April 25, 2014

Tulisan lama lagi


Logoterapi

Logoterapi adalah teori dan hasil temuan dari Viktor E. Frankl. Logoterapi juga dikenal sebagai The Third Viennese School of Psychoterapy atau aliran/mazhab/sekolah psikoterapi ketiga dari Wina. Saya tidak akan panjang lebar menjelaskan logoterapi. Saya hanya akan meneruskan yang Viktor E. Frankl kemukakan tentang logoterapi.

Kata logo berasal dari kata logos (bahasa Yunani), yang berarti makna. Logoterapi adalah psikoterapi yang memusatkan upaya pada pencarian makna hidup dan perhatian pada makna hidup itu. Berbeda dengan aliran psikoterapi dari Sigmund Freud tentang keinginan untuk mencari kesenangan (pleasure principle) dan aliran dari Alfred Adler tentang keinginan untuk mencari kekuasaan (will to power) yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk mencari keunggulan. Dengarkan kata Viktor E. Frankl berikut ini.

“Upaya manusia untuk mencari makna hidup bisa menimbulkan ketegangan batin, bukannya keseimbangan batin. Namun, ketegangan seperti itu justru merupakan prasyarat yang dibutuhkan untuk tercapainya kesehatan mental. Saya percaya tidak ada apa pun di dunia ini yang lebih efektif membantu seseorang untuk bertahan hidup, bahkan dalam kondisi terburuk, selain kesadaran bahwa hidupnya memiliki makna.”

Socrates memang pernah berkata, “Hidup yang tak direnungi adalah hidup yang tak layak dihidupi,” tetapi jangan terlalu sering merenung atau menanyai diri sendiri. Hal mengajukan pertanyaan memang tidak apa-apa. “Orang bijak bukanlah orang yang dapat menjawab pertanyaan saja,” kata Eddy Leo, “melainkan juga orang yang dapat membuat pertanyaan.” Namun, perhatikan dan dengarkan hati nurani saat terlalu sering mengajukan pertanyaan tentang diri sendiri.

Richard Wurmbrand pernah berkata, “Janganlah terlalu teliti dalam menyelidiki diri sendiri. Makhluk kecil di laboratorium dapat diperiksa dengan begitu teliti, sehingga mati karena terlalu banyak disoroti.”

Entah makna hidup seseorang itu adalah anak, teman, keluarga, tugas, istri, entah Tuhan, membuat seseorang bertahan hidup. Bagi Viktor E. Frankl, ketika dalam kondisi terburuk sekalipun, ia memiliki makna hidup. Ini membantunya tetap bertahan hidup. Contoh makna hidupnya adalah adanya tugas yang harus dikerjakan atau diselesaikan.

“Saya yakin bahwa upaya saya untuk menulis kembali naskah yang hilang di tengah kegelapan barak di kamp konsentrasi Bavaria, membuat saya terhindar dari serangan jantung.”

Makna hidupnya membuat pikirannya kembali cerah. Keberanian dan harapannya pun timbul. Harapan dan kepercayaannya terhadap masa depan bisa membuatnya tetap sehat. Dengan menulis dan menolong orang lain, Viktor E. Frankl tetap sehat, hidup, dan bertahan hidup. Viktor pun percaya bahwa hidup adalah misi, bukannya karier. Apabila hidup tak mempunyai makna, hidup tak memiliki visi.

