kiranya saat kita menolong orang lain, apa pun yang dipikirkan orang itu maupun orang-orang lainnya, kita tetap tulus dan ajakan rasul Paulus boleh me-rhema di dalam pikiran dan hati kita, “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” (Filipi 4:5) dan “…dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:4)

===

Enam Kali

Tetapi gusarlah abdi Allah itu kepadanya serta berkata: ‘Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali! Dengan berbuat demikian engkau akan memukul Aram sampai habis lenyap. Tetapi sekarang, hanya tiga kali saja engkau akan memukul Aram.’
—2 Raja-raja 13:19

Kita acap berpuas diri dengan usaha ala kadarnya. Hasil yang begitu-begitu saja. Impian-impian kecil. Tidak demikian halnya nabi Elisa. Menjelang nabi Elia terangkat ke surga dan menyarankannya untuk tinggal, nabi Elisa tidak ingin. Seolah saat itu sudah ada prinsip go the extra mile (go the second mile atau memberi lebih atau ekstra). Bahkan sampai tiga kali nabi Elisa seperti itu (2 Raj. 2:1-6).

            Pula sesaat sebelum nabi Elia akhirnya terangkat ke surga, nabi Elisa meminta sesuatu yang mungkin berlebihan, yaitu: “Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.” (2 Raj. 2:9)

            Itu berbeda halnya dengan yang dilakukan raja Yoas. Ketika Israel berperang melawan bangsa Aram, nabi Elisa memerintah sang raja, “Ambillah anak-anak panah itu! … Pukulkanlah itu ke tanah!” (2 Raj. 13:18). Akan tetapi, sang raja hanya puas serta merasa cukup memukulkan ke tanah tiga kali. Padahal, bisa saja ia berbuat lebih, bahkan terus-menerus. Terus-menerus memukulkannya ke tanah. Tanpa kenal lelah. Dan sangat menginginkan kemenangan. Maka nabi Elisa pun berteriak, “Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali!”(lih. 2 Raj. 13:19). Sebuah sikap yang mengingatkan kita tentanggo the extra mile-nya di awal. Juga tentang bejana-bejana seorang janda (2 Raj. 4:3).

Jika kita hendak memperoleh berkat Tuhan, kita mesti berusaha, dan apabila telah menerimanya, kita pun memang patut bersyukur dan menikmatinya serta mungkin beristirahat sejenak seusainya. Namun, bukan berarti lalu kita berhenti bekerja keras menghadapi tantangan-tantangan yang ada lagi. Masih ada peperangan. Setiap hari. Bukankah nikmat bila kita bisa mengecap hasil jerih lelah keringat kita di dalammengerjakan sesuatu yang benar-benar kita pedulikan ataupun sesuai panggilan hidup kita?

Saya pernah melihat tulisan di belakang sebuah jaket: Never Give Up, Soldier. Anda dan saya, wanita maupun pria kepunyaan-Nya, adalah prajurit Kristus. Mungkin apa yang kita kerjakan belum sempurna, masih menemui jalan buntu, ataupun mengalami kegagalan. Tetapi, janganlah menyerah. Tetaplah bekerja keras. Bersemangatlah. Allah mengurapi kerja keras kita.

Saya ingin memberikan ayat ekstra: “Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.” (Yohanes 16:24)

===

Entropi Maksimum

Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.
(Matius 18:15)

Tentang kebiasaan buruk yang merugikan atau mengganggu orang lain, seorang rekan kerja pernah berujar, “Kalau ada rekan kerja satu divisi yang salah, ya dikasih tahu, dong.” Mungkin agak susah untuk mengingatkan orang lain. Tetapi, upaya itu bukan hanya berharga bagi masing-masing orang, melainkan juga supaya tujuan bersama tercapai.

Kita mungkin pernah mendengar tentang Hukum Entropi. Tetapi, jika belum, berikut ini beberapa uraiannya: Hukum Entropi adalah sebuah ketentuan dalam ilmu Fisika yang menyatakan bahwa di dalam suatu sistem yang tertutup seperti alam semesta ini, energi yang tersedia akan berangsur-angsur habis. Pada saat energi yang tersedia berkurang, maka kekacauan akan meningkat! Tanpa energi dari luar, alam semesta semakin lama akan semakin kacau melampaui waktu. Para ahli Fisika mengungkapkan tentang alam semesta yang ‘mati’ karena hukum ini. Matahari dan bintang-bintang yang memenuhi alam semesta pada akhirnya akan menjadi tenang kembali satu per satu menjadi masa yang gelap. Nah, saat itu terjadi, hal itu disebut sebagai entropi maksimum. Kita mungkin juga bisa mengaitkan Hukum Entropi untuk psikologi dan kerohanian. Jika seseorang ditinggalkan sendirian tanpa sahabat dan tanpa Tuhan, dunianya makin lama akan kian kacau, makin gelap. Dia akan mencapai entropi maksimum.

Seorang wanita bernama Heather Lende yang berprofesi sebagai penulis untuk kolom berita dukacita (obituaries) di sebuah harian dan sadar betul akan apa yang dia tulis berikut ini karena pekerjaannya,berkata, “Seandainya saya menjelang ajal dan punya satu kesempatan tarikan napas saja―saya telah mengatakan kepada suami, anak serta cucu dan cicit saya bahwa saya mengasihi mereka―dan jika saya boleh merangkum semua hikmat di hati saya menjadi kata-kata terakhir supaya mereka hidupi adalah: Temukan yang baik (Find the good). Maksud saya, usahakanlah untuk mencari yang terbaikdi dalam apa pun, di dalam segalanya, terutama di dalam orang-orang.”

            Memang agak sulit untuk melihat yang terbaik di dalam diri orang lain, apalagi kalau kita sedang bermasalah dengannya. Tetapi, Tuhan Yesus sendiri selalu berusaha melihat yang terbaik di dalam diri setiap orang, ciptaan-Nya. Mulai dari Yudas Iskariot sampai Simon Petrus, hingga Paulus, dan lain-lain. Bahkan sampai diri kita. Tentang kepedulian terhadap sesama atau sahabat dan saudara kita, Tuhan mengingatkan kita melalui Matius 18:15, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” Kalau kita peduli, kita akan mengerti. Kalau kita benar-benar peduli, kita akan cukup peduli, tanpa tedeng aling-aling.

===

Geser ke Kiri

• Ibrani 11:8

Salah satu hal yang pasti kita perbuat atau ingat saat ke tukang potong rambut adalah ketika si tukang cukur menyuruh kita menggeser kepala, baik ke arah kiri maupun kanan, kita selalu taat. Atau misalnya, saat para calon mempelai perempuan dirias di salon, mereka pasti taat kepada tukang salon saat ia menyuruh menggeser kepala. Akan terjadi “debat” atau keanehan yang lucu bila kita menolak taat, apalagi dengan bantahan keras, kepada tukang potong rambut atau salon tersebut, bukan?

Kita bisa taat pada hal-hal kecil, tapi kenapa susah taat pada hal-hal besar, ya? Terutama hal-hal besar dari Tuhan. Memang kita harus taat atau setia terlebih dulu terhadap perkara-perkara kecil supaya dapat terlatih dan setia pada perkara-perkara besar (lht. Matius 25:21). Namun, ukuran hal-hal besar adalah tergantung penilaian kita dan Tuhan sendiri. Penulis Annette Simmons berkata, “The definition of ‘win’ is up to you (Definisi menang itu tergantung penilaian Anda).”

Dalam Ibrani 11:8 tertulis bahwa Abraham taat walaupun tidak mengetahui tempat yang ia tuju. Apakah kita pernah mengalami hal yang serupa? Tanpa mengetahui hasil atau tujuan akhirnya, kita mau taat.

Usia kita bertambah dan kita menjadi makin tua. Kesempatan untuk menjalankan ketaatan tidaklah berlangsung selamanya; hanya sepanjang proses serta sisa hidup kita. Tindakan kita selama rentang hidup kita barangkali lebih penting ketimbang awal maupun akhir hidup kita. Misalnya, kalau kita lahir pada tahun 1982 dan wafat pada tahun 2034, maka mungkin pada nisan akan tertulis: 1982 – 2034. Namun, hal yang terpenting pada tulisan (kurun waktu) tersebut adalah tanda dash atau garis setrip di tengah. Apakah kita lebih banyak taat terhadap manusia atau menaati Allah selama waktu hidup kita itu? Semoga Tuhan memampukan untuk menaati Dia agar penyesalan tak datang.

Lain kali, saat Tuhan menyuruh kita untuk melakukan sesuatu, taati Dia, ya.

===

Grand Master

…manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.
—lht. 1 Samuel 16:7

Saya sedang getolbermain catur dari pengembang aplikasi untuk fitur BBM, Limichsoft. Saya bertanding mengejar target menjadi Grand Master (GM) dengan harus memperoleh skor minimal 30.000 dan lulus beberapa level terlebih dahulu di permainan itu. Apakah Anda juga salah satu penggemar permainan ini?

            Sekalipun motivasi saya adalah mengejar gelar GM, motivasi yang sebenarnya hanyalah supaya dipandang hebat bisa memperolehnya dan “mengerikan” untuk dilawan. Bukannya memang karena sekadar bisa dan bermain baik, saya hanya ingin tampil mentereng, dianggap jago oleh pemain lain dari berbagai negara. Bahkan menganggap diri sendiri ahli. Padahal masih banyak pemain yang lebih hebat. Bukannya bertekun saja bermain hingga memperoleh poin yang diperlukan atau berfokus pada kekuatan saya sehingga seberapa pun skor atau poin saya, intinya saya memang bermain baik dan sanggup mengalahkan lawan, saya hanya berusaha mendapat nilai sebanyak-banyaknya.

            Namun, saya mengalami beberapa kekalahan, baik karena kendala koneksi, kehabisan waktu, maupun benar-benar kalah bermainyang memang lebih sering. Percuma bila saya bergelar GM tapi bisa saja dikalahkan oleh siapa saja yang masih level bawah.

            Kadang mungkin seperti itu pula di kehidupan kita. Kita berjuang, bekerja atau berprestasi sehabis-habisnya hanya supaya untuk dilihat wah oleh orang lain. Padahal, tampilan dalamatausejatinya kita jauh daripada itu. Tampil baik atau berupaya berprestasi itu satu hal, tetapi kalau kita hanya ingin tampil bagus dan wah di luar, tapi kosong dan kering di dalam diri kita, itu semua terasa percuma.Banyak kali kita berhadapan dengan godaan seperti itu, entah di dalam kehidupan profesional ataupun kerohanian kita.

            Sejumlah pakar motivator yang telah teruji waktu berkata, “When the inside is right, the outside is right too,”oleh John C Maxwell, kemudian “Your key life is your secret life,” dan “Private victory is always precede the public victory,” oleh Stephen R Covey. Walaupun apa yang terlihat di luar itu tak sepele, tetapi apa yang di dalam itulah yang amat sangat sejati.

            Daripada mencoba mengejar serta sok menjadi grand master, marilah kita tetap menjadi hamba-Nya, Grand Master kehidupan, Yesus Tuhan.

Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
—Roma 12:9

===

Hadiah Tak Tampak

Ketika Natal hampir tiba, sebuah keluarga mencanangkan untuk saling memberikan kado. Keluarga kecil itu baru terdiri dari seorang ayah, ibu, dan satu orang putri yang masih berusia 10 tahun. Rencana ini adalah inisiatif dari sang ayah, yaitu ia akan memberi hadiah Natal kepada istrinya, kemudian sang ibu akan menghadiahi putri tercintanya, lalu si putri kecil itu akan membuat kado mungil spesial untuk sang papa.

Hari makin mendekati Natal dan kado masing-masing telah siap. Hingga tibalah hari sukacita itu. Saat malam tiba, mereka bertiga duduk di dekat bawah pohon Natal di ruang tamu, lalu mulai bertukar kado. Hadiah pertama yang dibuka adalah dari ibu untuk si putri berupa bando merah bermotif gambar pohon Natal mungil berhias salju-salju. Sementara sang ibu sendiri mendapatkan kado berupa voucher menginap bersama-sama keluarga di sebuah hotel yang ada di tempat wisata di Singapura.

Tiba giliran sang papa.Ketika menerima dan membuka kado dari putrinya, ternyata tidak ada isinya. Sang papa sedih serta agak marah sebenarnya karena merasa putrinya kok tidak memberikan hadiah apa-apa. Lalu, berkata kepada anaknya, “Mana, Nak? Kok nggak ada hadiahnya? Kan sudah Papa bilang supaya kita semua tuker kado, tapi kok kamu tidak memberi apa-apa kepada Papa?”

“Itu ada isinya, Papa…” jelas sang anak. “Tapi mana?? Kosong gini,” balas papa. “Ada, Pa...” “Nggak ada. Nih,” ujar papa sambil menunjukkan bagian dalam kado tak berisi itu. “Ada, Pa… tadi malam sebelum Adek bungkus kado itu, aku berdoa buat Papa kepada Tuhan Yesus… aku juga udah masukin banyak hadiah ke dalam kado itu buat Papa… aku bilang I love you Daddy… I love you Daddy… I love you Daddy… lalu aku bungkus kado itu buat Papa…” urai sang putri.

Kita mungkin sudah mengetahui tentang bahasa kasih, dan kita sangat ingin merasakan kasih atau menerima sesuatu yang dapat kita lihat maupun alami secara langsung. Tetapi, kita jarang mau atau enggan menerima sesuatu yang tidak bisa kita lihat atau alami langsung. Padahal, mungkin keluarga kita atau orang-orang yang dekat dengan kita, bahkan teman-teman telah sering mendoakan kita dan sungguh-sungguh mengasihi serta memperhatikan kita tanpa mengharapkan balasan setimpal dari kita.

Demikian juga dengan Tuhan. Ia telah menyatakan kasih-Nya, pertolongan-Nya, yang mungkin secara tak sadar kita terima lebih dari yang dapat kita hitung. Seperti halnya hadiah dari putri kecil tadi, Tuhan mungkin tak secara langsung memberikan sesuatu yang konkret atau kasat mata untuk apa-apa yang ingin kita peroleh dan rasakan, tapi Ia pasti mengasihi kita lebih daripada yang kita sadari, bahkan lebih daripada segalanya.

===

Halal

Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.
—Mazmur 37:5

Jika ditanyakan kepada para politisi, atlet, atau pengusaha dan lain-lain, “Bagaimana kita bisa membedakan antara sedang berusaha melakukan yang terbaik dengan segenap upaya, dengan sedang berserah kepada Tuhan?”, mungkin jawabannya akan samar-samar atau sekadar menjawab karena mungkin beberapa jenis pekerjaan atau posisi tertentu yang dipangku oleh seseorang menuntut usaha yang maksimal, lebih dan lebih lagi. Seolah tak ada kata menyerah atau berserah saja.

Kalau kita melakukan yang terbaik—setidaknya menurut pendapat atau pemikiran pribadi kita sendiri—seperti anggapan atau apa yang pernah dilakukan oleh Baana dan Rekhab (2 Samuel 4:1 – 12), takutnya itu malah menghalalkan segala cara. Segala cara apa pun kita tempuh untuk meraih apa yang kita inginkan, atau mempercepat tujuan dan kehendak Tuhan di dalam hidup kita.

Kalau begitu, marilah kita berserah. Tetapi, bagaimana kita bisa tahu secara pasti bahwa kita memang benar-benar, sadar sedang berserah kepada Tuhan—seperti yang dilakukan oleh Daud? Mungkin jawabannya adalah waktulah yang akan membuktikan bahwa kita memang telah berserah, mengandalkan Tuhan, sekalipun sudah mengupayakan yang terbaik dengan segenap tenaga, pikiran, dan kemampuan kita. Barangkali Tuhan ada di ujung daya kita. Juga, saat kita benar-benar berserah total kepada-Nya, apa pun yang akan ataupun telah dan sedang terjadi, kita tahu bahwa kita tahu bahwa kita tahu bahwa kita berserah kepada Tuhan.

