February 25, 2014

Kokor-o no moto

I think we never become really and genuinely our entire and honest selves until we are deadand not then until we have been dead years and years. People ought to start dead, and they would be honest so much earlier. 
Mark Twain








Beberapa waktu lalu saya men-Tweet seperti itu. Entah lupa kapan tepatnya copywriting panjang dari pemerintah yang menyertai iklan-iklan rokok berubah menjadi singkat seperti di atas: Rokok membunuhmu.

Dulu:






 Ups, salah:







Sepertinya, copywriting singkat itu “berhasil” memikat banyak orang untuk membacanya. Mungkin. Berhasil di satu sisi. Tetapi, sepertinya juga kalau seperti itu, adalah preseden yang salah untuk premis terhadap suatu hal yang lain.

Memang konotasi rokok atau merokok condong ke hal yang negatif, sehingga ada anggapan kalaulah kebanyakan melakukan kebiasaan itu, akan merenggut napas terakhir seseorang. Tetapi, barangkali rokok atau merokok bukanlah hal yang pasti, selalu negatif. Sebab, ada beberapa orang besar juga yang terbiasa merokok. Yang bilang, “If you're going through hell, keep going,” juga merokok.

Tiap-tiap hal mungkin memiliki risiko kalau berangkat dari copy atau moto singkat tadi.

Naik sepeda motor membunuhmu.

Internet membunuhmu.

Cokelat membunuhmu.

Tidur membunuhmu.

Kopi membunuhmu.

"Obat" nyamuk membunuhmu—dan nyamuk.

Bungee jumping membunuhmu.

Makan membunuhmu.

Maka, mungkin ketimbang mengatakan, Rokok membunuhmu, bukankah alangkah lebih baik menyatakan, Bunuh (Matikan) rokokmu? Sebab, belum tentu pihak yang menuliskan copy yang pertama itu beberapa anggota keluarganya tidak ada yang merokokatau adakah yang merokok juga?

Copy singkat tadi memang berhasil. Tetapi, ada yang lebih singkat. Bunuh rokokmu. Matikan rokokmu. Ini datangnya dari kokoro no tomo—bukan dari pejabat, tapi hati seorang sahabat. : )