Dalam logoterapi, ada tiga cara yang bisa ditempuh oleh manusia untuk menemukan makna hidup:

1.      Melalui pekerjaan atau perbuatan
2.      Dengan mengalami sesuatu atau melalui seseorang
3.      Melalui cara menyikapi penderitaan yang tidak bisa dihindari

Sedangkan, menurut Rick Warren dalam bukunya berjudul The Purpose Driven Life, garis besar tujuan atau makna hidup:

1.      Hidup untuk menyenangkan hati-Nya
2.      Bersatu dalam keluarga
3.      Menjadi serupa dengan Pribadi Agung
4.      To serve
5.      Melakukan misi

Sepertinya tiga cara menemukan makna hidup dalam logoterapi memiliki kaitan dengan lima cara atau garis besar tujuan hidup manusia menurut Rick Warren. Cara pertama dalam logoterapi berkaitan dengan nomor empat dan lima pada garis besar The Purpose Driven Life. Cara kedua logoterapi sama dengan nomor satu sampai tiga dalam TPDL. Cara kedua ini menurut Viktor E. Frankl:

“...melalui kebaikan, kebenaran, dan keindahan—dengan menikmati alam dan budaya atau dengan mengenal manusia lain dengan segala keunikannya—dengan mencintainya.”

Bagi Viktor E. Frankl, makna cinta memiliki makna yang dalam. Ia berkata:

“Cinta merupakan satu-satunya cara manusia memahami manusia lain sampai pada pribadinya yang paling dalam. Tidak ada orang yang bisa sepenuhnya menyadari esensi manusia lain tanpa mencintai orang tersebut. Melalui cinta, ia bisa melihat karakter, kelebihan, dan kekurangan dari orang yang ia cintai. Ia bahkan bisa melihat potensi orang tersebut, yang belum dan masih harus diwujudkan. Selain itu, dengan cinta, orang yang mencintai bisa membantu orang yang dicintai untuk mewujudkan semua potensi tersebut. Dengan membuat orang yang ia cintai menyadari hal yang bisa dan seharusnya dilakukan, ia bisa membantunya mewujudkan semua potensi tersebut.”

Cinta membuat seseorang terkait dengan yang lain. Cinta membuat orang yang jahat menjadi baik. Saya tidak ingin menjadi orang baik tapi tanpa teman. Lebih baik menjadi orang jahat tapi mempunyai banyak teman. Siapa tahu, teman-teman dari orang jahat itu bisa mengingatkan dia dan berbalik dari jalan yang jahat? Banyak orang baik yang tindakannya jahat.

Cinta dapat membuat seseorang melihat segala sesuatu seolah-olah kekasihnya. Namun, harus hati-hati karena jika melihat hal-hal negatif, ia akan terbayang kekasihnya. Lalu, itu akan mempengaruhi perasaannya terhadap kekasihnya dan hubungan mereka. Ia mulai takut dan berprasangka. Kalau ia hanya melihat hal-hal positif, itu bagus. Richard Wurmbrand berkisah:

“Selama Perang Dunia II, istri saya pergi ke Budapest yang sedang dalam keadaan berbahaya, untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang menderita di sana. Untuk waktu yang lama, saya tidak mendapat kabar darinya. Selama waktu itu, saya tidak dapat membaca sesuatu tanpa melihat wajahnya di halaman-halaman setiap buku atau koran yang saya buka.”

Dengan cinta, seseorang bisa berubah. Seseorang bisa melakukan apa pun, di mana saja, dan kapan pun. Namun, pilihan ada padanya. Jika Viktor E. Frankl percaya bahwa orang gila bisa berubah, Pribadi Agung pun percaya bahwa wanita yang berzina bisa berubah. Pemungut pajak yang rakus mampu berubah. Orang gagal bisa menjadi batu karang. Pembunuh bisa menjadi pengubah. Manusia berubah. Apa yang kita percaya tentang Tuhan bisa memiliki potensi terbesar untuk mendatangkan kebaikan atau luka dalam kehidupan kita.

Kembali pada logoterapi. Cara ketiga untuk menemukan tujuan hidup, mempunyai kaitan dengan semua nomor pada TPDL. Dalam menjalani semua tujuan itu, mungkin akan ada penderitaan. Namun, tidak apa-apa. Kita tetap bisa menemukan tujuan hidup dalam penderitaan tersebut, menentukan sikap, dan tidak mengeluh. Tidak bersyukur membuat wajah kita dan wajah hati kita jelek. Hati yang bersyukur dan harapan membuat wajah dan wajah hati kita tetap bagus, meskipun dalam penderitaan dan setelah menghadapi wajah penderitaan yang jelek.