William Booth, bapak pendiri The Salvation Army atau Bala Keselamatan, pernah mengatakan, “The greatness of a man’s power is the measure of his surrender (terj. bebas: Sesungguhnya, ukuran kebesaran dari kekuatan manusia adalah ukuran keberserahan dirinya).”

Semoga, sepanjang perjalanan kehidupan kita di dunia ini, kita mau untuk selalu belajar berserah kepada Tuhan.

===

Hati

Bersihkanlah hatimu dari kejahatan, hai Yerusalem, supaya engkau diselamatkan! Berapa lama lagi tinggal di dalam hatimu rancangan-rancangan kedurjanaanmu?
―Yeremia 4:14

Seorang teman mengilustrasikan tentang mata air yang bermuara di sebuah sungai di suatu desa di Afrika Utara. Para warga yang ada di sana memanfaatkan air jernih yang mengalir di sungai itu untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi, bahan air minum, dan lain-lain.

            Sayangnya, pada suatu hari, tanpa nyana air di sungai itu menjadi berbau apak atau tidak sedap. Bukan hanya sehari. Bahkan, karena berlangsung selama berhari-hari, walhasil sejumlah warga desa menjadi jatuh sakit. Para pemimpin dan warga desa bertanya-tanya, apakah gerangan yang menyebabkan air sungai itu menjadi bau?

            Ternyata, setelah mereka menyelidiki dan pergi ke sumber mata air itu yang ada di sebuah gunung, terdapat beberapa bangkai babi di situ. Mereka mendadak merasa mual. Pantas saja aliran air sungai di desa menjadi bau. Lalu, mereka mengangkat dan membuang bangkai-bangkai kotor itu, dan membersihkan sumber mata air itu.Akhirnya, sungai di desa mereka menjadi jernih kembali.

            Biasanya, kecenderungan banyak orang adalah berbuat jahat. “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata (lih. Kej. 6:5).” Bahkan, kadang manusia pun tidak sanggup untuk sekadar menginginkan untuk melakukan apa yang baik.

Seperti halnya sebelum kotoran-kotoran itu dihilangkan dari sumber mata air, sungai itu bau dan tidak sehat, begitu pula sebelum hati kita bersih dari rancangan-rancangan perbuatandan keinginan-keinginan jahat, mungkin kehidupan kita pun takkan maksimal atau berguna bagi orang lain. Kita harus menjaga hati kita agar kehidupan kita pun sesuai dengan keadaan hati kita. Sebab hati adalah mata air kehidupan. Amsal 4:23 berkata, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

Marilah kita mendengarkan seruan nabi Yeremia sesuai dengan ayat topik hari ini agar kehidupan kita memancarkan kejernihan kasih Tuhan serta mengalirkan berkat-Nya bagi sesama.
 
===

Jaap Dieleman

Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut.
—Amsal 10:2

Suatu hari seorang ayah atau om yang bernama om Jaap Dieleman memarahi anaknyakarena anaknya itu mencuri uang ayahnya di tas. Setelah memarahi, om Jaap berkata kepada putranya, “Nak, kalau kamu mencuri atau mengambil barang yang bukan punyamu, barang yang kamu curi itu tidak akan berguna bagimu.” Lalu, anaknya meminta maaf kepada om Jaap, menangis, dan menyesal.

            Di suatu hari lain, ada anaklaki-laki yang mencuri uang mamanya. Lalu, abangnya sangat memarahinya karena mamanya yang memberitahu kalau adiknya sudah mencuri uang. Akhirnya,anak laki-laki yang mencuri itu menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi.Rasul Paulus berkata, “Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” (Efesus 4:28)

            Dua cerita di atas itu kejadian nyata. Apakah kita pernah juga mengambil barang orang lain atau sesuatu milik orang lain? Kalau iya, barang atau uang curian itu tidak akan berguna bagi kita. Kalau kita mencuri, kita malah mungkin akan mengeluarkan atau mengganti uang atau barang lebih banyak daripada yang kita ambil atau curi itu. Uang atau barang curian itu mungkin bisa memberi kebahagiaan, tetapi semua itu tidak akan membuat kita benar-benar bahagia karena hati kita merasa bersalah.

===

Kanji Kasih

Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!
—1 Korintus 16:14

Saya suka kanji. Bukan tajin atau bahan untuk mengeraskan pakaian ya, melainkan abjad Jepang yang teradaptasi dari aksara Mandarin atau China.

Ternyata saya baru tahu (betapa banyak hal yang mungkin belum kita ketahui) bahwa aksara Mandarin di China untuk kata kasih atau cinta sudah berubah ke bentuk yang lebih simpel, meskipun di Jepang sendiri bentuknya masih tetap. Ada bagian yang dihilangkan atau disederhanakan, yaitu suatu bagian dari aksara tersebut yang apabila berdiri atau ditulis sendiri berarti hati. Seolah hal itu pun mempengaruhi manusia—terutama masa-masa kini—di dalam mengerjakan, menerima atau mengalami sesuatu sudah kurang memakai atau tanpa hati. Tanpa kasih. Hilang makna.

            Kabarnya hal itu—juga untuk beberapa aksara Mandarin lainnya—terpaksa dilakukan supaya pembelajaran terhadap penulisan aksara Mandarin mudah dilakukankarena dengan sedikit goresan dibandingkan bentuk sebelumnya yang lebih banyak serta mungkin rumit dan perlu waktu berulang-ulang memakainya agar khatam.

            Sederhana itu satu hal seperti kata sebuah kutipan, “Everything should be made as simple as possible, but not simpler (terj. bebas: Buatlah segala sesuatunya sesederhana mungkin, namun janganlah ala kadarnya).” Kalau ala kadarnya atau terlalu menyederhanakan segala sesuatu, seperti halnya terhadap aksara Mandarin itu, nilai klasiknya, arti artistiknya akan hilang.

Memang pada kurun waktu tertentu, pemerintah China hampir memunahkan pemakaian aksara khas negeri tirai bambu ini lalu menggantikannya dengan penggunaan alfabet romawi. Namun, untung rencana jangka panjang itu tak bertahan lama. Tetapi, pemakaian aksara Mandarin yang sederhana tetap terlaksana sampai sekarang.

            Saya ragu apakah di tengah zaman serbacanggih saat ini, di kota-kota besar yang hiruk pikuk kehidupan dan kesehariannya supercepat, apakah orang-orang masih mau dan melakukan sesuatu dengan dan di dalam kasih? Apakah sekadar mengerjakan segala sesuatunya karena order, jadwal, atau bahkan karena tak tahu mesti mengerjakan apa?

Saya berharap kita dapat tetap mengerjakan segala sesuatu dalam kasih. Seperti sapaan firman Tuhan hari ini dari rasul Paulus, “Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!” (1 Korintus 16:14). Dan yang terpenting adalah: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Markus 12:30)

===
          
Kasih Setia Tuhan

● Hosea 1:1-12
  
Kita bisa mengonsepkan kasih Tuhan—seperti halnya mengonsep tentang Tuhan sendiri—bahwa kasih-Nya penuh kesabaran, kasih-Nya mengampuni, dan sifat-sifat kasih lainnya (lht. Galatia 5:22-23 dan 1 Korintus 13:1-13). Namun, mungkin kita tidak akan benar-benar mampu menjelaskan atau memahami secara sepenuhnya kasih Tuhan. Seperti halnya kita bisa sepenuhnya merasakan, mengalami, menghirup angin atau udara atau hawa AC, tetapi untuk benar-benar menjelaskan secara tepat bentuknya, arah datang dan perginya, kita tidak akan bisa. Demikian juga kita hanya bisa sepenuhnya merasakan, mengalami kasih-Nya, serta meneruskannya kepada orang-orang.

Mungkin dalam memahami kasih Tuhan itu seperti ketika santo Agustinus berupaya mencari tahu atau berusaha sepenuhnya memahami Trinitas (ke-Tritunggalan Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus). Terkisah bahwa saat berusaha memahami Trinitas, santo Agustinus berjalan-jalan di pantai. Di sana ia melihat seorang anak kecil yang sedang bermain pasir dan membuat lubang kecil. Tertarik dengan sesuatu yang dilakukan oleh si anak kecil, sang santo bertanya, “Apa yang sedang kaulakukan, Nak?” Anak itu menjawab bahwa ia ingin memasukkan semua air laut ke dalam lubang kecil tersebut! Hal yang tidak mungkin, bukan? Seperti itu jugalah bila kita mencerna sepenuhnya kasih-Nya.

Firman Tuhan menyapa kita hari ini tentang Nabi Hosea yang—atas perintah Allah—memperistri Gomer, wanita sundal, dengan kasih yang tak masuk akal. Kasih Allah begitu besar terhadap bangsa Israel, terhadap umat manusia, terhadap kita. Kasih-Nya lebih besar daripada yang kita pikirkan. Bahkan saat kita merasa tak layak mendapatkannya, kasih-Nya selalu ada bagi kita. Bukan hanya saat segala sesuatu berjalan dengan baik, melainkan juga saat banyak hal tak berjalan sesuai keinginan atau pikiran kita, kasih setia Tuhan selalu tersedia.

Kita barangkali seperti “Gomer”, kita melacurkan diri pada uang, dunia, kekhawatiran, kenajisan, pekerjaan, dan lainnya―hal-hal yang membuat kita tidak mempunyai waktu untuk membalas serta meneruskan cinta-Nya. Padahal, kita sudah menjadi milik Tuhan. Tetapi, kesetian Tuhan sebesar kasih-Nya. Jika kita tidak setia, Dia tetap setia (lht. 2 Timotius 2:13). Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya (lht. Matius 12:20). Akhirnya, we will never fully understand His love, but He fully understands to love us completely (kita tidak akan mampu memahami kasih-Nya sepenuhnya, tapi Ia amat mengasihi kita sepenuhnya, terj. bebas).

===

Kikir

Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan.
―Amsal 28:22

Saya tidak habis pikir kalau ada orang yang terlalu kikir. Hemat adalah satu hal, tetapi kikir itu hal lain. Saya menulis ini bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memberikan contoh serta mungkin kita bisa mempelajarinya.

Ada seorang ibuyang berprofesi sebagai bos sebuah pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas. Dia dikenalamat sangat terlalu (penekanan ditambahkan) berhemat oleh karyawan-karyawatinya, bahkan memperhitungkan perihal pengeluaran keuangan yang terkecil sekalipun. Lampu-lampu yang menyala untuk ruangan yang tidak dipakai harus dipadamkan. Begitu juga dengan AC. Bensin yang dipakai sebisa mungkin yang bersubsidi. Lauk sisa kemarin yang masih bisa dipanaskan, maka alangkah baiknya bila disajikan lagi untuk dimakan hari ini.

Sampai pada suatu bulan, tibalah hari yang berbahagia untuk putra si ibu itu menikah. Kabarnya, si ibu mengundang orang-orang yang mau datang saja. Menurut si ibu, sayang kalau sudah mencetak dan mengirim banyak undangan,sedangkan pihak yang diundang tidak datang. Jadi, beliau harus memastikan dan menanyakan sebisanya terlebih dulu kepada calon-calon undangan apakah benar-benar pasti (sekali lagi penekanan ditambahkan) akan datang?

Kemudian, walaupun memang menyewa gedung untuk resepsi pernikahan di dekat pusat perkotaan supaya terkesan ekslusif dan elegan, aula gedung yang dipilih terlalu sempit untuk sekitar lima ratusan orang.Kasihan para tamu undangan yang datang malam itu karena hampir saling berdesakan.Merekamesti berhati-hati saat berjalan apalagi bilasambil membawa makanan karena takut bertabrakandengan orang-orang yang berlalu lalang.

            Raja Salomo berkata, “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan (Amsal 11:24).” Saat kita terlalu kikir, kasihan orang-orang lain yang akan merasakan dampaknya. Kita mungkin lupa bahwa segala sesuatu yang kita miliki merupakan pemberian, anugerah dari Tuhan. Dan kita pun diingatkan untuk memberikan persembahan persepuluhan (lih. Maleakhi 3:6-12). Tapi itu di Perjanjian Lama, tidak disebutkan di dalam Perjanjian Baru, mungkin sebagian orang berpikir atau berkata. Ya, tapi bukankah di Perjanjian Baru malah lebih lagi, yaitu menyerahkan segalanya (lih. Lukas 18:22)?

Nah, sebagai penutup tulisan, karena topik renungan hari ini jangan kikir, tolong kirimkan sejumlah uang ke rekening saya, ya. Becanda kok, tidak boleh kikir senyum, ya.

===

Kolibri

Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.
—Wahyu 2:4

Saya ingin membagikan sebuah rahasia. Tentu banyak orang suka rahasia, bukan? Rahasia tersebut adalah tentang burung kolibri atau hummingbird. Ada rahasia apa?

Makanan utama burung yang bisa terdengar ber-humming atau bersenandung saat terbang sesuai dengan namanya itu adalah nektar. Nektar adalah cairan manis pada bunga yang biasanya diserap oleh lebah. Nektarjuga merupakan bahan utama untuk madu.

Sekalipun nektar cairan manis, tapi sebenarnya kolibri tidaklah mempunyai indera pengecap untuk merasakan rasa manis. Jadi, bagaimana burung itu bisa merasakan manisnya rasa nektar?Ternyata, kolibri memiliki reseptor responsif terhadap gula yang biasanya digunakan oleh hewan-hewan vertebrata (bertulang belakang), termasuk ayam, untuk mendeteksi rasa umami atau rasa gurih dalam suatu makanan. Nah, reseptor terhadap umamiyang pada ayam maupun unggas lain gagal merespons rasa manis (gula atau nektar tadi), lain halnya dengan reseptor umami milik kolibri yang bisa, bahkan terhadap pemanis buatan.

Ternyata kolibri mampu beradaptasi untuk memperoleh kembali kemampuan mengecap rasa manis. Sebuah kemampuan yang telah hilang pada burung-burung lain. Menurut ilmuwan di Monell Chemical Senses Center, Peihua Jiang, “Di saat banyak spesies kehilangan fungsi reseptor mereka, ini [kemampuan reseptor kolibri mengecap rasa manis] satu-satunya contoh yang menunjukkan bahwa reseptor tersebut bisa difungsikan ulang [beradaptasi].”

Kita pun mungkin selama ini atau sampai saat ini merasa telah kehilangan rasa manis dalam kehidupan kita atau dalam apa pun yang kita lakukan. Tak bersemangat bertemu orang lain. Tak ada semangat bahkan dalam melakukan hal terkecil sekalipun. Tapi, semoga seperti halnya burung kolibri tadi, bersama Tuhan kita mampu beradaptasi di dalam segala situasi, kemudian menemukan kembali, bahkan membuat hal-hal yang manis di dalam kehidupan ini.

Sehingga, seperti burung kolibri atau hummingbird tadi yang mampu beradaptasi untuk memperoleh kembali kemampuan mengecap rasa manis, kita pun mampu melakukannya.Hingga kita pun mungkin akan ber-humming, bersenandung lagi seperti burung kolibri, bersukacita saat melakukan apa pun. Hal terkecil sekalipun.Sehingga, ada rasa manis yang kita temukan, kita dapatkan. Lalu, membagikan rasa manis (kebahagiaan, sukacita, semangat, kasih, dan lain-lain) itu bersama dengan orang lain.

===

Kontrak

TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia.”
―Ulangan 28:13

Seorang teman, sebut saja inisialnya PR, menceritakan bahwa walaupun dia telah bekerja selama bertahun-tahun, kurang lebih tujuh tahun, sebagai karyawan di sebuah institusi.Namun, dia masih berstatus sebagai pekerja kontrak.

MemangPR mengatakan dan mengaku pula bahwa mungkin sebenarnya dia sendirilahyang menyebabkan lembaga tersebut tidak mengangkat-angkatnya menjadi karyawan tetap karena sudah lama belum bisa mengoperasikan komputer (melek terhadap update teknologi informasi), membuat sistem perencanaan, dan tidak fokus saat bekerja.Tetapi,semestinya PR sudah layak untuk menjadi staf tetap―mengingat masa kerjanya yang bisa dibilang cukup lama dan loyal. Namun, sampai detik ini pun, dia belum diangkat ke dalam keluarga besar perusahaan tersebut sebagai karyawan tetap.

