“I
think we never become really and genuinely our entire and honest selves until
we are dead—and not then until we have been dead years and years. People ought
to start dead, and they would be honest so much earlier.”
—Mark Twain
Beberapa waktu lalu saya men-Tweet
seperti itu. Entah lupa kapan tepatnya copywriting
panjang dari pemerintah yang menyertai iklan-iklan rokok berubah menjadi
singkat seperti di atas: Rokok membunuhmu.
Dulu:
Ups, salah:
Sepertinya, copywriting singkat
itu “berhasil” memikat banyak orang untuk membacanya. Mungkin. Berhasil di satu
sisi. Tetapi, sepertinya juga kalau seperti itu, adalah preseden yang salah untuk premis
terhadap suatu hal yang lain.
Memang konotasi rokok atau
merokok condong ke hal yang negatif, sehingga ada anggapan kalaulah kebanyakan
melakukan kebiasaan itu, akan merenggut napas terakhir seseorang. Tetapi,
barangkali rokok atau merokok bukanlah hal yang pasti, selalu negatif. Sebab,
ada beberapa orang besar juga yang
terbiasa merokok. Yang bilang, “If you're
going through hell, keep going,” juga merokok.
Tiap-tiap hal mungkin memiliki risiko kalau berangkat dari copy atau moto singkat tadi.
Naik sepeda motor membunuhmu.
Internet membunuhmu.
Tidur membunuhmu.
Kopi membunuhmu.
"Obat" nyamuk membunuhmu—dan nyamuk.
Bungee jumping membunuhmu.
Makan membunuhmu.
Maka, mungkin ketimbang mengatakan, Rokok
membunuhmu, bukankah alangkah lebih baik menyatakan, Bunuh (Matikan) rokokmu? Sebab, belum tentu pihak yang
menuliskan copy yang pertama itu beberapa
anggota keluarganya tidak ada yang merokok—atau adakah yang merokok
juga?
Copy singkat tadi memang
berhasil. Tetapi, ada yang lebih singkat. Bunuh
rokokmu. Matikan rokokmu. Ini datangnya dari kokoro no tomo—bukan dari pejabat, tapi hati seorang sahabat. : )