Logoterapi mempunyai istilah paradoxical intention atau niat yang berkebalikan (perlawanan terhadap niat). Prosedur atau terapi ini adalah upaya untuk membalikkan sikap. Misalnya, rasa takut digantikan dengan niat lain. Seperti orang yang susah tidur: rasa takut tidak dapat tidur, yang memicu keinginan berlebihan untuk tidur, malah membuat orang itu tidak bisa tidur. Akan tetapi, seseorang yang tidak bisa tidur karena sakit payah atau masalah berat itu hal lain. Jadi...

“Untuk mengatasi ketakutan ini, saya menganjurkan untuk mencoba tidak tidur, tetapi melakukan yang sebaliknya. Artinya, berusaha sedapat mungkin untuk tetap bangun. Dengan kata lain, keinginan sangat besar untuk tidur, yang muncul akibat rasa cemas yang diantisipasi bahwa ia tidak bisa tidur, harus diganti dengan keinginan untuk tidak tidur. Akibatnya, ia akan segera... tidur.”

Orang yang gugup atau berkeringat berlebihan pun bisa menerapkan paradoxical intention. Caranya dengan menunjukkan secara sengaja kepada orang-orang betapa banyak keringat yang bisa ia keluarkan. Ini sebagai ganti rasa takut tubuhnya berkeringat yang malah memicu keringat keluar deras. Saat kita takut melakukan sesuatu, lakukanlah itu. Saat takut berbicara dengan seseorang, berbicaralah dengan orang itu. Dalam hidup ini sudah banyak rasa takut. Hadapilah ketakutan kita.

Eddie Rickenbacker pernah berkata, “Keberanian adalah melakukan yang Anda takut melakukannya. Tidak bisa ada keberanian, kecuali Anda merasa takut.” Siapa Eddie Rickenbacker? Ia pembalap mobil dengan rekor dunia di Daytona. Tahun berapa? Tahun 1914! Ia juga pilot yang sering menang dalam perang udara melawan Jerman dalam PD II. Ia pernah menjadi Penasihat Khusus Menteri Perang. Ia pernah selamat dari kecelakaan pesawat dan terapung di Lautan Pasifik saat PD II! Terapung berapa hari? 20 hari! Anaknya, William Rickenbacker, pernah berkata, “Jika Ayah mempunyai motto, itu pasti ungkapan yang telah ribuan kali saya dengar: ‛Aku akan berjuang seperti kucing liar!’”

Orang yang mengalami susah orgasme juga bisa menerapkan paradoxical intention. Selain karena adanya pelecehan atau penganiayaan seksual, pemikiran salah tentang seksualitas, rasa takut untuk tidak dapat orgasme dan perhatian berlebihan terhadap diri sendiri mempengaruhi dan membuat orang itu susah mengalami puncak kenikmatan seksual. Viktor E. Frankl berkata:

“Semua alasan ini cukup membuatnya tidak mampu merasakan puncak kenikmatan seksual. Orgasme sudah dijadikan objek keinginan dan perhatian, bukannya sebagai dampak sampingan dari sebuah dedikasi dan penyerahan total kepada pasangannya.

“Ketika perhatiannya dialihkan kepada objek yang layak, yaitu pasangannya, wanita (maupun pria) itu berhasil mencapai orgasme.”

Seperti kisah George Constanza dalam film serial komedi Seinfeld. George Constanza selalu gagal dalam kehidupan. Ia pun gagal dalam hubungan cinta dengan wanita. Ia pun masih menganggur dan tinggal bersama kedua orangtuanya. Suatu hari, hidupnya benar-benar berubah...