            Membaca firman Tuhan di atas hari ini, kebanyakan dari kita menyukainya dan memegang teguh terhadap janji-Nyaitu bahwa Tuhan akan mengangkat kita menjadi kepala dan bukan ekor, bahwa kita akan tetap naik dan bukan turun―bila kita mendengarkan dan melakukan perintah-Nya dengan setia. Namun pertanyaan kejujurannya, bagaimanakah keadaan kerohanian maupun kekristenan kita saat ini?

Apakah kita “masih seperti yang dulu” atau status quosetelah bertahun-tahun atau beberapa lama ‘mengenal’ Tuhan Yesus? Atau, kalau boleh kita analogikan dan bertanya kepada diri sendiri, apakah kita masihkaryawan kontrak padahal seharusnya sudah menjadi pegawai tetapbagi-Nya di dalam pelayanan karena kita sudah bertahun-tahun mengikut Diaserta menjadi orang Kristen?Kitab Ibrani 5:12 dapat menjadi peringatan bagi kita: “Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.”

            Semoga kita dapat menjadi pribadi yang makin baik. Oliver Cromwell berkata, “He who stops being better stops being good (terj. bebas: Orang yang berhenti berubah makin baik, maka dia akan berhenti untuk berbuat baik).”

===
       
Kue yang Pertama

● Markus 10:35-45 (Lukas 9:46-48)

Saya agak cemburu dan kurang setuju dengan pertanyaan yang biasanya ditujukan kepada seseorang yang berulang tahun. Saat setelah ia meniup lilin dan akan memotong dan membagikan kuenya, ada pertanyaan: “Hayo, kue (potongan) pertamanya untuk siapa?”

Hal itu mungkin dapat menimbulkan iri hati, sejentik kekesalan yang berkesan mendalam, atau bermacam-macam perasaan lainnya di dalam hati orang-orang yang datang dan ikut merayakan. Mungkin tidak bagi Anda, tetapi saya sungguh kurang sependapat dengan adanya pertanyaan itu. Sebaiknya tidak perlu bertanya dan membeda-bedakan seperti itu. Tidak ada kue pertama, sebab kue tersebut utuh dan untuk bersama-sama.

Dalam surat Markus 10:35 – 45, Yakobus dan Yohanes meminta kepada Tuhan Yesus, “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu (ay. 37)”. Tetapi, Tuhan Yesus menjawab, “Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan (ay. 40).”

Juga, dalam Lukas 9:46 – 48, terhadap pertengkaran di antara murid-murid-Nya tentang yang terbesar di antara mereka, Tuhan Yesus mengetahui isi hati mereka dan mengingatkan, “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar (ay. 48).”

Kelihatannya Tuhan mungkin pernah membeda-bedakan, tapi Dia juga tidak membeda-bedakan. Hanya Bapa di surga yang memiliki hak preogatif itu. Anugerah bergantung pada pihak yang memberikan―bukan pada yang diberi atau menerima―anugerah. Jadi, lain waktu saat Anda sekiranya berulang tahun dan ditanya, “Hayo, untuk siapa kue pertamanya?”, sebaiknya Anda menjawab, “Tidak ada kue pertama. Semuanya mendapat potongan pertama karena yang utama bukanlah tentang kue atau menerima dan memakan kue ini, melainkan semuanya mau datang ke sini turut merayakan dan kebersamaan kita.”

Tuhan Yesus adalah roti hidup, dan Ia adalah Yang utama dan pertama untuk semua umat manusia.


===

Landak Mini

Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.
―Mzm. 37:8

Anda mungkin tentu tahu tentang adanya seekor hewan peliharaan yang berupa landak mini? Ya, seekor landak mini. Ada juga orang-orang yang mau memeliharanya, lho. Bukan landak yang besar secara umumnya, tapi landak mini. Apabila secara tiba-tiba mendengar suara atauintonasi yang kecil sekalipun, secara tiba-tiba juga landak mini itu akan memberdirikan duri-duri yang memang sudah tercipta ada tertancap alami di tubuhnya.Mengapa? Karena waspada dan merasakan bahaya yang mengancam. Padahal, mungkin tidaklah ada ancaman atau bahaya yang menghadang hewan itu. Hewan itu sangat sensitif sehingga memasang pertahanan yang sepertinyaterlalu berlebihan. Tetapi, karena takut atau merasa terancam, seolah-olah menjadi marah dan membuat pertahanan yang mungkin tidak perlu.

Firman Tuhan hari ini menyapa kita melalui mazmur raja Daud di dalam Mazmur 37:8 supaya kita berhenti marah dan meninggalkan panas hati: “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.

Kadang kala, bahkan mungkin sering kali kita cenderung bersikap atau bertindak seperti landak mini tadi. Kita berupaya berjaga-jagadan mewaspadai setiap hal yang terjadi, setiap gerak-gerik, ataupun setiap orang yang kita temui dengan cara memasang duri-duri pertahanan yang mungkin kita miliki: sikap-sikap ketus, perkataan-perkataan pedas, penolakan-penolakan, dan hal-hal lainnya yang malah akan berpotensi melukai orang lain walaupun membuat kita merasa aman,meskipun semu. Padahal mungkin tidaklah perlu pertahanan diri yang berlebihan seperti itu.Toh tidaklah ada bahaya atau ancaman terlalu besar yang mendatangi kita. Kita mungkin hanya merasa takut di dalam diri sehingga marah.

Ingat, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih (1Yoh 4:18 ).”

Jadi, saat kita hendak marah, janganlah kita seperti landak mini. Sangat sensitif. Marahlah terhadap hal-hal yang memang saatnya patut kita marahi. Jangan takut. Itu pertanda Anda peduli dan benar. Dan daripada memiliki rasa amarah yang besar, lebih baik milikirasa semangat yang besar untuk melakukan hal-hal yang benar; atau sekadar mengerjakan hal-hal yang kecil,tapi dengan rasa cinta yang besar. Jangan ber-“landak mini” terhadap tulisan atau firman Tuhan hari ini, ya.

===


Lupa Daratan

Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan. Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh.
―2 Ptr.1:9-10 a

Di dekat pedesaan nelayan, sebuah musibah kecelakaan kapal yang bertabrakan dengan kapal lainnya terjadi. Banyak penumpang yang berupaya menyelamatkan diri di dekat pantai itu. Beruntung, karena sejumlah besar nelayan sedang pulang dari melaut melihat peristiwa itu, mereka berusaha menolong para penumpang tersebut.

Singkat cerita, media massa mengangkat topik berita tentang kepahlawanan para nelayan itu, meskipun mereka hanya mampu menolong beberapa orang karena memang sejumlah korban tidak bisa berenang.

Tergerak untuk memperlengkapi para nelayan agar lebih andal lagi dalam hal pemberian pertolongan, maka pemerintah mengadakan pelatihan-pelatihan SAR (search and rescue) bagi seluruh nelayan di pedesaan itu. Tak tanggung-tanggung, pemerintah bahkan menyelenggarakan pelatihan tingkat internasional dengan mendatangkan pembicara-pembicara berpengalaman dari Jepang maupun Inggris karena dua negara itu terkenal akan kecepatan, ketanggapan, dan ketangkasan penanggulangan bencana maupuntindakan SAR.

Ketika sedang salah satu sesi seminar, sekonyong-konyong seseorang masuk ke dalam ruangan pelatihan dan berseru, “Tolong! Ada kecelakaan kapal, banyak yang tenggelam! Cepat tolong!” Namun, bukannya para peserta―yang semuanya terbilang nelayan―segera beranjak dari ruangan dan menolong, mereka malah menyuruh panitia untuk mengeluarkan orang  itu karena mengganggu ketenangan, ketertiban, dan kekhidmatan sesi seminar internasional itu. Mereka lupa diri bahwa mereka pun pernah menolong; terbuai dengan pelatihan-pelatihan yang justru mungkin tidaklah mereka perlukan.

Kadang kita seperti itu. Kita menerima banyak hal, beragam pelatihan, atau hal-hal lainnya tapi melupakan apa yang semestinya kita lakukanataupun jati diri kita. Lupa daratan. Firman Tuhan hari ini menegur kita untuk berusaha secara sungguh-sungguh supaya panggilan dan pilihan kita makin teguh (2 Petrus 1:10 a).Apabila kita hendak menyombongkan diri atau pongahtentang apa pun yang telah kita lakukan, alami, atau miliki maupun melupakan siapa diri kita sebenarnya di hadapan Tuhan dan mungkin juga manusia, bacalah Efesus 2:1-10. Atau 1 Korintus 1:26-29.


===

Mesin Motor

Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!
―Mzm. 46:11a

Pada 10-12 Juli 2013 yang lalu, saya mengikuti sebuah retret dari tempat saya bekerja. Retret iu berlangsung selama tiga hari dua malam di Puncak, Jawa Barat. Saya antusias terhadap acara ini serta menanti-nanti, berharap-harap mendapatkan sesuatu dari Tuhan. Namun, beberapa orang di antara para peserta terlihat dari roman wajah serta sikap mereka sepertinya mengeluhkan,Mengapa begitu lama waktu untuk retret ini?Mereka setengah hati mengikutinya sehingga kurang menikmati isi-isi acara yang diadakan. Anda mungkin juga bertanya-tanya, Ya, apa sih perlunya retret?

Retret yang diikuti 900 orang lebih (jarang ada perusahaan yang mengirimkan peserta sebanyak itu ikut retret, apalagi untuk selama beberapa hari) dari tempat saya bekerja tersebut bertema: “Be still and know that I am God” dari Mazmur 46:11a dalam bahasa Inggrisatau Diamlah dan ketahuilah bahwa Akulah Tuhan.

Sesuai dengan tema, kami diajak untuk berdiam diri sejenak.Salah seorang pembicara dari Singapura untuk retret, Rev. Christopher Chia mengatakan bahwa be still atau berdiam diri bukanlah berarti don’t do nothing (tidak mengerjakan apa-apa), melainkan don’t do nothing without God atau makin mempercayai Tuhan dan menyertakan-Nya dalam tiap aspek kehidupan kita atau apa pun yang kita kerjakan). Retret ini juga menjadi “kesempatan”untuk menarik diri dari bisingnya aktivitas-aktivitas atau rutinitas-rutinitas yang telah terbiasa kami jalani. Lalu, mengambil waktu tiga hari tersebut untuk memperbaruisemangat melalui firman Tuhan dan pengajaran-pengajaran yang meneguhkan kembali komitmen hubungan kami dengan Tuhan, makna alasan kami bekerja, dan lain-lain.

Anda tahu, sehari sebelum tulisan ini dibuat, saya hendak menserviskan sepeda motor saya ke bengkel karena salah satu bagian mesin (laher noken as-nya) sepertinya rusak. Suara mesinnya kasar. Tetapi, kalau Anda mendengarkannya di antara bisingnya kendaraan-kendaraan lain di jalan, mungkin suara kasar atau rusaknya mesin tersebut takkan terdengar. Malah akan terdengar sama saja dengan suara sepeda motor pada umumnya. Saya perlu mendengarkannya di tempat atau jalanan yang sepi supaya bisa membedakan dan tahu keadaan mesin motor saya. Seperti itulah kita memerlukan waktu hening sejenak, berdiam diri dari semua ributnya aktivitas kehidupan agar bisa mengetahui keadaan hati kita, apa yang sedangkita alami, supaya kita pun dapat menentukan apa yang sebaiknya kita perbuat, atau meneguhkan kembali arti hidup, makna pekerjaan atau apa pun profesi kita.

Jadi, untuk pertanyaan apakah perlu retret, Anda tentu tahu jawabannya, bukan?


===


Nama Orang Benar

● Amsal 10:7

Kenangan kepada orang benar mendatangkan berkat, tetapi nama orang fasik menjadi busuk. (Amsal 10:7)

Ketika Steve Jobs meninggal dunia pada 5 Oktober 2011, banyak orang yang merasa kehilangan seseorang yang penting dan pemberi banyak sumbangsih bagi dunia. Baik Bill Gates sampai warga biasa Jakarta maupun mungkin beberapa kita yang tak memiliki sangkut paut dengan Steve Jobs, mengenang namanya saja membuat haru karena hal-hal berfaedah yang telah dilakukannya di dalam kehidupan serta bagi banyak orang.

Kita pun mungkin merasakan perihal yang serupa terhadap tokoh-tokoh dunia yang berjasa besar. Apalagi kita pasti merasakan yang lebih kepada orang-orang terdekat kita yang telah begitu menyentuh hati kita dan mengurbankan segudang hal demi diri kita. Dan pernahkah kita saat mengingat nama mereka maupun mengenang kisah hidup mereka, kita merasa damai dan diberkati? Ya, mungkin pernah. Namun sebaliknya, jika ada orang-orang atau individu yang pernah berbuat jahat, terlepas terhadap siapa mereka melakukannya, barangkali kita akan merasa kurang berkenan. Terngiang pada nama mereka sekalipun dapat membuat kita mengenang hal-hal yang pernah mereka perbuat.   

Kita tentu tahu peribahasa lama berikut ini, bukan? Bahwa gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Raja Salomo dalam Amsal 22:1 mengatakan, “Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.” Ini adalah wejangan paling bernilai yang mungkin dapat kita miliki. Bukan tentang nama yang indah semata, melainkan saat orang-orang mengingat kita, mereka akan terkenang akan hal-hal yang baik. Bukan pula tentang diterima atau dikasihi oleh semua orang, melainkan ‘cukuplah’ dikasihi oleh keluarga, orang-orang terdekat, bahkan diri sendiri, serta Tuhan.

Kehidupan ini hanya sementara, bukan? Usia kita mungkin bisa saja selama 52, 56, atau 72 tahun, ataupun lebih. Tetapi bagaimanapun, kita harus menyadari bahwa kita akan meninggalkan dunia ini. Namun, nama kita dapat terkenang melebihi batas waktu usia kita. Semoga sesudah kita tiada, nama kita tetap memberkati orang-orang yang mengenangnya, seperti saja halnya ketika kita masih hidup di dunia.

===

Once You're Born

● Yesaya 49:15, Mazmur 103:13

Dalam sebuah film berjudul Once You’re Born, di dalamnya diceritakan tentang seorang anak kecil yang terjatuh ke dalam lautan luas saat sedang berlayar dan berpetualang memakai kapal bersama ayah dan pamannya. Ketika ayahnya baru menyadari bahwa anaknya terjatuh di luar kuasa dan sepengetahuannya, seketika itu pula ayahnya berlari ke atas dek, berteriak, menyuruh abangnya memutar arah balik, meraung-raung dalam tangisan, dan ingin mencebur ke laut mencari anaknya―bahkan mungkin menggantikan posisi anaknya. Sementara itu, anaknya mengambang sendirian di tengah lautan dan berseru-seru, “Papa, Papa! Mama, Mama!”

Dalam suatu kejadian di depan rumah tetangga, saya juga pernah menyaksikan seorang balita yang entah bagaimana terperosok dan berada di dalam selokan. Ibunya yang baru menyadari ketika mendengar suara khas tangisan anaknya sambil berulang-ulang berseru, “Mama, Mama!”, segera meminta pertolongan orang-orang, bahkan mungkin juga ingin menggantikan posisi bayinya itu.

Dalam Yesaya 49:15 dikatakan, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.” Kemudian, dalam Mazmur 103:13 tertulis, “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan  sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” Bahkan, dalam sebuah lagu dikatakan bahwa kasih-Nya lebih daripada kasih seorang ibu. Bapa di surga lebih peduli terhadap kita, lebih mengetahui rancangan yang terbaik untuk kita, dan tangan-Nya senantiasa menopang kita bahkan semenjak kita di dalam kandungan (Mzm. 22:10). Kasih-Nya lebih besar daripada kasih seorang ibu atau ayah manapun, bahkan pada saat kita tiada menyadarinya, bukan?