Oleh karena merasa bosan dengan kehidupan yang selalu gagal dan biasa-biasa saja, ia mendapatkan ide yang mengubah kehidupannya: mulai melakukan hal-hal yang tepat berlawanan dengan apa pun, baik yang biasa atau takut ia lakukan!

Dulu yang biasanya ia memesan sandwich isi ikan tuna untuk makan siang, ia mulai memesan sandwich putih isi salad ayam! Dulu yang biasanya ia takut berkenalan dengan wanita cantik yang main mata dengannya, ia mulai bertindak berani dengan mendatangi dan berkenalan dengan wanita itu, meskipun George Constanza pendek, tua, dan gemuk!

Dulu yang biasanya ia malu-malu berbicara saat rapat, ia mulai berani berbicara lantang di depan umum, di tempat kerja (ia sudah memperoleh pekerjaan!), dan di depan rekan-rekannya! Akhirnya, George Constanza berhasil. Hanya karena ia memilih bertindak berlawanan dengan dorongan alaminya dan yang biasa atau takut ia lakukan. Dari kehidupan yang gagal berubah menjadi kehidupan yang berhasil.

Ia hampir sama dengan mengalami paradoxical intention. Itu hal tidak mudah. Namun, pilihan ada pada kita. Hidup ini terlalu singkat untuk takut. Maya Angelou pernah berkata, “Life doesn’t frighten me at all” (kehidupan tidak membuat aku takut). Kita memiliki kebebasan. Hidup tanpa kebebasan ibarat tubuh tanpa jiwa. Namun, kebebasan itu memiliki batasan—yang wajar. Lalu, kita pun bisa hidup menembus batas-batas.

Franklin Graham menulis, “Jangan membatasi diri Anda hanya karena Anda berasal dari kota kecil, pedalaman, atau suatu tempat yang tak berpengharapan. Mulailah di tempat Anda berada. Pakai yang Anda punyai. Lakukan yang terbaik.” Jangan menunggu, menunggu, dan menunggu sampai segala sesuatu tercukupi atau tersedia. Berangkatlah walaupun tidak ada cara, jalan, atau transportasi. Kalau kita menunggu sampai kebutuhan kita terpenuhi, butuh waktu seumur hidup untuk melakukan sesuatu. Kalau kita menanti sampai pakaian kita banyak atau mendapat gelar pendidikan tinggi, kita tidak akan mulai berbuat sesuatu. “Jika Anda menunggu sampai segalanya sempurna untuk melakukan sesuatu,” kata Dale Galloway, “Anda tidak pernah melakukan apa pun.”

Basil Walsh sependapat, “Kita tidak membutuhkan kekuatan, kemampuan, atau peluang lebih besar. Hal yang perlu kita gunakan adalah yang kita punyai.” T.J. Bach pernah berkata, “Jika kita menanti sampai setiap kemungkinan hambatan telah menyingkir, kita tidak akan pernah melakukan apa pun.” Dalam hidup pun ada tanggung jawab. Viktor E. Frankl mengatakan:

“Kebebasan bisa berubah dan turun harkat menjadi sekadar kesewenang-wenangan, kecuali jika kebebasan itu dijalani dengan sikap bertanggung jawab. Itu sebabnya saya menyarankan agar Patung Kebebasan (Statue of Liberty) yang ada di pantai timur Amerika diimbangi dengan mendirikan Patung Tanggung Jawab (Statue of Responsibility) di pantai barat Amerika.”

Viktor E. Frankl meneruskan...

“Manusia benar-benar mampu membuat keputusan sendiri. Sesuatu yang terjadi pada dirinya—dengan dibatasi oleh semua anugerah dan lingkungan—ditentukan oleh dirinya sendiri. Contohnya di kamp konsentrasi. Di laboratorium kehidupan dan wilayah uji coba ini, kami mengamati dan menyaksikan sebagian rekan kami bersikap seperti babi, sementara sebagian lain bersikap seperti nabi. Manusia memiliki dua potensi di dalam dirinya. Potensi yang akan diwujudkan tergantung dari keputusannya, bukannya dari kondisi."

Pengangguran
Manusia bisa mengandalkan apa dari benda-benda? Benda-benda hanya untuk mempermudah. Hanya alat. Cara kita mengelola benda-benda bisa menentukan keadaan jiwa kita. Norman Vincent Peale pernah berkata, “Materiality is only a demonstration of spirituality.” Manusia bisa mengandalkan apa dari pekerjaan? Pekerjaan itu penting. Namun, bukan untuk sekadar mencari uang. Harus ada tujuan dan kita menyukainya. Satchel Paige pernah berkata, “I never had a job. I always played baseball. Work like you don't need the money. Love like you've never been hurt. Dance like nobody's watching.”

Masa pengangguran dapat menyebabkan, seperti istilah dalam logoterapi, “kehampaan eksistensial” atau perasaan hampa dan tidak berguna. Viktor E. Frankl berkata:

“Kehampaan eksistensial tersebut muncul dalam bentuk-bentuk terselubung. Kadang-kadang terganggunya upaya orang terkait untuk mencari makna hidup berubah menjadi keinginan besar untuk berkuasa, disertai dengan salah satu bentuk primitif dari keinginan ini, yaitu keinginan untuk memperoleh kekayaan.

“Pada kasus lain, terhambatnya keinginan untuk mencari makna hidup berubah menjadi keinginan untuk mencari kesenangan. Itu sebabnya kehampaan eksistensial sering kali tertuang dalam bentuk kompensasi seksual. Kondisi ini bisa teramati dari makin tidak terkendalinya nafsu seksual akibat kehampaan eksistensial.”

Kehampaan eksistensial memiliki godaan dalam keinginan besar untuk berkuasa (will to power) dan keinginan untuk mencari kesenangan (pleasure principle). Tidak adanya makna atau tujuan dalam hidup, hubungan, pekerjaan, bahkan perjalanan, akan mendatangkan kehampaan eksistensial beserta pencobaan-pencobaan yang mengikutinya. Oprah Winfrey menasihati, “If you allow yourself to be depleted (terkuras) to the point where your emotional and spiritual tank is empty and you’re running on fumes of habit (terikat kebiasaan jahat), everybody loses. Especially you.”

Akan tetapi, para pengangguran kadang memiliki pemikiran salah. Mereka menganggap menganggur sama dengan tidak memiliki makna hidup dan tidak berguna. Dengarkan kata Viktor E. Frankl berikut ini.

“Dua pemahaman yang salah: tidak memiliki pekerjaan dianggap sama dengan tidak berguna dan tidak berguna dianggap sama dengan tidak memiliki makna hidup.”

Itu dapat mengakibatkan depresi, gangguan, dan kecanduan. Lalu, Viktor E. Frankl berkata:

“Setiap kali saya mampu membujuk si pasien untuk menjadi relawan pada organisasi-organisasi kepemudaan, pendidikan bagi orang dewasa, perpustakaan publik, dan sejenisnya—dengan kata lain, setelah mereka mampu mengisi waktu kosong berlebihan mereka dengan kegiatan yang berguna, meskipun tidak menghasilkan uang—depresi mereka hilang, meskipun kondisi ekonomi mereka tidak berubah dan tetap lapar.”

Para pengangguran bukan berarti tidak berguna atau tidak memiliki makna hidup. Namun, mereka harus tetap berusaha mencari kerja. Tidak malas. Para pengangguran pun harus mencari dan menemukan visi hidup mereka. Ini juga berlaku bagi semua orang. Theodore Levitt pernah berkata, “Visi memisahkan orang-orang yang menang dari orang-orang yang kalah.” J.C. Penney yang sudah tua dan tidak buta bahkan berkata, “Penglihatan mataku boleh makin redup. Namun, visiku makin bertambah.” Cara mengenal visi sebagai pemberian dari Pribadi Agung:

1.      Apakah memiliki karakter?
2.      Apakah memberi kontribusi, bukannya ego pribadi?
3.      Apakah tahan uji atau teruji oleh waktu?