Kadang mungkin lebih berat bagi Bapa di surga untuk melihat anak-anak-Nya tersiksa atau menderita. Seperti halnya ayah dan ibu yang ingin menggantikan posisi anak-anak mereka tadi, Tuhan mungkin ingin berada di posisi kita, turut merasakan, serta menggantikan posisi kita. Karena itulah Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya kita yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Juga, kadang Ia lebih berharap anak-anak-Nya mau percaya kepada-Nya, lebih daripada anak-anak-Nya sendiri untuk percaya kepada-Nya. Oh ya, anak di dalam film dan bayi pada kejadian nyata tadi, berhasil diselamatkan.

===

Pelatih Rendah Hati

• Mazmur 124 & 131
  
Pada 15 November 2003, di arena Alodome (San Antonio, Texas), Amerika Serikat, petinju hebat Filipina, Manny Pacquiao bertanding melawan petinju asal Meksiko, Marco Antonio Barrera. Setelah menerima pukulan bertubi-tubi, pada ronde ke-11, akhirnya pihak sudut atau pelatih Barrera meminta wasit untuk menyudahi pertandingan. Mengapa? Karena Barrera terlihat sangat kelelahan, tak berkutik, bahkan mungkin akan terjerembap dan terluka parah. Pelatihnya dengan rendah hati menghentikan pertarungan dan memeluk Barrera di atas ring dengan air mata.

Seperti halnya pelatih yang rendah hati mengakhiri pertandingan untuk anak didiknya terhadap lawan yang ganas, mungkin demikian juga dengan Tuhan. Dia akan rela dan rendah hati memeluk kita untuk menghentikan kita melawan musuh, diri kita sendiri, atau bahkan Dia… dengan air mata.

Kadang manusia adalah makhluk terganas, kesia-siaan (lht. Mzm. 39:5), dan seperti kuda liar yang suka memberontak atau melawan (lht. Kel. 32:25 & Mzm. 32:9). Kadang kita setiap waktu memusuhi diri sendiri, menghakimi siapa pun, sok melawan si jahat, angkuh dan marah terhadap Tuhan. Apakah yang membuat kita selalu seperti itu sepanjang waktu? Padahal, kita tidak mempunyai banyak kekuatan, makhluk yang lemah, dan memerlukan Tuhan.

Berserahlah dan berharaplah kepada Tuhan (Mzm. 131:3a), maka Dialah yang akan menggantikan kita melawan musuh (lht. Mzm. 35:1), mendamaikan kita terhadap diri sendiri dan diri-Nya, dan ‘melemparkan handuk putih’ untuk menghentikan kita dalam pertarungan yang penuh dengan keangkuhan hidup. Seorang pelatih lebih tahu keadaan anak didik atau petinjunya. Tuhan amat maha tahu keadaan umat dan anak-anak-Nya. Dia tidak akan membiarkan kita menerima pencobaan yang melebihi batas kekuatan kita. Kadang menang berarti berserah dan mau merendahkan diri. Seperti burung terluput dari jerat (Mzm. 124:7) dan anak yang disapih di pangkuan ibunya (ps. 131:2), demikianlah Tuhan membebaskan dan menenteramkan kita. Sungguh jauh lebih berharga disapih oleh Tuhan daripada terpisah dari-Nya.
 
===


Perempuan Perintis

● Ulangan 28:56

 Banyak hal awal yang dilakukan atau dirintis oleh para pria. Bisa dihitung dengan jari kalau oleh perempuan. Bukannya menomorduakan kaum yang diciptakan dari tulang rusuk―dekat dengan hatinya―Adam ini oleh Allah. Tetapi, sepertinya para pria memang tercipta untuk mengawali sesuatu yang baru. Christopher Columbus menemukan benua Amerika; SirEdmund Hillary yang pertama kali mencapai puncak gunung Everest; Erik Weihenmayer adalah pria tunanetra yang pertama kali mampu mendaki dan menaklukkan gunung itu juga.

Apakah ada wanita perintis signifikan, misalnya menaklukkan gunung Everest itu? Ada. Dia adalah Junko Tabei asal Jepang, wanita yang pertama kali menaklukkan puncak Gunung Everest! Dia berhasil mendaki puncak itu melalui jalur Southeast Ridge (rute South Col) yang 99% nyaris mustahil dilalui! Padahal, pada masa kecilnya, Junko Tabei memiliki paru-paru yang lemah dan mudah sakit. Tinggi badannya pada masa dewasanya hanyalah kira-kira 145 sentimeter! Namun, kelemahannya menjadi kekuatannya; dan tinggi badannya tidak menentukan ketinggian yang sanggup dia raih.

Firman Tuhan melalui Ulangan 28:56 mengingatkan kita, “Perempuan yang lemah dan manja di antaramu, yang tidak pernah mencoba menjejakkan telapak kakinya ke tanah karena sifatnya yang manja dan lemah itu…” Banyak orang yang mengenal dan mengatakan carpe diem atau seize the day (tangkaplah hari ini), tetapi mereka jarang melakukannya, malah sebaliknya hari-harilah yang “menangkap” mereka. Hari-hari yang padat, penat, dan penuh. Membuat bosan, jenuh, dan berpaku pada rutinitas.

Kapankah terakhir kalinya engkau melakukan sesuatu yang pertama kalinya? Apakah engkau pernah melakukan sesuatu yang baru? Meskipun ada rasa takut, engkau tetap mau mencobanya? Penulis Ambrose Redmoon berkata, “Keberanian bukanlah tiadanya ketakutan, melainkan keyakinan akan sesuatu yang lebih penting ketimbang rasa takut itu sendiri.” Pendaki gunung wanita Alison Hargeaves berkata, “Lebih baik satu hari mengaum (pemberani seperti harimau) daripada ratusan hari mengembik (penakut bagai kambing) {terj. bebas}.”
 
===

Pilot

Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga…”
(Pengkhotbah 9:10 a)

Rutinitas, oh rutinitas…Sebagian besar orang mengeluhkannya, beberapa orang lainnya menjadikannya sebagai alasan saat mereka merasa kelelahan, tak berdaya melanjutkan tugas yang sudah menjadi tanggung jawab di pundaknya. Termasuk saya. Saya masih berjuang untuk merangkul rutinitas agar menjadi rekan saya dalam bekerja. Chris Guillebeau yang tinggal delapan negara di dunia lagi yang belum tapi akan dikunjunginya berkata, “Quotas and deadlines are your friends(Patokan serta tenggat waktu adalah sahabat Anda; terj. bebas).”

            Saya yang sedang bekerja di sebuah sekolah dan memang masih berposisi di bidang penulisan, namun kadang dapat terasa begitu menjenuhkan karena apa yang saya kerjakan menjadi rutinitas.Sehingga, kadang juga terasa seperti itu saat akan melakukan salah satu hobi saya, yaitu… menulis. Ya, selain saya menulis di kantor, saya pun menulis di rumah. Ingin menulis setiap hari. Ella Fiztgerald berkata, “The only thing better than singing is more singing (Satu-satunya hal yang lebih baik daripada bernyanyi adalah bernyanyi lebih lagi.)” Jika boleh mengaplikasikannyapada penulisan: satu-satunya hal yang lebih baik daripada menulis adalah menulis lebih lagi.

            Bayangkan bagaimana bila saat para penumpang pesawat telah memasuki badan pesawat semua, lalu tiba-tiba sang pilot mengumumkan dari pengeras suara, “Mohon maaf, Bapak-bapakdan Ibu-ibu, para penumpang sekalian, saya tidak bisa terbang hari ini. Saya bosan dengan rutinitas yang ada, menerbangkan pesawat ini.”

Firman Tuhan mengajak kita untuk bekerja dengan keras (lih. Pengkhotbah 9:10). Juga, berusaha memberikan kinerja yang terbaik. Di tengah hiruk pikuk dan rutinitas, kita sebenarnya bisa bekerja dengan antusias.

Kita mungkin sering mendengar bahwa life goes onatau theshow must go on(Kehidupan terus berjalan. Pertunjukan harus terus berlangsung). Hal itu dituntut terutama apabila kita mau dianggap bekerja secara profesional. Namun, alangkah lebih baiknya bila semua yang kita lakukan ada maknanya, apalagi dengan pernyertaan dan perkenanan-Nya.Kiranya Dia pun akan terus memberkati kita dengan anugerah-Nya melalui pekerjaan maupun keseharian kita.Tak ada suatu hal pun yang sekadar rutinitas apabila kita mempunyai hati dan benar-benar memilih untuk mencintai sesuatu yang kita kerjakan itu.

===

Pohon

Baru-baru ini, hiasan berupa pohon ataupun tiang menyerupai bentuk pohon yang terpampang di halaman depan dua buah mall mearik perhatian saya.Mall itu sebut saja—ya karena memang namanya jadi saya sebut saja—Living World Alam Sutera dan Lippo Mall Puri.

Hiasan itu bukan pohon sekadar pohon atau tiang yang mirip pohon, melainkan dibuat hampir semirip pohon terang atau pohon Natal yang menjulang ke atas dengan bentuk kerucutnya. Mungkin pihak mall itu secara sengaja menghiasi halaman depannya itu untuk nanti saat malam-malam Natal supaya tak perlu repot-repot lagi memasang atau mencari-cari pohon yang tinggi untuk menerangi, menghiasi sekitaran mall.Apalagi sebentar lagi pun Desember, menjelang Natal.

Bicara tentang pohon Natal, istri saya senang sekali mempersiapkan—beberapa harisebelum hari H—pohon terang serta menghiasinya dengan ornamen-ornamen atau pernak-pernik penghias seperti lampu-lampu kecil yang kelap-kelip nyalanya berwarna putih, merah, biru atau hijau, dan kuning. Lalu, ada bintang-bintangan, kapas-kapas agar mirip salju, ataupun kado-kado yang mungkin tanpa isi serta kartu-kartu ucapan yang juga mungkin sudah bertahun-tahun dipakai. Kartu-kartu ucapan selamat Natal kiriman dari sanak saudara serta kerabat. Dan entah kado atau kartu itu sudah melewati perayaan Natal yang keberapa kali.

Istri saya juga sering mengajak untuk ikut menghiasi pohon itu, mempersipkan apa-apa saja yang perlu, setidaknya sekadar ikut merasakan rasa gempita atau semangat Natal seperti yang dia rasakan. “Dari dulu aku seneng banget ngerayain Natal,” katanya suatu kali.

Tapi, entah, rasanya saya tidak seperti itu. Biasa saja merayakan Natal. Dari dulu.

Mungkin karena sejak kecil dulu di keluarga saya, arti Natal biasa-biasa saja, dan kami merayakannya biasa-biasa saja, bahkan bagi saya sendiri Natal artinya sendu. Mengapa? Ya, mungkin karena tanpa arti spesial saja. Tanpa makna.

Namun, saya juga selalu ingat saat-saat ketika Mamak (sebutan untuk ibu saya dalam keluarga kami yang keturunan Batak; ibu saya Batak Toba, ayah Batak Karo, dan kami empat anak-anaknya lahir semua di pulau Jawa) memasang, merapikan, menghiasi pohon Natal sekitar seminggu sebelum 25 Desember, lalu membiarkannya menyala dengan kelap-kelip lampunya tiap malam yang terlihat pula apabila dari luar rumah. Bahkan, sampai melewati tahun baru pun Mamak membiarkan pohon Natal kami itu tetap menyala. Mungkin terangnya terasa menenangkan.Apa yang dilakukan Mamak mungkin hampir persis dengan yang dilakukan oleh istri saya.

Kadang saya membantu Mamak menghiasi, tak banyak sih. Kadang pula saat Natal tahun berikutnya, hanya ingin menikmati karya gubahan Mamak untuk pohon terang di rumah kami. Tapi, jarang, bahkan mungkin belum pernah saya membantu istri untuk menghiasi pohon terang kami.

Natal mungkin punya arti biasa buat saya. Tetapi, entah semenjak melihat-lihat hiasan pohon di kedua mall tadi, atau kalau melihat ada kelap-kelip lampu yang mirip untuk pohon Natal, saya jadi merenungkan arti Natal sebenarnya. Setidaknya, artinya bagi saya pribadi.

Sebenarnya, Natal bisa saja menjadi momen untuk berkumpul bersama keluarga, bahkan sudah sepatutnya menikmatinya bersama mereka. Di manapun dan bagaimanapun caranya. Mungkin seperti judul bukunya Bill Duncan, You Had to Be There (Anda Harus Ada di Sana). Berada bersama keluarga. Sekadar menikmati waktu yang bisa saja terasa spesial dan sangat berarti bagi mereka, atau beberapa dari antara mereka.

Saya juga baru sadar mengapa saya begitu suka dan senang saat melihat pohon-pohon di mall-mall tadi, atau melihat lampu-lampu hias yang hanya berwarna kuning pun yang terpasang pada hiasan-hiasan berbentuk hewan-hewan di pinggiran sebuah jalan suatu kompleks perumahan.

Mungkin bagi Anda, atau beberapa orang, apalah arti pohon atau lampu-lampu itu. Tapi, semua itu bisa mengingatkan saya akan lampu-lampu kecil saat malam-malam berpohon terang di dalam rumah. Mengingatkan akan waktu-waktu bersama keluarga. Baik saat bersama keluarga dengan Mamak di rumah di Surabaya waktu dulu, maupun kini saat sudah berkeluarga bersama istri dan anak di rumah kami.

Begitu juga saat melihat pohon-pohon yang dibentuk mungkin untuk pohon Natal di pusat-pusat perbelanjaan tadi, mengingatkan saya akan pohon-pohon terang yang dipasang oleh Mamak ataupun istri saya. Terlebih, mengingatkan saya—dan semoga saja kita semua—untuk mau menikmati, merayakan momen-momen seperti ini bersama keluarga, atau siapa pun yang dapat menjadi dan kita anggap seperti keluarga sendiri. Sesederhana apa pun tempatnya, perayaannya. Bukankah Tuhan Yesus sendiri pun terlahir di palungan yang sederhana…?

Saya ingin mengakhiri dengan sebuah puisi, yang juga tentang pohon. Semoga memberkati kita, walau tanpa terjemahan, ya.

Trees
—by Joyce Kilmer

I THINK that I shall never see
A poem lovely as a tree.

A tree whose hungry mouth is prest
Against the sweet earth's flowing breast;

A tree that looks at God all day,
And lifts her leafy arms to pray;

A tree that may in summer wear
A nest of robins in her hair;

Upon whose bosom snow has lain;
Who intimately lives with rain.

Poems are made by fools like me,
But only God can make a tree.

===

Polisi Tidur

Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!
―Ibrani 4:7 b

Tidak ada sesuatu pun yang kebetulan, bukan?Menarik dan lega, bukan,saat menyadarinya?Mulai dari hal yang sepelesampai yang gede tak ada yang kebetulan.

Beberapa hari belakangan ini, saya merenungkan polisi tidur. Apakah itu sepele? Bukan polisi tidur, loya. Tetapi,permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk memperlambat laju kendaraan,terdiri dari satu ataudualebih gundukan di sejumlah jalanan. Selain untuk memperlambat sepeda motor atau mobil, tujuan pembuatan polisi tidur itu juga adalah supayapenyeberang jalan atau pejalan kaki di sekitarnya lebih aman dan terhindar dari kecelakaan. Polisi tidur, seperti halnya peraturan lalu lintas, adalah untukkebaikan kita dan orang lain dan keamanan.

            Nah, bukan hanya diperlukandi jalan, rambu-rambu juga perludalam berpacaran.Hati nurani adalah “polisi tidur”,bahkan mungkin bisa menjadipolisi bangun, ya. Batasan-batasan yang ada dalam berpacaran bukanlah untuk membebani, tapi justru untuk membuat aman. Biasanya saat ingin melanggar larangan-larangan, mungkin ada suara lembut di dalam hati yang ingin didengarkan supaya ditaati atau dilakukan. Suara itu mengajak kita untuk memilih hal yang benar, memperlambat ketergesa-gesaan kita, dan untuk menjaga kekudusan.Ada banyak hal yang bisa kita kerjakan, namun yang terutama adalah mendengarkan terlebih dulu apa kata Tuhan di hati.Suara yang pelan itu lebih benar dan menenangkan daripada teriakan-teriakan keras yang merayu-rayu di pikiran.

Tahun 2008 yang lalu, Dr. Andik Wijayapernah menuliskan bahwa6-20% pelajar SMU dan mahasiswa pernah melakukan seks pranikah,lalu 93% remaja terjerembapke produk pornografi,dan 2,5 juta aborsi terjadi pertahun di Indonesia… Tak terbayangkan bagaimana dengan keadaan tahun empat tahun kemudian 2012 sekarang dan tahun-tahun ke depan.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan, “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu(Ibrani 4:7 b)!” Saat suara Tuhan melalui firman-Nya atau Roh Kudus menegur dengan lembut supaya menjaga kekudusan hidup, dengarkan dan lakukan. Jika peduli terhadap pacar, jagalah dia.Bekal konsumsi untuk piknik yang dihabiskan sebelum sampai di tempat tujuan piknik akan terasa percuma, bukan?Bekal untuk masa pernikahan akan sayang, bukan, bila habis saat pacaran?

===

Pramugari

Dan jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya.
(Lukas 19:31)

Setiap kali naik pesawat, sebelum lepas landas, para pramugari akan menginformasikan maupun memperagakan gerakan atau cara-cara penyelamatan, pemakaian masker oksigen ataupun pelampung bila terjadi keadaan darurat. Beberapa penumpang menyimak dengan saksama tapi entah penjelasannya atau pramugarinya; beberapa penumpang lainnya acuh tak acuh,terbiasaatau hapalkarenakarena sudah terlalu sering naik pesawat.

            Saat memperagakan cara-cara itu pun, para pramugari mau bahkan kudu mendengarkan arahan petugas yang mengarahkan melalui pengeras suara tentang langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan oleh para penumpang saat keadaan darurat. Para pramugari pemeraga itu menjadi jembatan atau penyampai pesan melalui gerakan, dan harus menuruti sesuai arahan yang ada. Coba bayangkan kalau para pramugari itu secara mengasal memperagakan semau diri mereka sendiri, tanpa mendengarkan petugas pengarah, maka tentu para penumpang akan kebingungan, atau bahkan akan fatal akibatnya seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, baik para pramugari itu maupun para penumpang mesti menuruti arahan yang ada demi keselamatan dan kebaikan bersama.

            Dalam Luk.19:28-35, Mat.17:24-27, Yoh.6:1-13, murid-murid Tuhan Yesus mendengarkan dan menaati perintah-Nya. Kalau mereka menolak apa yang Tuhan perintahkan, tujuan Tuhan takkan kesampaian―baik terhadap rencana Tuhan, para murid itu sendiri, maupun orang-orang lain yang ada.

            Mungkin kadang-kadang (bukan kadang kala sebab walaupun hampir sama, tapi menurut seorang teman, frasa kadang-kadangmenunjukkan intensitas yang lebih sering) sulit sampai-sampai pikiran terasa melilit untuk mendengarkan, apalagi menaati perintah Tuhan, baik berupa firman-Nya maupun hati nurani kita. Namun, saat kita mau melakukannya—apa pun risikonya atau kelihatan tidak mungkin sekalipun untuk dilakukan—pada akhirnya,kita akan merasakan damai sejahtera di hati dan pikiran kita. Nah, bagaimana kita dapat mengetahui bahwa itu adalah perintah atau suara-Nya? Well, seseorang pernah berkata, “Saya tahu bahwa saya tahu bahwa saya tahu bahwa saya tahu.” Dan mungkin seseorang itu adalah Anda.
           
===
         
Renungan dan Ilustrasi

• Ayub 42:5

Ada seorang penulis yang menyatakan bahwa keunikan sebuah buku renungan adalah tanpa menenggelamkan poin-poin pengajaran firman Tuhan ke dalam berbagai ilustrasi yang berlebihan. Hal itu memang ada benarnya. Tetapi, kadang peristiwa praktis atau pengalaman nyata dapat berbicara lebih dalam, lebih kuat. W. G. Simms berkata, “The proverb answers where the sermon fails (Praktik menjawab lebih baik daripada sekadar teori, terj. bebas).

Ketika Ayub menyadari, mengakui, mengalami, dan mengetahui secara langsung (bhs. Inggris: firsthand), ia berkata, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (Ayub 42:5). Mungkin bukan untuk selalu meminta jawaban atau melihat langsung supaya mengerti atau percaya seperti ratu negeri Syeba terhadap Raja Salomo, atau  Rasul Tomas terhadap Tuhan Yesus, melainkan kenyataan akan berkesan lebih mendalam dan lama daripada perkataan biasa. Rasul Petrus takkan ingat Tuhan Yesus telah memperingatkannya bahwa ia akan tiga kali menyangkali Dia sebelum ayam berkokok (Lukas 22:61). Para hawari (murid) Tuhan Yesus tak akan ingat Ia telah mengatakan bahwa Ia akan bangkit dari antara orang mati sebelum nyata-nyata Tuhan Yesus bangkit (Yohanes 2:22).

Saya bukan ingin mengatakan bahwa buku renungan tanpa ilustrasi itu salah atau kurang baik. Saya juga bukan ingin memperbedakan buku renungan yang banyak ilustrasi dengan menyatakan bahwa buku tersebut lebih bagus. Mungkin keputusan dan pilihan ada di tangan masing-masing orang atau pembaca ingin membaca yang mana, buku renungan mana yang lebih me-rhema bagi mereka, lebih mengena.

Bagaimanapun, satu hal yang patut disetujui adalah perkataan selanjutnya dari penulis tadi bahwa kita diajar untuk makin lama makin bergantung kepada pimpinan Roh Kudus lebih daripada pada buku renungan itu sendiri sehingga saat menghadapi berbagai masalah yang datang silih berganti dalam kehidupan, kita akan siap menghadapinya bersama dengan Tuhan. Mengapa? Karena kita kian mengenal Tuhan melalui pergaulan hari demi hari dalam saat teduh kita. Ya, apakah kita setia bersaat teduh?
 
===

Ruang Tunggu

Adapun Allah, jalan-Nya sempurna…
(2 Samuel 22:31)

Siapa yang suka berada di ruang tunggu?Banyak orang yang tidak suka mengantre di ruang tunggu. Entah di stasiun kereta api, bandara, apalagi di klinik dokter gigi yang lama sekali membuat kita lama menanti nama kita tiba dipanggil.

Hewan saja sanggup mengantre, misalnya sudah pasti rombongan bebek.Atau seperti yang pernah saya lihat pada sebuah poster bertuliskan Take Turns (Antre Dong) bergambar segerombolan penguin yang menunggu giliran untuk mencebur ke laut di Kutub Selatanhendak mencari ikan atau sekadar berenang.

Jika kita mengamati kehidupan sejumlah tokoh di dalam Alkitab, seperti Yusuf atau Daud, mereka rela dan memilih untuk mau berada di dalam ruang tunggunya Allah. Allah rindumembentuk mereka dalam proses-Nya sehingga menjadi seperti yang Ia inginkan, dansebab Dia lebih mementingkan karakter mereka dalam perspektif kekekalan daripada segala keberhasilan yang sekiranya dapat mereka raih seumur hidup mereka. Walaupun melakukan “coretan-coretan” kesalahan, namun mereka tetap menjalani prosesnya Allah hingga akhir.Sayangnya, banyak dari kita yang mungkin tidak suka berada di ruang tunggunya Allah. Kita bahkan terburu-buru mencari solusi sendiri, sehingga akhirnya kita keluar dari ruang tunggu tersebut.

Dalam serial artikel Waiting Room,Steven Furtick berkata bahwa Tuhan selamanya memegang kuasa, sekalipun kita sedang berada dalam suatu penantian.Steven Furtickmencontohkan, seperti halnya ada penerbangan transit sebelum membawa kita ke tujuan sebenarnya, kadang dalam hidup kita pun demikian, Tuhan kerap membawa kita ke arah yang berbeda total dari tujuan yang kita inginkan. “Sering kali kita mesti melewati sebuah proses untuk mencapai suatu tujuan,”kata Steven Furtick, “sebab Tuhan ingin Anda melakukan sesuatu terlebih dulu di sana.”

Seperti halnya Daud yang menyadari jalan Tuhan sempurna (2 Samuel 22:31), semoga begitu juga hendaknya dengan hidup kitauntuk mengakui bahwa waktu, rancangan, dan jalan-Nya Tuhan itusempurna. Waktunya tidaklah terlalu cepat atau terlambat, melainkan tepat.

===
 
Selalu Bangkit Kembali

• Mazmur 51:14

Mungkin hal ini terdengar klise karena kita telah mendengar atau membacanya berulang-ulang. Tetapi, saat kita melihatnya secara langsung, menyadari dan merenungkannya, memang anak kecil―balita atau batita yang sedang belajar berjalan maupun anak-anak pada umumnya―pasti selalu bangun, bangkit lagi setelah tersandung atau terjatuh. Mungkin mereka akan menangis dan mengaduh terlebih dahulu, tapi tidak berlama-lama, terutama para batita, dan mereka pun akan selalu bangkit kembali. Saat mereka kesulitan untuk bangun, orangtua mereka atau orang yang lebih dewasa akan berusaha menawarkan bantuan untuk menolong atau membuat mereka berdiri. Lalu, anak-anak itu pun mau bangkit dan berdiri.

Saat kita mengalami kegagalan (melakukan kesalahan), baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun―disengaja atau direncanakan oleh―orang lain, apakah kita sungguh-sungguh mau bangkit dan tetap kuat? Apakah kita masih memiliki jiwa anak-anak? Apakah kita masih ingat (ataukah sudah lupa) bagaimana dulu bersemangatnya, beraninya kita waktu kanak-kanak? Barangkali kita perlu mengenang kembali dan merenungkan masa kita kanak-kanak dulu. “Sebagian besar manusia,” kata penulis Dawn Turner Trice, “mempunyai masa lalu yang patut dimengerti.”

Firman Tuhan dalam Mazmur melalui Daud berkata, “Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! (Mzm. 51:14)” Kemudian dalam surat dari Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus berkata, “Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat! (1 Korintus 16:13)” Tuhanlah yang dapat menjadi kekuatan kita, menopang-menjaga-memperbarui semangat kita bila kita mau bangkit dan tetap kuat.

Tuhan Yesus Kristus mampu bangkit dari kegagalan terbesar dalam sejarah manusia karena dosa―kematian. Kebangkitan-Nya mungkin dapat menjadi inspirasi dan bukti nyata bahwa apakah kita tidak bisa dan tak mau bangkit dari apa pun: untuk hal yang kurang baik, kekalahan, kegagalan, dan masalah, kita tetap kuat; untuk hal yang baik, kita mau tetap belajar, mengasah-memperbaiki-memperlengkapi diri, dan terus makin maju? 
 
===
 
Selalu Ingin Kembali

● Yesaya 3:1-22

Di dalam hati setiap manusia, selalu ada keinginan untuk kembali. Kembali pada apa pun: ke masa lalu, ke kampung halaman atau rumah orangtua di pedesaan, ke perusahaan tempat kita bekerja sebelumnya, bahkan mantan pacar, sampai pada tindakan-tindakan maupun kebiasaan-kebiasaan yang telah kita akhiri. Dan kemungkinannya, tak jarang kita kembali pada hal-hal yang tidak baik. Jarang kita memilih untuk kembali pada sesuatu yang baik. Kita pun kerap mengulang kesalahan yang sama; kalau mengulang kemenangan, sih, tidak apa-apa.

Kita acap pula berubah setia terhadap Tuhan, lalu bertendensi kembali pada hal-hal, sesuatu, atau seseorang yang telah kita tinggalkan karena pengaruh tak baiknya. Kita kembali pada dosa yang itu-itu saja. Tetapi, saat kita tidak setia, Dia tetap setia karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya (lht. 2 Timotius 2:13).

Tuhan yang menuntun kita untuk kembali kepada-Nya. Di dalam Yeremia 3:1-22, terdapat beberapa kali ajakan Tuhan terhadap bangsa Israel supaya kembali kepada-Nya. Misalnya pada ayat 12, 14, hingga 22. Salah satu bukti seseorang peduli adalah meminta orang lain yang melakukan kesalahan untuk kembali, meminta maaf, dan memperbaiki kesalahan. Sebab jika tidak ada lagi arahan, bimbingan, maupun teguran, menandakan tak ada lagi kepedulian. Elie Wiesel pernah berkata, “Lawan dari kasih bukanlah rasa benci, melainkan tiadanya kepedulian.”

Kita memang memiliki keinginan untuk kembali, tetapi semoga kita dapat memilih untuk kembali ke hal-hal yang baik. Terutama, kembali kepada Tuhan. Gembala domba ingin seekor dombanya yang terhilang agar kembali. Sang ayah ingin anaknya yang hidup sesat untuk kembali. Tuhan ingin umat-Nya yang berdosa supaya kembali kepada-Nya. Anehnya, bukannya kita yang sangat ingin kembali kepada Dia, melainkan Tuhan sendirilah yang lebih ingin kita sungguh-sungguh kembali kepada-Nya.

===

Selalu Panas

● Galatia 3:3

Ada seorang anak muda yang menyalakan dispenser di rumah untuk membuat secangkir kopi. Namun ternyata, setelah airnya panas, anak muda tersebut hendak harus pergi keluar sehingga tidak jadi memakai air panas dari dispenser tadi. Ia pun mematikan dispensernya. Sia-sia ia memanaskan air, berlama-lama menanti, dan memakai listriknya. Mungkin kita pernah seperti itu atau bahkan lupa memakai air panas serta tidak mematikan dispenser.

Dalam kehidupan rohani dan di dalam bahasa Inggris, mungkin kita mengenal dan pernah mendengar istilah keep on fire (‘tetap bersemangat’, terj. bebas) dalam Tuhan, dalam melayani-Nya, dan lain-lain. Tetapi, seiring tahun demi tahun berjalan dan berlalu, kita lupa tentang hal itu, lupa untuk menghayati atau menghidupinya, serta melupakan masa-masa seperti itu. Bahkan, jika kita disuruh―baik karena tantangan dari orang lain maupun oleh seruan batin diri sendiri―untuk mengulangnya, mungkin kita merasa keberatan dan tidak mau. Kita terbuai oleh hal-hal lain dan merasa wajib atau harus melakukannya.

Galatia 3:3 berbunyi, “…Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” Dan entah apa pun arti dari “…engkau tidak dingin dan tidak panas.  Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!” dalam Wahyu 3:15, sebaiknya kita memilih salah satu dan tetap panas. Mungkin kita merasa sulit melakukannya, tetapi memang kadang hal-hal yang terpenting dan utama adalah hal-hal yang sulit, namun hasilnya selalu melegakan.

Kita juga mungkin merasa sia-sia saat memanaskan air di dispenser tanpa memakai dan memanfaatkannya, apalagi lupa memadamkan tombol nyalanya. Itu memang terasa percuma. Tetapi, dalam kita melayani Tuhan, mengenal-Nya lebih lagi, berjerih payah demi Dia, itu semua tidak akan pernah sia-sia, walaupun mungkin kita merasa sebaliknya. Dan, alangkah baiknya bila kita tetap di dalam Dia dan selalu panas. Dan, jika kita lupa akan semua itu, Tuhan tidak akan pernah melupakannya dan akan mengingatkan kita, baik melalui hal-hal besar maupun perkara-perkara kecil, mungkin seperti tentang dispenser panas tadi.
 
===

Selama Punya Orangtua

Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau, dan janganlah menghina ibumu kalau ia sudah tua.”
(Amsal 23:22)

Seorang penulis wanita bernama Widyawati Puspita Dewi berkata, “Selama punya orangtua, syukurilah.” Ya, bersikaplah bersyukur apa pun yang terjadi. Ada dua cerita ilustrasi. Cerita yang pertama begini:

Ada seorang pemuda yang selalu, selalu, dan selalu menceritakan ibu atau neneknya. Hampir-hampir tidak pernahsekali pun bercerita tentang ayahnya. Suatu hari, seorang konselor bertanya kepadanya, “Apakah ayahmu masih hidup, masih ada…?”