Hal yang dialami oleh para pengangguran dapat dialami oleh orang-orang yang terkena PHK dan orang-orang yang tidak bekerja lagi. Jangan takut. Hal yang dapat dilakukan oleh para pengangguran—mengisi waktu luang yang berlebihan dengan melakukan sesuatu atau sejenis kegiatan berguna, tidak malas, dan mencari visi—juga bisa dilakukan oleh mereka yang terkena PHK atau sudah pensiun.

Waktu kosong yang belebihan akan menimbulkan kebosanan. Kebosanan adalah musuh. Kebosanan mematikan kreativitas dan menjemukan jiwa. H.L. Mencken pernah berkata, “Fakta dasar tentang pengalaman manusia bukanlah tragedi, melainkan rasa bosan.” Jangan memelihara kebosanan. Namun, ini tidak mudah. Viktor E. Frankl berpendapat:

“Perbuatan lebih efektif daripada kata-kata. Tindakan langsung selalu lebih efektif daripada kata-kata. Akan tetapi, ada saatnya kata-kata juga bisa efektif.”

Apakah kita mau berhasil seperti George Constanza? Hidup berhasil setelah gagal. Ia mengatasi dorongan-dorongan alami atau yang biasa dan takut ia lakukan. Ia mulai bertindak berani. Kita bisa mengatasi kesulitan hidup. Viktor Frankl berkata:

“Orang-orang bukanlah menghargai artis atau ilmuwan ternama. Bukan pula negarawan atau olahragawan ternama, melainkan orang-orang yang bisa mengatasi kesulitan hidup mereka dengan kepala tegak.”

Simbol seks dan aktris Perancis, Brigitte Bardot, bahkan berkata, “I have been very happy. Very rich. Very beautiful. Much adulated. Very famous... and very unhappy.” Paul Johnson berkata, “Para idola (bintang) kita justru adalah kelompok orang-orang yang sengsara.”

Viktor E. Frankl adalah orang yang dihargai. Jika para artis, ilmuwan, negarawan, dan olahragawan ternama mampu mengatasi kesulitan hidup mereka dengan kepala tegak, mereka pun akan dihargai. Di balik semua pahlawan besar, selalu ada tragedi—baik yang telah terjadi dan diatasi maupun yang sedang terjadi.

“Orang-orang bisa bertumbuh melampui dirinya dan berkembang di luar dirinya. Dengan melakukan itu, mereka mengubah dirinya sendiri. Mereka bisa mengubah tragedi menjadi kemenangan.”

Leher Saya Memang Patah, Tetapi Itu Tidak Mematahkan Hidup Saya
Apakah kita suka olahraga? Viktor E. Frankl masih suka mendaki gunung saat telah tua. Jim Collins pun suka olahraga. Demikian pula dengan Stephen R. Covey. Sepertinya selain suka membaca buku, orang-orang besar juga suka olahraga. Leher patah saat olah raga bukanlah leher Viktor E. Frankl. Namun, itu adalah yang beliau ceritakan tentang Jerry Long.

“Jerry Long menderita kelumpuhan dari leher ke bawah (quadriplegic) akibat kecelakaan saat menyelam. Usianya baru 17 tahun ketika kecelakaan itu terjadi. Sekarang Long bisa menggunakan tongkat mulut untuk mengetik. Ia mengikuti dua kursus di sekolah kejuruan, yang dilakukan melalui saluran telepon khusus. Dengan bantuan interkom, Long bisa mendengarkan dan berpartisipasi dalam diskusi kelas. Ia juga mengisi waktunya dengan membaca, menonton televisi, dan menulis.