“Ya, saya punya seorang ayah,” jawab pemuda ituketus seraya melanjutkan, “tetapi, ayah tidak pernah meluangkan waktunya untuk saya. Saya tidak mau berbicara tentang ayah karena saya sudah menganggap ayah tidak ada.”     

Di atas tadi cerita singkat yang pertama. Nah, ini cerita yang kedua:

“Bagaimana kabarmu?! Bagaimana anakmu?” tanya seorang bapak kepada teman lamanya yang ketika terakhir kali bertemu, keluarga teman lamanya itu sedang mengalami keadaan sulit. Anak teman lamanya itu berjiwa pemberontak, sehingga membuat renggang hubungan antara ayah dan anak.

“Kamu mungkin tak percaya,” kata teman lama itu, “waktu anak saya masuk kuliah, saya merasa beruntung sekali. Saya tidak tahu kenapa begitu, tetapi yang pasti, saya berubah!” Sebenarnya teman lama itu bukan berubah. Pindah dari rumah ke rumah yang membuat anaknya bergaul dengan lingkungan baru yang tidak jelas juntrungannya. Tetapi, tiba-tiba anaknya itu tidak lagi memberontak setelah mengetahui dan menyadari semua yang telah diperbuat oleh ayahnya selama bertahun-tahun. Ayahnya berbuat baik demi dia, berdoabagi dia, memasangkan selimut kepadanya saat dia tertidur pulas kedinginan, dan kebaikan lainnya.Dan yang terutama, ayahnya mengasihi dia.

            Dari dua contoh cerita tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa sebagai anak, mungkin ada 1.001 alasan untuk marah atau tidak bersyukur terhadap keluarga atau orangtua. Tapi, yang pasti ada dua hal yang tidak bisa dipilih oleh seorang manusia: mau lahir di keluarga mana dan meninggal seperti apa.Firman Tuhan hari ini (Ams. 23:22) mengajak kita merenung untuk menghormati orangtua kita, ayah dan ibu kita.Sebab mungkin juga hubungan antara kita dengan orangtua kita adalah cerminan hubungan antara kita dengan Tuhan―Bapa kita di surga.

===

Sensor

Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita…
―Efesus 3:20

Seorang anak kecil sedang melipir (bahasa Jawa: berjalan memepet) di dinding untuk menuju pintu masuk sebuah mal. Bocah itu melakukannya karena ingin menghindari sensor di atas pintu mal yang akan membuat pintu secara otomotis terbuka bila ada pengunjung yang keluar-masuk.

            Setelah sampai di depan pintu mal tanpa terdeteksi oleh sensor, anak itu lalu mencoba membuka pintu dengan kedua tangan mungilnya. Setelah berusaha sekuat tenaga, pintu itu terbuka. Kemudian, ia berseru, “Hore! Aku berhasil!” Akan tetapi, ia tidak tahu bahwa hal itu terjadi hanya karena ada pengunjung yang hendak keluar melaluinya.

            Apakah kadang kita bersikap seperti anak kecil itu? Kita begitu berbangga hati, menyombongkan diri terhadap sesuatu yang berhasil kita capai. Padahal, belum tentu itu terwujud karena usaha atau kerja keras kita semata-mata. Bisa saja ada orang lain atau teman-teman yang membantu kita, bahkan tentu saja Tuhan yang membuat kita berhasil.

Saya jadi teringat tentang cerita tikus di atas seekor gajah yang bersama-sama menyeberangi sebuah sungai melalui jembatan gantung. Ketika mereka sampai di seberang, tikus kecil itu berkata, “Wow, aku tadi bisa menggoyang-goyangkan jembatan!” Padahal, bukan dia, melainkan sang gajah.

Kita memang tidak tahu bagaimana cara Allah bekerja di antara atau bagi kita, tetapi kita dapat tahu dengan pasti bahwa Allah bekerja, bahkan di dalam kita.Mungkin pertolongan-Nya pun tak secara pasti terlihat atau terasa, seolah-olah Tuhan menyensornya,tetapi Ia memiliki maksud dan rencana yang indah bagi kita asalkan kita percaya serta setia. Babbie Mason bernyanyi, “Ketika engkau tak dapat melihat rencana-Nya, saat engkau tak bisa melihat pertolongan tangan-Nya, percayalah saja kepada hati-Nya.

Kalau kita saja tidak keberatan bila sebuah pemerintahan memiliki lembaga sensor, masakah kita keberatan bila Tuhan memiliki sensor untuk pertolongan tangan-Nya, tangan yang tak kelihatan?

===

Shift Happens

● Roma 12:2

Mau tidak mau, selalu ada perubahan. Pertanyaannya, bagaimanakah atau seperti apa respons kita terhadap perubahan tersebut? Menurut Darmadi Darmawangsa, salah satu motivator kenamaan negeri ini, dalam sebuah seminarnya bertajuk The Champion In You, ada lima keputusan yang perlu kita cermati dan mungkin ikuti dalam menghadapi perubahan-perubahan yang tengah terjadi di dunia ini, yaitu:

  • Pertama, you have to take a 100 % responsibility (Anda harus bertanggung jawab penuh). Menyalahkan orang lain atau sesuatu hal di luar diri kita tiap waktu, akan menyendat pertumbuhan menuju keberhasilan yang ingin kita raih
  • Kedua, you got to qualify for your future, for the next level (kita selayaknya makin berkualifikasi demi masa depan). Jika tingkat lanjutan dalam sebuah permainan PlayStation sajaselalu lebih susah, apalagi tahapan selanjutnya dalam kehidupan.
  • Ketiga, change your way of talking and thinking (ubah pola pembicaraan dan pemikiran). Pola perkataan dan pemikiran kita berperan besar dalam menentukan tujuan hidup kita, seperti halnya kemudi kapal yang mampu mengendalikan, menentukan arah kapal menurut kehendak jurumudinya.
  • Keempat, the decision to pursue your dream (pilihlah untuk mengejar impian Anda). Jika tiada lagi pengejaran impian, maka hasrat hidup akan meloyo.
  • Yang terakhir, kelima, the decision to develop your difference (tentukan untuk mengembangkan sesuatu yang membuat Anda berbeda). Semua manusia memiliki keunikan atau perbedaan masing-masing, mulai dari sidik jari pun tak ada yang sama. Rasul Paulus mengingatkan kita melalui Roma 12:2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Akhirnya, orang lain mungkin bisa memotivasi kita untuk berubah ataupun beradaptasi dan mengatasi perubahan-perubahan. Namun, seseorang yang mampu dua kali, bahkan tiga kali lebih besar menyemangati kita adalah, selain Tuhan, diri kita sendiri.

===

SLB

Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.
―1 Korintus 15:58

Seorang guru Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian C (untuk tunagrahita) ingin mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia merasa bahwa usahanya selama ini empat tahun mengajari anak-anak yang terbelakang mental sia-sia. Seminggu dia bergumul di dalam doa kepada Tuhan untuk bertanya apakah akan mundur saja atau meneruskan tugasnya.

            Seminggu berlalu seolah tanpa peneguhan atau pernyataan dari Tuhan, baik di dalam hatinya maupun jawaban doa. Lalu, ia mencoba berkonsultasi dengan kepala sekolah di SLB itu tentang situasinya. Kepala sekolah itu menyarankannya supaya bersabar dan berdoa kembali. Hingga pada suatu hari yang menentukan, keadaan itu dan keputusan hatinya akan segera berubah.

            Suatu malam, kebakaran melanda asrama SLB itu. Beberapa siswa dan guru terjebak oleh amukan api. Beberapa dari mereka ada yang bisa menyelamatkan diri, namun ada juga yang masih terkurung di dalam kamar tak mampu mengeluarkan diri karena kebingungan, panik serta kalut. Api masih terus berkobar sampai para pemadam kebakaran tiba di lokasi kejadian dan berusaha memadamkan si jago merah.

            Setelah para petugas berhasil memadamkan api, mereka berusaha mencari adakah korban yang masih bisa terselamatkan. Ternyata hasilnya nihil, hanya beberapa siswa dan guru tadi yang mampu meloloskan diri, termasuk guru yang ingin resign dan kepala sekolah, yang masih hidup. Namun, ada laporan “aneh” dari para pemadam. Mereka berkata bahwa anak-anak yang menjadi korban di masing-masing ruang yang terpisah, mereka seperti berposisi menggenggam jari telunjuk kiri dengan tangan kanannya.

            Seketika itu juga, mendengar laporan pemadam, ibu guru yang hendak resign itu menangis, bersimpuh. Dia lalu menceritakan kepada kepala sekolah bahwa sebelum kejadian itu, dia telah mengajari anak-anak tersebut untuk berdoa kepada Tuhan Yesus dengan carademikian. Di saat terdesak dan tidak tahu apa yang harus diperbuat, mereka boleh berdoa seperti itu. Bukan mengajarkan hal yang aneh, melainak sekadar supaya berdoa. Dia mengira tidak akan ada hasilnya dan sia-sia, namun ternyata anak-anak itu tahu dan benar-benar melakukannya.

            Saudara, sering kali apa yang kita pikirkan―yang terburuk sekalipun―ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di depan. Tetapi tetaplah berharap. Harapkan yang terbaik dan berserah kepada Tuhan.

===
 
Takut Satu Kata

● Matius 26:70

Saya mempunyai satu kata yang saya takuti: integritas. Susah untuk menerapkan integritas, tetapi bukan tidak mungkin untuk berusaha menerapkan atau melakukannya.

Pada suatu hari, ada seorang ibu yang membawa putra kecilnya menemui Mahatma Gandhi. Ibu ini meminta tolong kepada sang bijak Gandhi supaya menyuruh, menasihati putranya ibu tadi berhenti memakan permen. Lalu, Gandhi hanya tersenyum dan menjawab bahwa supaya sang ibu kembali kepada Gandhi seminggu lagi. Sambil sewot-sewotan karena merasa tak memperoleh jawaban, ibu tersebut pulang. Akhirnya, setelah seminggu, sang ibu kembali kepada Gandhi. Kemudian, Gandhi menyuruh anak itu berhenti makan permen. Mengapa butuh waktu seminggu? Karena waktu ibu tadi datang kepadanya, Gandhi masih suka memakan permen dan perlu seminggu untuk berhenti juga menyukai permen.

Kita mungkin tahu bahwa integritas adalah apa yang kita katakan sesuai dengan apa yang kita lakukan, baik saat berada di hadapan orang banyak maupun saat sedang sendirian. Kita pun mungkin sudah tahu bahwa kata ‘integritas’ (bahasa Inggris: integrity) berakar kata dari bahasa Latin: integer yang berarti utuh, lengkap. Intinya, integritas adalah kebalikan dari kemunafikan (bahasa Inggris: hypocrisy). Menurut Jonathan Lamb, integritas memiliki 3 arti, yaitu motivasi yang murni, benar serta tepercaya dalam perkataan atau tindakan, dan menjalani kehidupan sebagai satu keutuhan.

Dalam Matius 26:70, Rasul Petrus takut terhadap satu kata: ya. Ia tidak mau mengakui bahwa ia murid Tuhan Yesus. Rupanya, integritas harus diuji terlebih dulu sebelum kesungguhan integritas terbukti nyata. Bahkan, sekali kokok ayamlah yang mengingatkan integritas Petrus―tentang motivasinya mengikut Tuhan Yesus, tentang perkataan atau tindakannya, dan kehidupannya.

===

Tanpa Nama

Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya: ‘Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya.’”
―2 Raja-raja 5:3

Seorang rekan penulis, Fiane Filadelfia pernah menulis di status situs media sosialnya pada page Spirit Writers Fellowship, “Mungkin tidak banyak orang yang mengenal kita,tapi coba pikirkan,seberapa banyak orang yang membaca tulisan-tulisan kita dapat menikmati kebenaran firman Tuhan dan diberkati…? Teruslah berkarya selama masih bisa… Semoga tulisan kita makin berisi… God be with us… :-).”

            Ya, mungkin tidak banyak orang yang mengenal kita, tetapi mereka bisa merasa terberkati, tersentuh, atau bahkan diubahkan oleh karena kebenaran firman Tuhan dan berbagai pengalaman yang kita sampaikan atau melalui tulisan-tulisan kita.

            Siapa yang kita kenal, mempengaruhi kita.  

            Ayat dari firman Tuhan hari ini menyatakan bahwa ada seorang gadis yang menyarankan kepada istri panglima raja Aram yang bernama Naaman agar panglima itu dibawa kepada nabi Elisa di Israelsupaya disembuhkan dari penyakit kusta.Kita tidak tahu siapakah nama gadis itu karena tidak tercatat di Alkitab. Namun, salah satu tafsiran Alkitab menulis bahwa sang penulis Kitab Raja-raja ini bermaksud untuk menyemangati para umat Israel ketika sedang berada dalam masa pembuangan. Penulis Kitab Raja-raja itu seolah berkata bahwa untuk tetapmengingat kebesaran Tuhan.

           Apa yang dilakukan oleh gadis itu cukup berani karena dia hanyalah seorang tawanan dan menjadi pelayan. Juga bangsa Israel yang kalah kala itu oleh bangsa Aram tentu semestinya membuat Naaman ataupun raja Aram bertanya-tanya dan seolah merendahkan, Tuhanmu saja tidak mampu menyelamatkan bangsamu, masakah bisa menyembuhkanku (panglimaku)? Tetapi, gadis itu mengenal Allahnya sehingga realitas tidaklah menghalangi atau melayukan imannya, dan puji Tuhan, mereka mau percaya sehingga Naaman memperoleh kesembuhan dan mengalami, merasakan kuasa Tuhan yang dahsyat.

            Jika seorang gadis saja tahu tentang Tuhan yang dia sembah dan hal itu begitu berakar di dalam hati dan kehidupannya sehingga dia mau dan mampu merekomendasikan kepada istri tuannya, dan mereka terberkati sekalipun kita tidak tahu namanya, semoga kita pun dapat menjadi berkat (Ibrani: barakh) bagi banyak orang. Baik mereka mengenal maupun tidak ada yang mengenal kita. Lagipula, ‘Siapakah’ yang mengenal kita?

===

Teladan Profesional

Saudara-saudara, ikutilah teladanku …
(Filipi 3:17 b)

Sebagian kita mungkin telah mengetahui dan bisa menyimpulkan tentang akar kata profesional, yaitu‘profitieri’(bahasa Latin) yang berarti mengakui secara terbuka. Sementara, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), salah satu arti dari profesional adalah memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Secara singkat, barangkali arti dari profesional adalah sikap memberikan yang terbaik―apa pun yang terjadi, kemudian menuntaskannya.Starting well, doing well, andfinishing well.

Mari coba kita telaah ringkas satu per satutiga arti profesional tadi.

Satu: Mengakui secara terbuka berarti berani mengakui atau mendeklarasikan tentang pekerjaan kita kepada publik. Kalau boleh terus terang, kadang saya agak malu atau menutup-nutupi bahwa pekerjaan saya sebenarnya merupakan seorang penulis, di perusahaan tertentu―nah, ini pun masih belum mau mengakui tempat saya bekerjaJ. Mengakui secara terbuka pun berarti mau mengaku saat melakukansalah, walaupun hal ini susah, lalu berani bertanggung jawab terhadapnya. Contoh di Alkitab adalah tentang kisah Paulus yang mengakui masa lalunya (lihat di beberapa ayat: Kis.9:1, Fil. 3:6, I Tim. 115, I Kor. 15:9).

Dua: Memerlukan kepandaian atau keahlian khusus dalam menjalankan atau mengerjakan sesuatu memang tidak perlu dipertanyakan dalam hal menjadi profesional karena mungkin sudah jelas. Kita bisa meniru Paulus melalui I Korintus 9:27, “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”

Tiga, yang terpenting: Memberikan yang terbaik. Tidak mesti yang terbesar, tetapi tetap yang terbaik. Kadang saya maupun sebagian orang yang bekerja dalam bidang pelayanan rohani atau Kristen, merasa sah-sah saja untuk memberikan kinerja tidak profesional, apa adanya, bahkan mungkin serampangan, apalagi kalau ada halangan atau secuil masalah. Sedangkan, kalau bekerja di bidang lain, kita berusaha dan mengejar tampil profesional serta maksimal. Padahal, sebaiknya kita sama saja profesionalnya di mana pun kita berada.

Dalam Filipi 3:17, Paulus menulis, “Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.” Hanya sedikit orang yang mampu mengajak orang lain supaya mengikuti teladan mereka, kecuali mereka benar-benar profesional dalam hal apa pun pekerjaan mereka. Paulus pun menyelesaikan panggilan hidup dari Tuhan dengan baikhingga akhir hayatnya. “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (II Tim. 4:7).” Itulah yang terbaik tentang teladan profesional Paulus: mengakhiri pertandingan yang baik, mencapai garis akhir, dan memelihara iman.

===
 
Telunjuk

Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.
(Lukas 15:29)

“Dia yang salah!” “Mereka yang salah!”Bukankah mudah bagi kita untuk menyalahkan, menghakimi orang lain?Teras mudah, aman, dan menyenangkan.

Suatu hari ada seorang istri yang mengatakan, dia tak sanggup mengampuni suaminya karena telah berkhianat lebih dari 10 tahun. Namun, Tuhan berbisik di dalam hati sang istri bahwa dia terlalu sombong sebab tidak mau mengampuni suaminya. Padahal, Tuhan saja mau mengampuninya. Seolah sang istri melihat semut yang di pulau seberang, tapi tidak dapat melihat gajah di depan mata. Atau seperti firman Tuhan, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (Mat. 7:3)”

Saat kita menghakimi, menyalahkan, dan menunjuk-nunjuk orang lain, biasanya kitamenggunakan jari telunjuk, bukan? Mustahil menggunakan kelima jari untuk mengarah ke orang lain.Bisa jadi aneh kalau begitu. Malah jadi memberkati, bukan menghakimi. Tetapi, kita lupa satu hal:saat jari telunjuk mengarah ke orang lain, ketiga jari lainnya (jari manis, tengah, dan kelingking―jempol entah ke mana) mengarah kediri sendiri.Silakan praktikkan. Dengan kata lain, kita belum tentu lebih baik daripada orang yang kita persalahkan itu. Firman Tuhan berkata, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi (Mat. 7:1).

Dalam perumpamaan anak yang hilang, ketika anak yang sulung marah karena anak yang bungsu kembali ke rumah ayahnya setelah memboroskan harta ayahnya (lht. Luk. 15:11-32), kita mungkin sudah pernah mendengar bahwa anak sulung itu pulalah yang perlu bertobat. Lagipula, bagaimana kakaknya itu bisa tahu bahwa sang adik pergi kepada para tunasusila (ay. 30), padahal tidak disebutkan segamblang itu tentang tingkah laku adiknya?

Menegur, menasihati orang lain tidak apa-apa. Terutama kepada orang-orang yang terdekat kita karena kita peduli dan sayang terhadap mereka. Jika kita berhenti menegur atau menasihati, kita berhenti peduli. Akan tetapi, saat menghakimi mereka, sementara itu jauh di dalam lubuk hati kita, suara hati kita pun berkata lembut bahwa kita sebelas duabelas dengan mereka, sebaiknya kita bertobat dan berusaha memperbaiki diri.
            
===
  
Tempat Sampah

• Matius 6:13

Bayangkan, bagaimana jika anak kita yang masih balita mendekati atau pergi ke tempat sampah, bahkan memegang dan mengambil beberapa sampahnya? Putri saya yang baru berumur satu tahun tujuh bulan pernah melakukannya. Lalu, saya memarahinya dan melarangnya untuk mendekati atau pergi ke tempat sampah lagi. Bukannya karena saya terlalu cinta akan kebersihan atau sebab masa kecil saya sendiri yang dididik oleh ayah untuk bersih, melainkan karena tidak ingin anak perempuan saya kotor.

Mungkin Anda yang memiliki anak pun akan seperti itu, bukan? Nah, apalagi dengan Tuhan. Bapa di surga tentu sangat tidak ingin kita, anak-anak-Nya, mendekati atau pergi ke tempat sampah­―tempat-tempat yang membuat kita berdosa, menjauhi-Nya, maupun hal-hal yang membuat kita tidak memuliakan, tak menyembah-Nya. Akan tetapi, kadang kita justru mendekati, pergi ke tempat sampah itu, bahkan mengambil dan memainkan sampah-sampah tersebut. Kemudian, ketika kita telah kotor, kita kembali kepada Allah Bapa, meminta-Nya membersihkan dan membasuh kita.

Firman Tuhan dalam Matius 6:13 menyatakan, “…dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.” Ada seseorang yang pernah mengatakan bahwa apabila kita berdoa seperti ayat tersebut, maka kita pun sebaiknya tidak mencobai diri sendiri dengan membawa diri kita ke dalam pencobaan-pencobaan, ke tempat-tempat sampah. Lebih baik membuat pagar kawat besi di tepi jurang ketimbang mendirikan rumah sakit di bawah jurang, bukan?

Berani kotor itu memang kadang baik dan menjadikan seseorang eksploratif, kreatif, dan tidak terlalu rentan terhadap penyakit. Namun, berani berbuat dosa pasti membuat kita tidak peka terhadap kehendak Allah, serta kian jauh dari kebersamaan dengan-Nya, bukan? Bapa memang mengampuni dosa, tetapi kita harus ingat bahwa, dalam kata-kata William Gurnall, “God's wounds cure, sin's kisses kill (Bilur-bilur Tuhan Yesus menyembuhkan kita, namun upah dosa ialah maut, terj. bebas).”
 
===

Terbaik

Belakangan ini, saya sering bertanya-tanya di dalam hati tentang memberikan yang terbaik—kepada Tuhan ataupun saat hendak melakukan sesuatu. Apa sih sesungguhnya arti dari memberikan yang terbaik? Yang terbaik? Terbaik?

Apakah itu berarti semaksimal potensi? Semampu kita—apa pun pendapat orang lain—sebab kita merasa telah memberikan, melakukan sesuatu yang terbaik? Apakah berarti memilih yang terbaik? Memanajemeni dengan baik? Memimpin dan mengikut dengan baik?

Banyak hal atau kesempatan untuk kita bisa mencoba memberikan, melakukan yang terbaik. Apa yang dilakukan oleh istri saya berikut ini mungkin adalah contoh salah satu upaya melakukan yang terbaik.

Ayah serta ibu mertua saya pernah berselisih paham sangat sengit. Di depan kami anak-anaknya. Keduanya merasa sama-sama benar. Tidak ada yang mau mengalah atau meminta maaf. Hingga akhirnya istri saya berdiri menengahi. Sambil terisak, dia berkata, “Kalau sama-sama merasa benar dan ngga ada yang mau mengalah, sekarang siapa yang merasa cinta Tuhan Yesus, minta maaf duluan. Ngga peduli siapa yang bener, siapa yang salah. Kalau cinta Tuhan Yesus, minta maaf duluan.”

Beberapa detik kemudian, ayah mertua maju, menjulurkan tangan dan meminta maaf kepada ibu terlebih dulu. Lalu ibu juga mau meminta maaf. Itulah hal terbaik yang bisa dilakukan istri saya. Daripada berdiam diri, memihak, atau malah turut larut di dalam perselisihan, istri saya ingin mendamaikan.

Ah, itu konteks kecil di dalam sebuah keluarga. Tetapi, sekali lagi, bukankah ada banyak hal dan kesempatan untuk kita berupaya memberikan, melakukan yang terbaik—kepada Tuhan, sesama manusia, keluarga, diri kita sendiri? Apa pun risikonya. Apa pun hasilnya.

Bagaimana respons kita pada dua hal yang pasti ada selama kita masih hidup berikut ini: masalah dan perubahan?

Apakah kita mengeluh, menolak, marah-marah terhadap perubahan? Belakangan ini juga, saya berhadapan dengan perubahan. Satu sisi, saya bisa saja menolaknya; di sisi lain, mau tak mau saya mesti menerima karena sejumlah pertimbangan. Saya mengambil pilihan kedua: menerimanya. Awalnya, saya kerap berkeluh kesah sebab dipindahkan ke lokasi kerja yang lain dan di bidang yang bukan bagian pekerjaan saya sebenarnya. Namun, masih bisa terkait keahlian atau talenta saya, maka saya mau belajar sesuatu yang baru, berada di tempat yang baru, bersama dengan orang-orang yang baru.

Benar, pasti sulit serta terkadang ada waktu ingin menyerah saat ada perubahan, tetapi tetaplah belajar sembari memberikan, melakukan yang terbaik. Fleksibel. Mau berubah. Beradaptasi seperti halnya kala mengemudikan mobil lain atau memainkan saksofon tenor baru. Tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang baik dan kita pegang teguh. Dan apabila menurut orang lain, hasilnya belum maksimal, ataupun tak mendapatkan apa yang patut kita dapatkan, setidaknya kita telah memberikan, melakukan yang terbaik. Sebisa kita. Dan itu adalah hal yang baik.

Bagaimana terhadap masalah—baik permasalahan dengan orang-orang ataupun hal-hal yang harus kita hadapi? Apakah kita ingin lari? Menghindari? Apatis? Berlama-lama bersedih, serta pasrah begitu saja?

Apabila ingin memberikan, melakukan yang terbaik, kita akan berani menghadapi masalah-masalah tersebut, berpikir tentang cara-cara untuk memecahkannya, serta memohon bimbingan dan penyertaan Tuhan supaya berhasil mengatasinya.

Berpikir positif atau yang baik-baik penting pula. Rasul Paulus mengemukakan, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu (Filipi 4:8).”

Di Alkitab versi The Message terjemahan Eugene H. Peterson tertulis: “Summing it all, friends, I’d say you’ll do best by filling your minds and meditating on things true, noble, reputable, authentic, compelling, gracious—the best, not the worst; the beautiful, not the ugly; things to praise, not things to curse.”Dennis Waitley pernah berkata, “Getting into a positive routine or groove will help you become more efective (Saat kita memiliki suatu rutinitas yang positif atau kebiasaan baik, kita akan menjadi lebih efektif di dalam melakukan sesuatu).”

Atlet merupakan contoh yang bagus tentang memberikan, melakukan yang terbaik. Mungkin ia pernah, bahkan sering gagal, tetapi pantang menyerah. Mau memetik pelajaran dari kesalahan dan kegagalan atau kekalahan. Tetap berlatih hingga ia bisa memperoleh, mengecap kemenangan.

“Berapa sih ukuran puas atau kaya menurut Anda?” seorang investor superkayaditanyai dengan nominal segini dan segitu. Satu miliar dolar? “Sedikittt lagi…” Sepuluh triliun dolar? “Sedikittt lagi…” Dan di tiap pertanyaan, ia selalu menjawab, “Sedikittt lagi…” Mungkin kita pun boleh mengaplikasikan jawaban tersebut saat memberikan, melakukan yang terbaik. Apakah kita sudah memberikan, melakukan yang terbaik? “Sedikit lagi.”

Namun, memberikan yang terbaik bukan berarti menjadi perfeksionis. Ingin segala sesuatu sempurna. Tanpa cacat atau cela. Bukan pula mencoba terus-menerus memberikan performa setengah mati untuk sesuatu yang jelas-jelas bukan keahlian atau talenta kita serta banyak orang telah menegaskannya. Contohnya,kita tahu banyak individu mengotot ingin menjadi penyanyi terkenal lewat audisi The X-Factor atau American Idol, tetapi tentu sedikit yang lolos seleksi juri.

Antara satu orang dengan orang yang lainnya, takaran memberikan atau melakukan yang terbaik berbeda-beda. Seseorang yang memang hanya mampu memberikan sesuatu secara sedikit tapi sudah yang terbaik darinya, mungkin di mata orang lain taklah seberapa. Seseorang yang telah sekuat tenaga, semampunya mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya, walau menurut orang-orang belumlah seberapa, asalkan ia yakin serta percaya di dalam hatinya bahwa itulah yang terbaik darinya, maka ia telah memberikan, melakukan yang terbaik.

Bisa kita menyebutnya Man In the Arena (Seorang Pejuang di Sebuah Pertandingan) untuk tajuk kutipan dari Eleanor Roosevelt yang menulis, “It is not the critic who counts. It is not the man who sits and points out how the doer of deeds could have done things better and how he falls and stumbles. The credit goes to the man in the arena whose face is marred with dust and blood and sweat. But when he’s in the arena, at best he wins, and at worst he loses, but when he fails, when he loses, he does so daring greatly (Taklah begitu penting orang-orang yang hanya mampu mengkritik. Tak juga orang-orang yang cuma duduk diam serta menceramahi apa yang seharusnya bisa dikerjakan dengan lebih baik oleh orang yang benar-benar mengerjakannya, atau mengapa ia terjatuh jua gagal. Yang patut menerima pujian ialah ia yang benar-benar berjuang di pertandingan dengan wajah penuh debu, kotor, bahkan terluka, dan berbalut peluh. Saat ia bertanding, kadang kala ia menang, kadang tertimpa kekalahan. Namun, meski mungkin ia gagal atau kalah, ia telah memberikan, melakukan yang terbaik).”

Sudahkah yang terbaik kuberikan
kepada Yesus, Tuhanku?
Besar pengurbanan-Nya di Kalvari!
Diharapkan-Nya terbaik dariku.

Adalah sebuah lagu yang mengingatkan kita. Dan saat kita sedang memberikan atau melakukan sesuatu yang menurut kita adalah yang terbaik, sekali lagi kita bisa berbisik di dalam hati, “Sedikit lagi.” Dan saat sedang mengerjakan sesuatu yang lain, apa pun itu, kita bisa bertanya kepada diri sendiri, “Apakah aku sudah memberikan yang terbaik?” “Apakah memang ini yang terbaik?”

Balik pada pertanyaan di awal.Jadi, apa arti sesungguhnya dari memberikan yang terbaik? Apa definisi yang terbaik—terlebih kepada Tuhan? Saya rasa, kita dan hati kita sendirilah yang tahu jawabannya. Dan Tuhan.

Apakah kita sudah memberikan, melakukan yang terbaik hari ini?

Begitu juga menjelang hari-hari ke depan dan saat Natal 2015 serta tahun baru 2016 nanti, apakah kita akan memberikan, melakukan yang terbaik? Bukankah Allah Bapa pun telah memberikan, melakukan yang terbaik, melalui pengurbanan Putra-Nya, Yesus Kristus di kayu salib? Yang terbaik. Yang terbaik. Terbaik.

===

Terpikat (1)

“…tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.
―Lukas 19:48

Saya pernah mempresentasikanesensi buku The End of Marketing As We Know It karya Sergio Zyman, mantan Direktur Marketing Coca-Cola internasional.Saya membawakannya pada sesi sharing knowledge(berbagi pengetahuan) yang merupakan program bulanan bagi setiap staf di bidang Publikasi dan Komunikasi tempat kerja saya.

Nah, karena perihal berbicara di depan umum adalah salah satu topik yang masih saya pergumulkan dan latih supaya dapat menampilkan yang terbaik, maka menurut saya hari itu saya masih belum maksimal, belum bisa menguasai audiens, walaupun saya menguasai materi presentasi. Saya berjalan mondar-mandir, ke kanan dan kiri sambil menjelaskan terlalu cepat sehingga saya terlihat grogi. Semestinya saya bisa memberikan presentasi secara baik dengan berlatih dan berdoa terlebih dulu.

Saya percaya Tuhan Yesus adalah Pembicara atau Komunikator yang andal, hebat, dan luar biasa. Seperti yang kita ketahui dari ayat bacaan hari ini, Lukas 19:48. Seluruh rakyat terpikat mendengarkan Tuhan Yesus. Terpikat! Di atas semua itu, kata-kata Tuhan Yesuspasti penuh kuasa, pun terlebih lagi penuh kasih bagi orang-orang yang mendengarkan-Nya. Kata-kata yang lahir dari kepeduliaan yang sungguh-sungguh kepada pendengar-Nya dan percaya sepenuh hati terhadap apa yang Dia sampaikan, bahkan percayai sampai mati.