“Dalam surat yang ia kirimkan kepada saya, ia menulis: ‛Saya memandang hidup saya penuh dengan makna dan tujuan. Sikap yang saya terapkan pada hari bersejarah tersebut, telah menjadi prinsip hidup saya. Leher saya memang patah, tetapi itu tidak akan mematahkan hidup saya. Sekarang saya sedang mengikuti kursus psikologi saya yang pertama di sekolah. Saya percaya bahwa cacat jasmaniah saya akan meningkatkan kemampuan saya untuk menolong orang lain. Saya tahu bahwa tanpa penderitaan, saya tidak akan mampu berkembang.’”

Seperti halnya kelumpuhan tidak akan melumpuhkan kehidupan Joni Eareckson Tada; kebutaan tidak akan membutakan hati Helen Keller; dan pemenjaraan Nazi tidak akan memenjarakan sikap Viktor E. Frankl, leher yang patah pun tidak akan mematahkan hidup dan semangat Jerry Long. Andrew Edward pernah berkata, “What doesn’t kill me, it makes me stronger.”

Walaupun patah leher adalah penderitaan bagi Jerry Long, ia bisa menemukan makna dalam penderitaan dan mau menolong orang lain. Orang yang menderita saja mau menolong orang lain. Seharusnya orang yang tidak menderita juga menolong orang lain yang menderita. Apakah mau menderita dulu? Viktor E. Frankl berkata:

“Apakah berarti penderitaan tidak bisa dipisahkan dari upaya menemukan makna hidup? Belum tentu. Saya hanya menegaskan bahwa makna hidup bisa ditemukan, meskipun harus atau bahkan melalui penderitaan, asalkan penderitaan itu tak terhindarkan. Jika penderitaan tersebut bisa dihindarkan, hal yang layak dilakukan adalah menghilangkan penyebabnya. Penderitaan yang tidak perlu identik dengan menyakiti diri, bukannya tindakan kepahlawanan. Sebaliknya, jika seseorang tidak bisa mengubah situasi yang menyebabkan ia menderita, ia tetap bisa menentukan sikap.”

Jerry Long tidak sengaja menderita karena lehernya patah. Ia tidak menyakiti diri sendiri (seperti sadomasochism). Ia hanya tidak bisa mengubah situasi yang menyebabkan ia menderita, yaitu kecelakaan saat menyelam dan leher yang patah. Namun, Jerry Long bisa mengubah sikapnya. Kita pun bisa mengubah sikap kita, meskipun tidak bisa mengubah situasi: kehilangan orang terkasih, pemenjaraan, fitnah, penyakit, bencana alam, dan lain-lain.

Sikap ini akan mengubah hidup kita dan membuat perbedaan 100%. Kita bisa saja menyerah dan ingin bunuh diri. Namun, kita bisa menentukan sikap untuk tidak menyerah. Tolonglah orang lain. Hidup kita akan berubah dan membuat perbedaan. Dengarkan yang dikatakan oleh Theodore Roosevelt:

“Jauh lebih baik berani melawan banyak hal yang sangat kuat, dan merebut kemenangan besar, walaupun penuh dengan kegagalan, daripada disejajarkan dengan orang-orang malang yang tidak menikmati maupun menderita banyak hal. Mereka hidup dalam senja kala kelabu yang tidak mengenal kemenangan maupun kekalahan.”

Mary Pickford pernah berkata, “If you have made mistakes... there is always another chance for you... you may have a fresh start any moment you choose. For this we call ‛failure’ is not the falling down, but the staying down.” Agnes Pratiwi setuju, “Hal yang pasti, kesuksesan itu lebih nikmat bila dilalui dengan rasa sakit. Aku jadi teringat waktu belajar naik sepeda dulu.” Listen to what Norman Vincent Peale said:

If life doesn’t have trouble, it is no good. Trouble makes you grow big. You cannot grow strong without resistance, sorrow, difficulty, and frustration. So, even as you have problems here, you are going to have things over there to make you grow, or else it won’t be interesting.


Viktor Frankl from here