Nah, kalau kita, bagaimana? Selain dengan memperlengkapi diri melalui belajar dan berdoa, apakah kita pun mau memiliki kualitas seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus, yaitu kepedulian untuk apa yang kita sampaikan dan kepada orang-orang yang mendengarkan kita?Rasul Paulus berkata di dalam Kolose 4:6, “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.”

Akan tetapi, memang ada satu prasyarat agar kita menjadi pembicara ataukomunikator yang lebih ulung, makin baik, yaitu kadang lebih baik bagi kita untuk diam dan benar-benar mendengarkan, memperhatikan, mempedulikan. Daripada banyak berbicara, tetapi tidak benar-benar memiliki simpati. Sebab banyak orang yang mendengarkan tapi tak sungguh-sungguh memperhatikan, dan banyak orang yang berbicara tapi tak sungguh-sungguh mempedulikan.       

===

Terpikat (2)

Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’
―Kisah Para Rasul26:28

Seorang rekan kerja berkata bahwa ketika ia sedang beribadah di gereja pada hari Minggu, dan tiba saatnya mendengarkan khotbah dari pendeta, rekan saya itu menuju ke ruang lain.Lalu apa yang ia lakukan? Alih-alih mendengarkan khotbah, ia malah membaca berita di Internet. Mengapa teman saya melakukan aktivitas seperti itu yang sebenarnya tidak perlu dilakukan di gereja? Ia bekata bahwa khtobahnya atau penyampaiannya membosankan, tidak menyentuh kedalaman, sehingga teman saya itu keluar.Walaupun padahal sebenarnya apa pun “keadaan khotbah”, pasti ada satu atau dua hal penting yang bisa kita petik,namun mungkin ada baiknya bila khotbah maupun cara penyampaiannya tidak sampai membuat orang-orang malah enggan mendengarkan khotbah.

            Khotbah seperti apa yang dapat membuat orang-orang, atau setidaknya teman saya tadi, terpikat? Mungkin jawaban yang paling singkat dan mudah adalah khotbah yang berapi-api atau penuh antusiasme, ataupun bisa saja dengan cara penyampaian yang tenang namun penuh keyakinan.

Ayat topik renungan hari ini membahas tentang respons atau perkataan raja Agripa terhadap pembelaan Rasul Paulus yang dapat pula menjadi kesaksiannya tentang Kristus. Pembelaan Paulus yang panjang lebar dan tentu dapat saja membuat para pendengarnya, apalagi bila di hadapan raja-raja atau para pembesar yang notabene pasti akan jenuh bila bertele-tele, namun karena Roh Kudus menyertai Paulus sehingga pembelaan dan kesaksiannya dapat berapi-api sehingga bahkan hampir-hampir mengubahkan raja Agripa menjadi umat percaya. Namun, keputusannya ada di tangannya entah dia mau menjadi Kristen atau tidak. Intinya, raja Agripa dan orang-orang yang hadir di sana terpikat terhadap “khotbah” atau penyampaian pembelaan Paulus.

Tuhan Yesus pernah berfirman dalam Lukas 21:14-15: “Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu.

            Jadi, apa yang mesti kita lakukan supaya orang-orang yang mendengarkan kita dapat mempercayai apa yang kita utarakan, meskipun pada akhirnya keputusan akhir ada di tangan mereka dalam meresponsnya? Bergantunglah sepenuhnya kepada tuntunan Roh Kudus dan mempercayai sepenuhnya terhadap apa yang kita katakan. Seorang penginjil pernah berkata bahwa sebaiknya kita benar-benar mempercayainya dengan segenap hati, sekalipun mendapatkan ancaman hidup atau mati. Itulah—sikap, hati, dan iman kita—yang sekiranya dapat membuat orang-orang terpikat mendengarkan kita.

===

Tua

Aku, Paulus, yang sudah menjadi tua, lagipula sekarang dipenjarakankarena Kristus Yesus…
―Filemon 1:9b

Beberapa ormas atau organisasi masa pemuda dikelola oleh pria-pria yang sudah tua atau katakanlah bapak-bapak. Ada pula seseorang yang berkata tentang adanya suatu organisasi yang bernama GPT (Gerakan Pemuda Terus) yang diisi oleh bapak-bapak yang ingin muda abadi. Ada pula bapak-bapak yang masih senang bergaul dengan anak-anak mudadan berpakaian ala anak muda supaya merasa awet muda, meskipun memiliki pelayanan di bidang itu. Seolah ingin menjadi seperti salah satu lirik lagu forever young, I wanna be forever young (selamanya aku ingin menjadi muda).

            Saya pun ingin mengaku bahwa saya terkadang tergoda untuk berpakaian ala pemuda, bersikap seperti anak-anak muda, tetapi yang lebih parah adalah bersikap kekanak-kanakan. Padahal, saya sudah berusia 30 tahunan.

            Saya salut, mengaku malu, dan ingin meniru bila melihat teladan Rasul Paulus yang berani dan mau mengakui bahwa dia sudah menjadi tua. Saya rasa tidak banyak orang, terutama mungkin para kaum hawa, yang mau menyatakan diri bahwa mereka telah tua. Jangankan mengaku tua, bahkan kadang sekadar menuliskan usia ataupun tahun kelahiran saja di sebuah lembar data atau informasi agak malu-malu. Takut ketahuan tua.

            Bagaimana dengan kita? Apakah kita berani mengakui atau setidak-tidaknya menyadari di dalam hati bahwa kita sudah tua. Boleh-boleh saja memang untuk merasa muda di hati, pikiran dan jiwa agar kehidupan kita terasa terus-menerus segardan semangat terbarui. Namun, kita tidak boleh menyangkali bahwa tubuh kita akan dan bisa menua. Jonathan Swift berkata, “Banyak orang ingin hidup selamanya, tapi jarang ada orang yang mau menjadi tua.”

Raja Salomo menyadari dan mengakui keindahan menjadi tua melalui salah satu amsalnya, “Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban (lht. Amsal 20:29).” Seorang pujangga dari Irlandia, Brendan Kennelly pernah menulis, “If you want to serve the age, betray it (terj. bebas: Jika engkau ingin melakukan sesuatu yang benar-benar berarti di dalam hidupmu, sangkallah umurmu).
 
===
 
Tuan, Kami Ingin Bertemu dengan Yesus

Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.
—2 Timotius 4:2

Saya senang menolong. Bukan maksud hati untuk pongah. Atau mungkin pada dasarnyasemua orang memang suka menolong.

            Senang juga saya—dan sering—saat bersepeda motor di jalan, baik kala pagi, siang, sore maupun malam melihat pengendara sepeda motor ataupun mobil dengan beberapa hal yang mungkin berbahaya. Misalnya, kain yang terjuntai dapat terkena dan terlilit roda; pintu samping mobil yang kurang tertutup rapat; ikatan tali barang yang terlepas, dan masih banyak hal lainnya.

            Sebisanya saya berusaha memberitahu mereka tentang hal itu supaya berhenti dulu dan memperbaiki atau membenahi. Apabila mereka tetap tidak menyadari, cuek atau sudah terlalu jauh jaraknya untuk saya samperi dan beri tahu karena jalan macet, mungkin saya hanya bisa berdoa dalam hati agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

            Apakah Anda pun sering melihat hal seperti itu dan berbuat seperti saya? Jika ya, puji Tuhan karena kita peduli terhadap orang lain. Jika kita peduli terhadap jiwa mereka selama menapakkan kaki di bumi, bagaimana dengan kepedulian terhadap jiwa mereka di dalam kekekalan? Apakah kita pun senang dan sering mengingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal-hal yang membahayakan, dosa, dan lain-lain, lalu membawa mereka agar percaya kepada Tuhan Yesus Kristus danberoleh keselamatan dan hidup yang kekal di surga?

            Di Bali, ada sebuah gereja yang memajang suatu tulisan yang terambil dari salah satu ayat firman Tuhan. Plakat kecil di mimbar itu bertuliskan: “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Kutipan dari Yohanes 12:21 itu untuk mengingatkan para pembicara atau pengkhotbah yang berdiri di atas mimbar memberitakan firman Tuhan agar berfokus pada kebutuhan jemaat agar mereka dapat dijamah oleh kuasa kasih Tuhan Yesus Kristus. Apakah kita dapat mengingatkan diri sendiri seperti itu? Bahwa apa pun pekerjaan kita, menulis novel, merancang pembangunan gedung, menjual alat-alat sepeda, dan lain-lain, apakah kita menggunakannya sebagai kesempatan di manapun dan kapanpun untuk membawa orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan Yesus Kristus agar percaya kepada-Nya dan beroleh keselamatan?

            Mereka perlu Tuhan Yesus. Kita butuh Tuhan Yesus.

===

Ulang Tahun Pertama

● Yohanes 14:1 – 3
 
Ada orangtua, sepasang suami istri, yang begitu mempersiapkan pesta untuk perayaan ulang tahun yang pertama untuk putrinya, yang akan berusia satu tahun. Mereka rela mengeluarkan banyak biaya. Sang ibu mau sibuk-sibuk menyiapkan kelengkapan acara, mulai dari membeli kado dan kue tart, menulis kartu undangan, memikirkan siapa MC-nya, dan lain-lain. Sang ayah, walaupun lelah, mau membantu membungkus hadiah-hadiah untuk teman-teman putrinya nanti.

Bayangkan, jika orangtua saja―ibu maupun ayah―seperti itu, betapa Bapa lebih rindu mempersiapkan perjamuan pesta untuk anak-anak-Nya, baik pria maupun wanita, Anda dan saya nanti di surga. “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu… supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada (ay. 1 – 3)”.

Jika kita percaya kepada Tuhan Yesus dan menerima Dia di dalam hati kita (lht. Rm. 10:9 – 10), janganlah gelisah hati dan jiwa kita. Jika kita masih gelisah, barangkali karena kita masih memendam dosa-dosa. Dulu mungkin kita gelisah dan bertanya-tanya, ke manakah aku setelah tiada nanti? Sekarang, setelah kita mengaku dosa dan mempercayai-Nya, tidaklah perlu kita gelisah tentang hal itu. Sebab Bapa di surga sedang mempersiapkan perjamuan besar untuk ‘ulang tahun pertama’ kita, anak-anak-Nya.

Seperti halnya seorang anak yang akan genap satu tahun percaya dan bergantung penuh kepada orangtuanya, serta tidak tahu akan menerima kejutan istimewa dari mereka, dan mungkin akan mensyukuri momen itu saat dia dewasa, mungkin begitu jugalah dengan kita terhadap Bapa, Tuhan kita.

===
 
Usher

Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.
—1 Petrus 4:10

Saya senang melihat usher di gereja. Maksud saya, terhadap cara kerja para penerima tamu itu yang menyambut, melayani para jemaat yang masuk ke gereja. Hal itu pasti membutuhkan kerendahhatian yang tinggi. Jika tidak, rendah hati yang pura-pura atau tersenyum terpaksa.

Tak hanya menyambut, para usher juga terkadang mengemban tugas ganda atau tiga, yaitu mencarikan tempat duduk, mengedarkan kantong kolekte, atau menhitung jumlah presensi jemaat. Namun, mungkin beberapa orang menganggap pelayanan seperti itu adalah hal yang biasa, kecil atau temeh-temeh. Apakah Anda pun menilai seperti itu?Atau, apakah Anda pernah berada di pihak sebagai penerima tamu gereja?

            Banggalah. Menjadi usher pun penting. Bahkan mungkin amat penting. Bayangkan sekiranya ada jemaat datang terlambat, lalu mencari kursi, namun kebingungan menemukantempat karena tak ada bimbingan dari penerima tamu.

            Apabila sebagai usher di gereja, teladan Andaadalah Andreas. Mantan murid Yohanes Pembaptis yang kemudian menjadi murid Tuhan Yesus Kristus.Andreas dikenal juga sebagai Sang Penerima Tamu. Ia menyambut orang masuk ke dalam hadirat Tuhan dan memperkenalkan orang lain kepada Yesus.

            Ingatkah tentang peristiwaketika ia memperkenalkan Simon saudaranya (Yoh. 1:41-42), mempertemukan anak kecil pembawa bekal roti dan ikan (Yoh. 6:8-9), dan mengintroduksikan orang-orang Yunani (Yoh. 12:22), kesemuanya kepada Yesus?

            Mungkin apa yang Andreas perbuat adalah hal-hal sederhana seperti sebutan John MacArthur pada buku Twelve Ordinary Men untuk Andreas bahwa ia adalah “Rasul Hal-hal Kecil”, “Andreas lebih seperti siluet samar ketimbang foto jelas di halaman-halaman Kitab Suci”, tetapi tindakan Andreas sangat signifikandan pentingdaripada yang dapat dibayangkan. Bersyukurlah apabila kita pun mungkin bertugas seperti Andreas. Sebab bagaimanapun berita utama kita adalah Tuhan Yesus Kritus.

            Apabila di PL ada perintah untuk persepuluhan: Bawalah seluruh persembahan persepuluhanitu ke dalam rumah perbendaharaan(lih. Mal),. 3:10), dan di PB ada perkataan: Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yoh. 3:30maka sekarang pun mungkin kita bahkan harus memberikan segalanya bagi Tuhan, dan Ia adalah segala-galanya.

            Harry S. Truman pernah berkata, “It is amazing what you can accomplish if you do not care who gets the credit (Betapa luar biasanya yang dapat Anda raih apabila Anda tak memedulikan siapalah orang yang bakal memperoleh pujian).”

===

Venus

Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?
(Mazmur 8:3-4)

Pada 5 Juni 2012, beberapa orang di sejumlah negara seperti Amerika, Inggris, Korea Selatan dan India dapat memandangi planet Venus yang beranjak melintasi matahari. Sebuah fenomena alam yang hanya akan terulang 105 (seratus lima) tahun mendatang.Peristiwa yang dinanti-nantikan dan akhirnya dapat dinikmati para pengamat perbintangan masa sekarang.

Dengan melihat dari gambar atau foto pemandangannya di Internet saja, kita dapat merasa takjub oleh luar biasanya kejadian ini. Venus yang berukuran hampir sebesar planet Bumi, jauh kalah besar daripada matahari.

Kalau kita boleh merenungkan dan membandingkan antara galaksi yang ada dengan semua manusia, ibaratnyakita ini kuman-kuman kecilsaja. Namun, kadang kita menjadi begitu sombong atau bahkan sangat khawatir terhadap sesuatu.Saat seperti itu, kita perlu mengingatbahwa ada hal-hal yang lebih besar daripada kita, misalnyafenomena planet Venus atau keajaiban galaksi. Lalu, kita merendahkan diri dan mengembalikan segala kemuliaan hanya bagi Tuhan.

Dr. John Calvin Maxwell menulis dalam Maxwell Leadership Bible bahwa di dalam Mazmur 8: 1-9, Daud menyadari manusia hanyalah bagian kecil di luasnya galaksi, dan dengan menyadari hal ini akan menolong kita untuk dapat tetap merendahkan hati. Daud pun menutup pasal tersebut seperti halnya saat memulainya, “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi (lih. Mzm. 1 a & 9)!” Daud memuliakan dan memuji-Nya untuk segala kebaikan di dalam kehidupan dan kepemimpinannya.

Kepada generasi yang sekiranya hidup pada masa 105 tahun lagi terhitung dari sekarang, kalau bisa semoga punya kesempatan secara langsung melihat fenomena Venus yang melintasi matahari, ya. Dan yang terpenting, menyadari keagungan Tuhan melalui segala penciptaan, kesombongan serta pastilah masalah kita terlihat amatlah kecil dibandingkan dengan keagungan itu. Kesombongan dan masalah apakah yang sebesar perihal menciptakan galaksi-galaksi yang super besar?

===